Gunung Es Sebesar London Pecah di Antartika, Dampak Perubahan Iklim?
Gambar dari satelit menunjukkan gunung es yang pecah.(foto: dok. NASA)

Bagikan:

JAKARTA - Sebuah gambar dari satelit menunjukkan gunung es yang memiliki ukuran hampir sebesar kota London, pecah dari lapisan es di Antartika.

Menurut data dari Survei Antartika Inggris (BAS) yang diungkapkan awal pekan ini, blok seluas 1.550 km persegi telah terlepas dari Brunt Ice Shelf setebal 150 meter.

Retakan yang terus berkembang secara alami selama beberapa tahun terakhir itu, meluas ke seluruh lapisan es pada Minggu, 22 Januari. Mengakibatkan, gunung es baru terlepas dalam proses yang dijuluki seperti melahirkan.

"Gunung es itu pecah ketika retakan yang dikenal sebagai Chasm-1 meluas sepenuhnya melalui beting es" ungkap BAS.

Pemisahan ini merupakan kelahiran besar kedua dari daerah tersebut dalam dua tahun terakhir, dan telah terjadi satu dekade setelah para ilmuwan di BAS pertama kali mendeteksi pertumbuhan retakan besar di es.

Meski begitu, dikatakan BAS, perubahan pada Brunt Ice Shelf adalah proses alami, tanpa ada bukti perubahan iklim yang memainkan peran penting di sana.

Peristiwa ini bukan kali pertama, pada 2021 sebuah gunung es (sekarang dikenal sebagai A74) pecah dan sejak itu hanyut dari Brunt Ice Shelf ke laut Weddell.

Gunung es baru yang terbentuk di sepanjang garis Chasm-1 ini sedikit lebih besar dari A74. Diperkirakan akan mengikuti jalur A74 di Arus Pesisir Antartika sementara ahli glasiologi BAS akan melacak pergerakannya.

"Ahli gletser dan tim operasi kami telah mengantisipasi peristiwa ini," ujar Direktur BAS, Profesor Dame Jane Francis.

Untuk mempersiapkan terjadinya peristiwa melahirkan di masa mendatang, para ilmuwan mengukur diri es dan membandingkannya dengan citra satelit dari ESA, NASA, dan satelit Jerman TerraSAR-X.

"Semua data dikirim kembali ke Cambridge untuk dianalisis, jadi kami tahu apa yang terjadi bahkan di musim dingin Antartika, ketika tidak ada staf di stasiun, gelap selama 24 jam dan suhu turun di bawah minus 50 derajat C (atau -58F)," jelas Profesor Francis.

Antartika telah mengalami roller-coaster luas es laut selama beberapa dekade terakhir, berayun liar dari rekor tertinggi ke rekor terendah. Tidak seperti Arktik, di mana para ilmuwan mengatakan perubahan iklim mempercepat dampaknya, luas es laut Antartika sangat bervariasi.

Brunt Ice Shelf mungkin adalah rak es yang paling terpantau di Bumi. Jaringan 16 instrumen GPS mengukur deformasi es dan melaporkannya kembali setiap jam.

Citra satelit Badan Antariksa Eropa, TerraSAR-X, citra satelit Nasa Worldview, citra Landsat 8 AS, radar penembus tanah, dan rekaman drone di tempat sangat penting dalam memberikan dasar untuk peringatan dini perubahan pada Brunt Ice Shelf.

Data ini telah memberi ilmuwan sejumlah cara untuk mengukur retakan dengan presisi yang sangat tinggi. Selain itu, mereka juga menggunakan model komputer untuk memprediksi seberapa dekat beting es saat melahirkan anak.

Sebagai informasi dikutip dari Metro, Brunt Ice Shelf juga menampung Stasiun Penelitian Halley milik BAS. Tetapi, lokasi stasiun penelitian tidak terpengaruh oleh peristiwa melahirkan baru-baru ini.

Namun, struktur Brunt Ice Shelf rumit, dan dampak peristiwa melahirkan tidak dapat diprediksi. Melihat saat 2016, BAS berhati-hati dengan merelokasi Stasiun Riset Halley 23 km ke daratan, setelah Chasm-1 mulai melebar. 

Sejak 2017, staf berada di stasiun hanya selama musim panas Antartika (antara November hingga Maret). Saat ini 21 staf berada di stasiun bekerja untuk memelihara pasokan listrik dan fasilitas yang membuat eksperimen ilmiah beroperasi dari jarak jauh selama musim dingin. Pekerjaan mereka akan berlanjut hingga dikumpulkan dengan pesawat sekitar 6 Februari.