YouTube Cabut Larangan Saluran Donald Trump: <i>I'm Back!</i>
Youtube (Foto: Green Wish / Pexels)

Bagikan:

JAKARTA - YouTube baru saja mencabut larangan Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Sekarang, dia bisa kembali mengunggah kegiatannya di platform tersebut.

"Mulai hari ini, saluran Donald J. Trump tidak lagi dibatasi dan kemampuan untuk mengunggah konten baru dipulihkan,” ungkap wakil presiden Youtube untuk kebijakan publik, Leslie Miller.

“Kami dengan hati-hati mengevaluasi risiko berkelanjutan dari kekerasan dunia nyata, menyeimbangkannya dengan pentingnya menjaga kesempatan bagi pemilih untuk mendengar secara setara dari kandidat nasional utama menjelang pemilihan. Channel ini akan terus tunduk pada kebijakan kami, sama seperti channel lainnya di YouTube," imbuhnya.

Akun Trump sebenarnya tidak pernah dihapus dari Youtube. Karena dia melanggar kebijakannya dengan menghasut kekerasan, maka platform milik Google itu memberinya penangguhan dalam batas waktu yang tidak ditentukan.

Sejak saat itu, saluran yang memiliki 2,6 juta pelanggan tersebut tidak dapat mengunggah video baru, dan YouTube mengatakan akan mengizinkannya kembali ketika risiko kekerasan dunia nyata telah berkurang.

Trump yang sekarang akunnya kembali, terpantau VOI sudah mengunggah video pendek berjudul I'M BACK, dengan klip berisi penyataan singkatnya, "Maaf membuatmu menunggu. Bisnis yang rumit," ujar Trump.

Langkah YouTube mengikuti jejak raksasa jejaring sosial Meta yang telah memulihkan akun Trump di Facebook dan Instagram pada Januari lalu, dengan pagar baru.

Di Facebook, Trump memiliki 34 juta pengikut dan telah memposting yang sama dengan di YouTube, seperti dikutip dari SCMP, Sabtu, 18 Maret.

Sementara, akun Twitter-nya, yang memiliki 87 juta pengikut juga telah diaktifkan kembali oleh pemilik baru Elon Musk sejak November tahun lalu. Namun, dia belum mengunggah tweet sama sekali.

Diketahui, Trump dilarang di berbagai media sosial sejak memicu kerusuhan di mana para pendukungnya menyerbu Gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021, sebagai bentuk protes kekalahan pemilihannya dari Joe Biden.