Kepala Ilmuwan AI Meta Sebut ChatGPT Tidak Revolusioner, Kenapa?
Kepala ilmuwan AI Meta, Yann LeCun tidak terkesan dengan chatbot berbasis Kecerdasan Buatan (AI). (foto: dok. Meta)

Bagikan:

JAKARTA - ChatGPT milik OpenAI belakangan menjadi perbincangan hangat karena kehebatannya. Tetapi kepala ilmuwan AI Meta, Yann LeCun tidak terkesan dengan chatbot berbasis Kecerdasan Buatan (AI) itu.

Menurut LeCun, sistem AI berbasis data atau Model Bahasa Besar (LLM) seperti itu telah dibangun di masa lalu oleh banyak perusahaan dan laboratorium penelitian. Menegaskan, gagasan OpenAI sendirian dalam jenis pekerjaannya tidak akurat.

"Dalam hal teknik yang mendasarinya, ChatGPT tidak terlalu inovatif. Tidak ada yang revolusioner, meski begitulah persepsi publik. Hanya saja, Anda tahu, itu disatukan dengan baik, dilakukan dengan baik," ungkap LeCun saat diskusi secara online yang diselenggarakan oleh Collective Forecast pekan lalu.

Respon LeCun  tidak terduga, sementara  Meta memiliki program AI-nya sendiri dan telah membuat kemajuan yang kuat . Misalnya saja, AI terjemahan perusahaan tersebut dapat menangani 200 bahasa, termasuk beberapa yang diucapkan tetapi tidak memiliki bentuk tertulis.

"OpenAI sama sekali bukan kemajuan dibandingkan dengan lab lain. Bukan hanya Google dan Meta, tetapi ada setengah lusin startup yang pada dasarnya memiliki teknologi yang sangat mirip dengannya,” ujar LeCun.

"Saya tidak ingin mengatakan ini bukan ilmu roket, tapi ini benar-benar dibagikan, tidak ada rahasia di baliknya, jika Anda mau," tambahnya.

Belum lama ini dalam tweet-nya, LeCun menunjukkan dengan kata-kata penuh warna di mana LLM tidak mengakui kurangnya pengetahuan, alih-alih berhalusinasi detail yang tidak diketahui.

Dalam tweet sebelumnya, LeCun setuju dengan artikel New York Times yang mengatakan Meta dan Google enggan merilis solusi saingan mereka karena kemungkinan misinformasi dan konten beracun.

Ini poin yang wajar karena Meta adalah raksasa media sosial yang berada di bawah pengawasan pemerintah dan media, dengan tuduhan menyebarkan informasi yang salah di masa lalu. Mengingat relatif mudah untuk meyakinkan sebagian besar LLM untuk melewati protokol keamanan dan filter sosialnya, merilis LLM Meta terlalu cepat dapat menjadi bencana bagi perusahaan.

Meta sendiri menggunakan AI untuk penelitian lanjutan dan dalam jaringan media sosialnya untuk mendeteksi kesalahan informasi, dan Google telah membangun AI ke dalam mesin pencariannya selama bertahun-tahun.

Namun menurut laporan dari NYTimes, Google melihat ChatGPT sebagai ancaman bagi bisnis pencariannya dan telah berencana menyiapkan pesaing chatbot itu.

Laporan tersebut mengklaim CEO Google, Sundar Pichai, telah mendeklarasikan "kode merah" dan mempercepat pengembangan AI. Google diklaim akan mendemonstrasikan versi mesin pencarinya dengan fitur chatbot tahun ini dan mengungkap lebih dari 20 proyek yang didukung oleh AI, beberapa akan diluncurkan di konferensi I/O pada Mei tahun ini.

Menurut dokumen visual untuk proyek AI yang sedang dikerjakan Google, perusahaan mengembangkan alat pembuat gambar, versi AI Test Kitchen yang ditingkatkan (aplikasi yang digunakan untuk menguji prototipe), mode layar hijau bergaya TikTok untuk YouTube dan alat yang dapat menghasilkan video untuk meringkas klip lainnya.

Tersemat juga fitur berjudul Shopping Try-on, pembuat wallpaper untuk ponsel Pixel, dan tersedia alat berbasis AI yang dapat memudahkan pengembang untuk membuat aplikasi Android.

Dikutip dari Digital Trends, Kamis, 26 Januari, begitu pun dengan Microsoft yang juga memperluas kemitraan miliaran dolar nya dengan OpenAI. Perusahaan memang telah menjadi investor utama sejak 2019.

Microsoft berencana untuk menggunakan teknologi ChatGPT, Dall-E, dan Codex AI dari OpenAI untuk meningkatkan produknya. OpenAI secara eksklusif memanfaatkan jaringan komputasi awan Azure Microsoft.