Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah berencana mewajibkan perusahaan over the top (OTT) global yang menjalankan kegiatan usaha di Indonesia untuk melakukan kerja sama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi.

Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) pun meyakini tersebut dapat meningkatkan investasi di tanah air. Rencana tersebut juga tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar) yang merupakan beleid turunan dari UU Cipta Kerja. 

"Dengan penerapan kewajiban tersebut, membuktikan pemerintah konsisten menjalankan amanat UU Cipta Kerja. Spirit utama yang diusung UU Cipta Kerja adalah menarik investasi baru dan menciptakan lapangan pekerjaan termasuk di industri telekomunikasi nasional," papar Ketua Umum Apjatel Muhammad Arif dalam keterangannya, Senin, 1 Februari.

Perusahaan OTT atau dalam hal ini penyedia layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet. Seperti Netflix, Disney+ Hotstar dan layanan streaming online lainnya. 

Arif menjelaskan saat ini kemampuan operator telekomunikasi di Indonesia dalam membangun infrastruktur sangat terbatas dikarenakan sumber daya yang dimiliki penyelenggara telekomunikasi banyak tersita untuk memperbesar kapasitas jaringan dan content delivery network (CDN).

Selain itu, selama ini penyelenggara OTT global kerap berlindung dibalik konsep net neutrality atau prinsip penyedia jasa internet harus bersikap adil dengan semua penyedia konten internet

Di Amerika Serikat yang merupakan negara asal mayoritas penyelenggara OTT, Federal Communication Commission telah mencabut kebijakan net neutrality pada 11 Juni 2018.

Menurut Arif, pemerintah seharusnya tak perlu ragu untuk mewajibkan OTT global untuk bekerja sama dengan penyelenggara jaringan di Indonesia. Bentuk kerja sama tersebut bisa melalui sewa jaringan, sewa kapasitas atau investasi langsung.

Dengan kerja sama OTT global dengan penyelenggara jaringan, Arif optimistis hal tersebut dapat memberikan harapan baru untuk akselerasi dan peningkatan kualitas jaringan telekomunikasi di Indonesia.

"Saat ini penggelaran infrastruktur telekomunikasi di Indonesia belum merata. Pemerintah masih membutuhkan bantuan dari pelaku usaha untuk dapat menggelar infrastruktur telekomunikasi di seluruh Indonesia," lanjutnya.

"Sehingga diharapkan OTT global nantinya dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan infrastruktur telekomunikasi nasional. Tidak sekadar lewat saja di jaringan operator telekomunikasi, tanpa memberikan benefit yang signifikan bagi perekonomian nasional," kata Arif.

Arif menuturkan, banyak manfaat yang dapat diambil dari kewajiban OTT global untuk bekerja sama dengan penyelenggara jaringan di Indonesia. Dengan menyewa kapasitas dari penyelenggara jaringan, OTT global dapat meningkatkan kualitas layanan yang akan diberikannya kepada masyarakat Indonesia.

Keuntungan lainnya, lanjut Arif, adalah pemerintah berpotensi mengurangi defisit transaksi berjalan jika server OTT global tersebut ada di Indonesia. Sebab selama ini belanja bandwith internasional penyelenggara jaringan Indonesia cukup besar dan itu dibayar dengan mata uang dolar AS.

Manfaat lainnya yang dapat dipetik pemerintah dengan kewajiban kerja sama OTT global dengan penyelenggara jaringan adalah mempermudah pemerintah untuk menarik PPh atau pajak transaksi OTT. Sebab selama ini pemerintah kesulitan untuk menjaring PPh dan pajak transaksi yang dilakukan oleh OTT global.

Dengan kewajiban OTT kerja sama dengan penyelenggara jaringan, nantinya Menteri Keuangan akan dengan mudah menerbitkan peraturan mengenai perpajakan seperti PPh atau pajak transaksi kepada OTT

"Sehingga kewajiban OTT global bekerja sama dengan penyelenggara jaringan ini akan menguntungkan semua pihak termasuk OTT global, masyarakat dan pemerintah," ujar Arif.