Bagikan:

JAKARTA - Google telah menolak untuk mengubah hasil pencariannya untuk menampilkan lagu kebangsaan China, daripada lagu protes Glory to Hong Kong, ketika pengguna mencari lagu kebangsaan Hong Kong di mesin pencari Google. Kepala keamanan kota Hong Kong pada Senin, 12 Desember, mengungkapkan "penyesalan besar" atas keputusan tersebut.

Sementara perusahaan induk Google, Alphabet Inc, tidak segera menanggapi permintaan komentar. Perselisihan itu terjadi setelah polisi Hong Kong mengatakan mereka akan menyelidiki pemutaran lagu "Glory to Hong Kong" - lagu tidak resmi protes pro-demokrasi Hong Kong pada 2019, di final putra turnamen rugby ketujuh di Korea Selatan pada November lalu.

 "Glory to Hong Kong" ditulis pada tahun 2019, tepat ketika protes Hong Kong meletus menentang pengetatan kontrol China atas kota tersebut, dan dianggap oleh banyak demonstran di bekas jajahan Inggris sebagai lagu kebangsaan mereka.

Lagu itu dilarang pada tahun 2020 setelah China memberlakukan undang-undang keamanan nasional di kota pusat keuangan untuk menghukum apa yang Beijing definisikan sebagai pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing hingga ancaman seumur hidup di penjara.

Asosiasi Rugbi Asia menyalahkan "kesalahan manusia yang sederhana" karena memainkan lagu yang diunduh dari internet, bukan lagu kebangsaan yang benar. Istilah penelusuran teratas di Google untuk lagu kebangsaan Hong Kong saat itu adalah "Glory to Hong Kong".

Sekretaris keamanan Hong Kong, Chris Tang, mengatakan permintaan Google untuk mengganti lagu protes dengan lagu kebangsaan China karena istilah pencarian teratas ditolak, karena Google mengatakan hasil seperti itu dihasilkan oleh algoritme tanpa input manusia.

"Kami telah mendekati Google untuk meminta agar mereka menempatkan lagu kebangsaan yang benar di bagian atas hasil pencarian mereka, tapi sayangnya Google menolak," kata Tang dikutip Reuters.

"Kami sangat menyesal dan ini telah melukai perasaan orang-orang Hong Kong," tambah Tang.