Tim Ilmuwan India Temukan Spesies Tanaman Baru di Antartika, Bukti Perubahan Iklim Benar-Benar Terjadi
Bryum Bharatiensis nama spesies baru temuan ahli biologi dari Universitas Pusat Punjab di India. (foto: twitter)

Bagikan:

JAKARTA - Sekelompok buah tim ilmuwan dari India telah menemukan spesies tanaman baru di Antartika. Pada tahun 2017 tim ahli biologi Kutub ini menemukan spesies lumut saat menjelajahi benua yang tertutup es.

Bryum Bharatiensis adalah nama spesies baru yang diberikan oleh para ahli biologi dari Universitas Pusat Punjab di India. Selain berarti dewi belajar dalam agama Hindu, Bharati adalah nama salah satu stasiun penelitian Antartika India.

Proses identifikasi species ini sangat melelahkan. Butuh waktu lima tahun bagi para ilmuwan untuk memastikan bahwa spesies yang mereka temukan sebenarnya adalah penemuan baru. Journal of Asia-Pacific Biodiversity menerbitkan makalah peer-review yang menjelaskan penemuan ini.

Spesies hijau tua itu ditemukan di Larsemann Hills, menghadap ke Samudra Selatan, oleh Profesor Felix Bast, selama ekspedisi enam bulan yang dipimpin oleh para ilmuwan India. Itu adalah ekspedisi ke-36 di benua itu oleh para ilmuwan India. Situs ini dekat Bharati, salah satu stasiun penelitian paling terpencil di dunia.

“Dalam lanskap batu dan es, pertanyaan besarnya adalah bagaimana lumut bertahan hidup," kata Profesor Bast. Nitrogen sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, selain kalium, fosfor, sinar matahari, air, dan dengan 99 persen Antartika tertutup es, ini adalah penemuan yang membingungkan.

Di daerah penemuan itu penguin raja juga berkembang biak dalam jumlah besar. Lumut ini tampaknya sangat umum di sana, tumbuh subur di kotoran penguin yang kaya akan nitrogen. Karena kotoran tidak terurai dalam iklim ini, maka hal itu menjadikan keuntungan tambahan.

Dalam enam bulan musim dingin ketika tidak ada sinar matahari dan suhu turun hingga -76°C, para ilmuwan masih belum yakin bagaimana tanaman dapat bertahan hidup di bawah salju tebal, tanpa sinar matahari.

Mereka berpikir bahwa selama bulan-bulan yang sangat dingin, lumut kemungkinan akan mengering hingga hampir tidak aktif. Mereka kemudian berkecambah lagi pada bulan September ketika sinar matahari kembali muncul. Saat salju mencair, lumut kering kemudian menyerap air.

Para ilmuwan dari India mengurutkan DNA dari sampel tanaman setelah mengumpulkannya dan memeriksa bentuknya dibandingkan dengan tanaman lain selama lima tahun. Di Antartika, tanah yang ekstrem, sejauh ini terdapat lebih dari 100 jenis lumut yang telah diidentifikasi.

Selama ekspedisi, para ilmuwan melihat "bukti yang mengkhawatirkan" dari perubahan iklim. Gletser mencair, lapisan es mengandung celah, dan lapisan es yang mencair memiliki danau air glasial yang mencair di atasnya.

Prof Bast mencatat bahwa Antartika menjadi lebih hijau, dengan spesies tanaman beriklim sedang, yang sebelumnya tidak dapat bertahan hidup di permukaannya yang beku. Namun kini tumbuh subur di semua tempat. Ini menandakan sebuah perubahan iklim yang  patut dikhawatirkan.

Seorang ilmuwan terkemuka dan Rektor CUP, Prof Raghavendra Prasad Tiwari, mengatakan temuan bahwa penghijauan Antartika ini mengganggu.

“Beberapa mikroba patogen dapat muncul ketika es mencair akibat pemanasan global,” kata Profesor Prasad. "Kami tidak tahu apa yang ada di bawah lapisan es yang tebal."

Dalam empat dekade sejak India mendirikan stasiun penelitian pertamanya di benua itu, ini adalah penemuan pertama spesies tumbuhan. Awalnya, stasiun pertama didirikan pada tahun 1984, tetapi ditinggalkan pada tahun 1990 setelah terkubur oleh es. Dua stasiun tetap beroperasi sepanjang tahun - Maitri dan Bharati masing-masing didirikan pada tahun 1989 dan 2012.