Penguin Menawarkan Beragam Petunjuk Tentang Perubahan Iklim di Antartika
Penguin gentoo. (Unsplash/Henrique Setim)

Bagikan:

JAKARTA - Mengintip melalui teropong dari perahu motor tiup yang terombang-ambing di perairan dingin, peneliti ekologi kutub Michael Wethington dan Alex Borowicz memindai singkapan berbatu di Pulau Andersson Antartika, untuk mencari cipratan guano merah-coklat yang mungkin menandakan koloni penguin di dekatnya.

Burung-burung telah menjadi jauh lebih dari sekadar simbol ikonik bumi selatan yang beku. Para ilmuwan sekarang menggunakannya sebagai indikator kunci, untuk memahami perubahan iklim di dekat Kutub Selatan, dengan wilayah barat tertentu seperti Semenanjung Antartika telah mengalami pemanasan yang cepat, sementara Antartika Timur tetap dingin dan tertutup es.

"Kami menghitung sarang penguin untuk memahami, berapa banyak penguin dalam satu koloni, menghasilkan anakan setiap tahun, dan apakah jumlah itu naik atau turun dengan kondisi lingkungan," terang Borowicz, dari Stony Brook University di New York, mengutip Reuters 1 Februari.

Bagi para peneliti iklim, tidak ada yang mudah di wilayah Antartika yang terpencil dan tertutup es. Tetapi, penguin lebih mudah dilacak daripada spesies lain, karena mereka bersarang di darat dan bulu hitamnya serta kotorannya dapat terlihat di hamparan putih.

penguin gentoo
Penguin gentoo. (Unsplash/Cornelius Ventures)

"Kita dapat menggunakan penguin sebagai bioindikator untuk melihat bagaimana ekosistem lainnya beroperasi," jelas Wethington, juga dari Stony Brook.

Penghitungan sederhana penguin individu di samping metode lain, seperti analisis citra satelit, menceritakan kisah yang bernuansa, dengan beberapa penguin dijuluki 'pemenang' karena perubahan iklim membuka habitat baru, sementara yang lain terpaksa mencari iklim yang lebih dingin.

Penguin Gentoo, dengan paruh merah-oranye cerah dan tanda putih khas di kepala mereka, sebagian dari perairan terbuka tanpa bongkahan es terombang-ambing.

Ketika suhu di Semenanjung Antartika mulai meningkat lebih cepat daripada hampir di tempat lain di dunia selama paruh kedua abad ke-20, populasi gentoo meluas ke selatan dalam apa yang oleh beberapa ilmuwan disebut "gentoofication" Antartika.

"Penguin Gentoo tidak menyukai es laut," ungkap David Ainley, ahli biologi dari perusahaan konsultan ekologi H.T. Harvey & Associates yang telah mempelajari penguin selama lebih dari 50 tahun.

"Mereka kebanyakan mencari makan di landas kontinen dan tidak pergi jauh ke laut," sambungnya.

penguin gentoo
Penguin gentoo. (Unsplash/Martin Wettstein)

Karena es laut telah berkurang di sepanjang sisi barat semenanjung, gentoo telah memanfaatkan kondisi yang ramah. Tetapi, kondisi yang sama lebih buruk bagi Adelies yang mengenakan tuksedo, yang bergantung pada es laut untuk berkembang biak dan mencari makan.

"Ketika kami menemukan penguin Adelie, kami biasanya tahu, es laut ada di dekatnya. Dan setiap kali kita melihat es laut menurun atau menghilang sama sekali, maka kita akan melihat populasi penguin Adelie menurun secara substansial," terang Wethington.

Meskipun penguin Adelie yang tersebar luas meningkat jumlahnya secara keseluruhan, beberapa populasi telah turun lebih dari 65 persen.

Pada ekspedisi Januari mereka ke wilayah tersebut, para ilmuwan Stony Brook menemukan koloni Adelie di sekitar Laut Weddell yang masih es, tetap stabil selama dekade terakhir.

"Semenanjung ini mungkin merupakan tempat yang aman, karena kita melihat kemajuan perubahan iklim dan pemanasan keseluruhan di seluruh dunia," sebut Wethington.

penguin gentoo
Penguin gentoo. (Unsplash/Jay Ruzesky)

Ada pun Heather Lynch, seorang ahli ekologi di Universitas Stony Brook yang membantu memimpin ekspedisi di atas kapal MV Arctic Sunrise, mengatakan temuan itu menyoroti nilai konservasi kawasan itu.

Pada tahun 2020, tim dari Survei Antartika Inggris menemukan 11 koloni penguin kaisar baru dari citra satelit, meningkatkan koloni penguin kaisar yang diketahui sebesar 20 persen.

Tapi sejak 2016, hampir setiap anak penguin telah mati di koloni Teluk Halley di sepanjang sisi timur jauh Laut Weddell, yang telah lama menjadi rumah bagi koloni penguin kaisar terbesar kedua di dunia, dengan sekitar 25.000 pasangan berkembang biak berkumpul setiap tahun.

Para ilmuwan menduga peristiwa El Nino 2016 mengubah dinamika es laut di daerah itu, dan mengkhawatirkan penguin karena perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan peristiwa El Nino.

Sementara, kematian anak-anak penguin itu bukan akibat langsung dari perubahan iklim, "ada aspek perubahan iklim dari kehilangan itu," kata Peter Fretwell, seorang ilmuwan informasi geografis di British Antarctic Survey.