Bagikan:

JAKARTA - Penipuan dan scam kripto terus menarik para penjahat siber. Tak sedikit orang melaporkan kehilangan aset kripto mereka. Menurut laporan Federal Trade Commission (FTC) Amerika Serikat (AS), sejak awal 2021 terdapat lebih dari 1 miliar dolar AS setara Rp14,4 triliun kerugian akibat penipuan kripto.

Sementara itu, dari Januari 2021 hingga Maret tahun ini, lebih dari 46.000 orang mengajukan laporan penipuan terkait kripto pada FTC. Individu yang melaporkan kerugian dalam laporan itu adalah 2.600 dolar AS setara Rp37 ribuan.

Sebanyak 70 persen penipuan menggunakan Bitcoin sebagai metode pembayaran, diikuti oleh Tether (10 persen) dan Ether (9 persen). Ether adalah mata uang pilihan utama untuk Non-Fungible Token (NFT), pasar kripto yang relatif baru di mana penipu dan peretas berkembang pesat.

Penipuan investasi kripto merupakan jenis penipuan paling umum yang dilaporkan ke FTC, dengan kerugian sekitar 575 juta dolar AS setara Rp8,2 triliun. Biasanya penipuan tersebut menargetkan investor amatir dengan menjanjikan mereka pengembalian besar sebagai imbalan atas investasi awal.

“Penipu investasi mengklaim bahwa mereka dapat dengan cepat dan mudah mendapatkan keuntungan besar bagi investor. Tapi investasi kripto itu langsung masuk ke dompet scammer,” ungkap perwakilan FTC, Emma Fletcher dalam sebuah posting blog yang dikutip dari Engadget, Sabtu, 4 Juni.

Ada banyak cara yang dilakukan penjahat siber untuk melakukan penipuan, salah satunya dengan mengajak teman kencan mereka berinvestasi pada kripto. Ini dilaporkan memiliki total kerugian 185 juta dolar AS setara Rp2,6 triliun.

Banyak dari scammers ini menjangkau individu melalui media sosial atau aplikasi kencan. Jenis penipuan aplikasi kencan itu dikenal sebagai sembelih babi, di mana penjahat membangun hubungan palsu dengan korban untuk menipu mereka agar berinvestasi di kripto.

Penting untuk dicatat bahwa laporan FTC hanyalah gambaran kecil tentang seberapa banyak penipuan kripto yang benar-benar terjadi, karena agensi tersebut mengandalkan laporan langsung yang disampaikan oleh para korban.

FTC memperkirakan bahwa kurang dari 5 persen korban penipuan melaporkannya ke entitas pemerintah, dan kemungkinan jumlah yang lebih kecil melaporkannya ke FTC.

Ketika kripto menjadi lebih populer, jumlah penipuan juga meningkat. Analisis rantai platform Blockchain diperkirakan alamat-alamat terlarang itu menerima lebih dari 14 miliar dolar AS atau Rp202 triliun dalam bentuk kripto tahun lalu, hampir dua kali lipat jumlah pada 2020.