JAKARTA – Michael Saylor dikenal sebagai pendukung Bitcoin. Dia juga adalah pendiri dan CEO perusahaan layanan analitik bisnis MicroStrategy. Namun, belum lama ini dia memutuskan untuk melepas jabatan CEO perusahaan.
Di sisi lain, MicroStrategy adalah perusahaan pemegang Bitcoin terbanyak. Perusahaan milik Michael Saylor itu memiliki 129.699 BTC berdasarkan laporan perusahaan.
Pengunduran diri Michael Saylor dari CEO MicroStrategy tidak berarti bahwa dirinya akan angkat kaki sepenuhnya dari perusahaan. Saylor akan tetap berada di perusahaan sebagai ketua eksekutif dewan.
Pengumuman mundurnya Saylor dari CEO perusahaan mencuat setelah perusahaan mengumumkan hasil keuangan kuartal kedua 2022. Dengan begitu, presiden dan mantan CFO MicroStrategy Phong Le diangkat menjadi CEO untuk menggantikan peran Saylor.
BACA JUGA:
Ini menandai pertama kalinya Saylor beralih dari peran bersamanya sebagai ketua dan CEO sejak mendirikan perusahaan pada tahun 1989.
Dalam sebuah pernyataan, Saylor menjelaskan bahwa melepaskan posisi CEO-nya akan lebih memungkinkan perusahaan untuk mengejar tujuannya mengembangkan bisnis perangkat lunaknya, dan memperoleh lebih banyak Bitcoin.
“Sebagai Ketua Eksekutif, saya akan dapat lebih fokus pada strategi akuisisi bitcoin kami dan inisiatif advokasi bitcoin terkait, sementara Phong akan diberdayakan sebagai CEO untuk mengelola operasi perusahaan secara keseluruhan,” kata Saylor, dikutip dari CryptoPotato.
Phong Le telah menjabat sebagai Presiden sejak Juli 2020 dan membantu memimpin implementasi strategi akuisisi Bitcoin MicroStrategy.
“Saya berharap dapat memimpin organisasi untuk kesehatan jangka panjang dan pertumbuhan perangkat lunak perusahaan kami dan strategi akuisisi bitcoin,” ujar Le.
Kendati terjadi peralihan pemegang pimpinan perusahaan, Le menegaskan bahwa MicroStrategy akan tetap memegang Bitcoin di bawah pengawasannya. Namun, jalannya hampir tidak mudah. Pada pengumuman pendapatan kuartal kedua, MicroStrategy mengalami biaya penurunan aset digital sebesar 917 juta dolar AS (sekitar Rp13,6 triliun) karena penurunan harga Bitcoin. Pada Q2 2021, perusahaan mengalami biaya penurunan nilai Bitcoin senilai 417 juta dolar AS (setara Rp6,2 triliun).