JAKARTA - Bitcoin (BTC) menghadapi penurunan tekanan jual, yang menyebabkan harganya jatuh menyentuh level sekitar 57.000 dolar AS (Rp927 juta), atau turun 16 persen dari level tertingginya di 73.00 dolar AS (Rp1,18 miliar).
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, mencatat bahwa penurunan ini dipicu oleh berbagai sentimen negatif, termasuk penjualan BTC oleh pemerintah Jerman dan Amerika Serikat, serta distribusi Bitcoin dari MTGox.
Namun menurut Fyqieh, peristiwa positif di masa mendatang seperti distribusi uang tunai FTX dinilao dapat meningkatkan harga Bitcoin.
"Meskipun struktur jangka pendek BTC masih bearish, tren jangka menengah hingga panjangnya tetap bullish," ujar Fyqieh dalam keterangannya pada Kamis, 11 Juli.
Namun, Fyqieh juga menekankan bahwa fluktuasi terbaru Bitcoin telah menurunkan harga di bawah moving average 50 hari dan 200 hari, yang menimbulkan keraguan terhadap kelanjutan tren naik ini. Meski demikian, harga BTC perlahan mulai pulih.
Salah satu faktor yang bisa mendorong harga Bitcoin kembali ke level 60.000 dolar AS atau sekitar Rp972 juta adalah perkembangan signifikan terkait ETF Ethereum dan dampaknya terhadap BTC.
Menurutnya, Bitcoin saat ini berada dalam kondisi oversold, dengan dua katalis potensial yang bisa mendongkrak harga: Data CPI AS dan kemungkinan persetujuan SEC terhadap ETF Ethereum pada 18 Juli mendatang.
BACA JUGA:
“Peristiwa ini dapat memicu short-covering dan reli singkat, memberikan kelegaan sementara dari tren penurunan saat ini dan memberikan indikasi arah masa depan Bitcoin," jelasnya lebih lanjut.
Fyqieh juga menjelaskan skenario untuk kemungkinan pemulihan pasar. Ia mencatat bahwa indikator oversold menunjukkan potensi pembalikan jangka pendek, dengan dua dari tiga indikator pembalikan sekarang bullish.
"Selama harga Bitcoin mampu bertahan di atas 53.500 dolar AS (Rp858 juta), kita dapat mengantisipasi kembalinya BTC di atas 58.500 dolar AS (Rp947 juta)," analisa Fyqieh.