JAKARTA - Bitcoin, mata uang kripto paling populer di dunia, menghadapi tantangan besar di tahun 2024. Selain mengantisipasi peristiwa halving yang berpotensi mempengaruhi penawaran dan permintaan, bitcoin juga harus waspada terhadap risiko penurunan pasar saham global.
Salah satu analis pasar yang mengungkapkan kekhawatiran ini adalah Gareth Soloway, kepala strategi pasar di verifiedinvesting.com. Dalam sebuah wawancara dengan Kitco News, Soloway menyampaikan prediksinya tentang tren dan prospek bitcoin ke depannya.
Soloway mengatakan, bitcoin memiliki korelasi positif dengan pasar saham, terutama indeks S&P 500 yang mencerminkan kinerja perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat. Jika pasar saham mengalami koreksi atau penurunan signifikan, bitcoin kemungkinan akan ikut terkoreksi.
"Jika kita melihat penurunan 50% di pasar saham, saya melihat bitcoin menguji kembali level $15.000 (Rp237 juta) itu," kata Soloway.
Prediksi Soloway ini cukup pesimis, mengingat harga bitcoin saat ini masih berada di atas $42.000 (Rp 664 juta), meski sempat turun di bawah $40.000 (Rp 632 juta) pada awal Januari 2024. Soloway menilai, penurunan bitcoin sebelumnya dipicu oleh beberapa faktor, seperti keluarnya dana dari Grayscale Bitcoin Trust (GBTC) dan penawaran umum perdana (IPO) Coinbase, bursa kripto terbesar di AS, pada tahun 2021.
Soloway menjelaskan, kedua peristiwa tersebut menciptakan euforia dan puncak permintaan bitcoin, yang kemudian diikuti oleh penurunan. Ia menambahkan, banyak investor pintar yang memanfaatkan momentum tersebut untuk membeli bitcoin sebelum IPO Coinbase dan menjualnya setelah IPO. Selain itu, diskon besar yang ditawarkan oleh GBTC juga menjadi daya tarik bagi investor.
BACA JUGA:
Meskipun demikian, Soloway tidak sepenuhnya bearish terhadap bitcoin. Ia mengakui, bitcoin memiliki potensi pertumbuhan jangka panjang yang tinggi, terutama dengan adanya persetujuan Bitcoin ETF (Exchange-Traded Fund) oleh Securities and Exchange Commission (SEC) AS pada 10 Januari 2024.
Bitcoin ETF adalah produk investasi yang memungkinkan investor untuk membeli bitcoin tanpa harus memiliki atau menyimpannya secara langsung. Bitcoin ETF diharapkan dapat meningkatkan likuiditas dan aksesibilitas bitcoin, serta menarik minat investor institusional dan ritel.
Soloway mengatakan, ia akan menambah kepemilikan bitcoinnya jika harga terus menurun. Ia juga mengingatkan, bitcoin akan mengalami halving pada pertengahan tahun 2024, yaitu pengurangan separuh jumlah bitcoin yang diberikan kepada penambang sebagai imbalan. Halving diyakini dapat meningkatkan nilai bitcoin karena mengurangi penawaran dan meningkatkan kelangkaan.
Soloway bukan satu-satunya analis yang memberikan prediksi tentang bitcoin. Sebuah survei yang dilakukan oleh Deutsche Bank melibatkan lebih dari 2.000 responden menunjukkan, sepertiga dari mereka memperkirakan bitcoin akan turun di bawah $20.000 (Rp 316 juta) pada akhir 2024. Sementara itu, 15% responden memperkirakan bitcoin akan berada di kisaran $40.000 hingga $75.000 (Rp 632 juta hingga Rp 1,2 miliar).
Selain itu, Arthur Hayes, mantan CEO Bitmex, salah satu platform perdagangan derivatif kripto terbesar di dunia, memprediksi bitcoin bisa mencapai titik terendah $30.000 hingga $35.000 (Rp 474 juta hingga Rp 553 juta) sebelum rebound. Hayes juga optimis, bitcoin bisa mencapai $100.000 (Rp 1,6 miliar) pada akhir 2024.