Bagikan:

JAKARTA - Perusahaan perdagangan Jepang, Toyota Tsusho Corp  mengungkapkan keprihatinannya bahwa negara-negara seperti Chili mungkin akan melakukan lebih banyak langkah untuk membatasi ekspor mineral mentah seperti lithium. Hal ini dikemukkan oleh kepala keuangan perusahaan itu pada Kamis, 27 April.

Presiden Chili, Gabriel Boric, mengatakan pekan lalu bahwa ia akan menasionalisasi industri lithium negaranya, yang merupakan produsen logam terbesar kedua di dunia yang sangat penting dalam baterai kendaraan listrik, untuk meningkatkan perekonomiannya dan melindungi lingkungannya.

"Seperti yang terjadi di Chili, mungkin akan ada lebih banyak kasus pembatasan ekspor bahan mentah karena nasionalisme yang tumbuh di negara-negara berkembang," kata CFO Hideyuki Iwamoto dalam konferensi pers, dikutip Reuters.

Namun, perusahaan perdagangan ini, yang menyediakan beberapa bahan ke produsen mobil teratas Jepang, Toyota Motor Corp, percaya bahwa risiko bisnisnya dapat dikurangi dengan memproses mineral mentah seperti lithium secara lokal sebelum diekspor.

Toyota Tsusho, bersama dengan perusahaan tambang Australia Orocobre, memulai produksi karbonat lithium di sebuah tambang di dataran garam Olaroz di Argentina pada tahun 2014, dan memutuskan untuk meningkatkan kapasitas produksinya pada tahun 2018.

"Kami menghadapi kesulitan di Argentina karena inflasi yang tinggi, tetapi tidak ada masalah serupa (pembatasan ekspor) saat ini karena ini adalah industri ekspor," kata Iwamoto.

Harga lithium kelas baterai mencapai rekor tertinggi sebesar 85.000 dolar AS per ton (Rp1,2 miliar)  pada bulan Desember, tetapi telah merosot hampir 50% sejak saat itu. Harga tersebut masih relatif tinggi, sekitar dua kali lipat harga pada bulan Oktober 2021.

"Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, harga lithium telah berkurang separuh, tetapi harga saham perusahaan produsen lithium tidak turun, jadi kami mengharapkan harga lithium akan sedikit naik dari tingkat saat ini dalam jangka menengah hingga panjang," kata Iwamoto.