Bagikan:

JAKARTA - Penipuan investasi cryptocurrency adalah salah satu bentuk kejahatan siber yang paling meresahkan saat ini. Banyak orang yang tertarik dengan janji-janji keuntungan besar dari perdagangan mata uang digital, tetapi tidak menyadari bahwa mereka sedang menjadi sasaran empuk para penipu.

Para pelaku penipuan biasanya memanfaatkan kepercayaan dan ketidaktahuan korban untuk menguras uang mereka melalui platform kripto palsu, dompet, dan akun palsu. Salah satu contoh kasus penipuan investasi cryptocurrency yang baru-baru ini telah diungkapkan oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ).

DOJ mengumumkan bahwa mereka telah berhasil menyita aset kripto senilai lebih dari 112 juta dolar AS (setara Rp1,6 triliun) yang terkait dengan penipuan investasi cryptocurrency. Penyitaan ini dilakukan setelah DOJ mendapatkan perintah untuk menyita dari hakim di tiga negara bagian, yaitu Arizona, California, dan Idaho.

Menurut dokumen pengadilan, para penipu menjalin hubungan jangka panjang dengan korban yang mereka temui secara online, biasanya melalui media sosial atau situs kencan. Mereka kemudian memikat korban untuk melakukan investasi di platform perdagangan cryptocurrency palsu yang diklaim dapat memberikan keuntungan tinggi.

Setelah korban mengirimkan uang mereka, para penipu menghilang dan mengalihkan dana tersebut ke dompet dan akun crypto yang berbeda untuk mencuci uang hasil kejahatan mereka.

DOJ menyatakan bahwa mereka telah mengidentifikasi enam akun crypto yang diduga digunakan oleh para penipu dan konspirator mereka. Akun-akun ini berisi berbagai jenis mata uang digital, seperti Bitcoin, Ethereum, Tether, dan lain-lain. DOJ berhasil membekukan aset-aset tersebut dan berencana untuk mengembalikannya kepada korban yang terdampak.

Penipuan investasi cryptocurrency merupakan masalah serius yang merugikan banyak orang. Menurut data dari Pusat Keluhan Kejahatan Internet FBI (IC3), penipuan investasi menyebabkan kerugian tertinggi dibandingkan penipuan lain yang dilaporkan oleh masyarakat pada tahun 2022, dengan total kerugian mencapai 3,31 miliar dolar AS atau sekitar Rp49,6 triliun seusuai alat tukar saat ini.

Penipuan kripto merupakan mayoritas dari penipuan tersebut, meningkat 183 persen dari tahun 2021 menjadi 2,57 miliar AS (Rp38,3 triliun) dalam kerugian yang dilaporkan tahun lalu. Mayoritas pelapor berasal dari korban yang berusia antara 30 hingga 49 tahun.

DOJ mengatakan bahwa organisasi kriminal internasional melakukan tindakan  penipuan atau scamming dengan berkedok keahlian teknologi untuk menipu warga Amerika dari dana yang telah mereka peroleh dengan susah payah.

Pihak berwajib menyatakan bahwa mereka akan terus menggunakan semua alat yang ada untuk mengganggu dan mencegah skema penipuan cryptocurrency melalui analisis blockchain dan menargetkan infrastruktur yang digunakan oleh para penipu.

Penipuan investasi cryptocurrency adalah ancaman nyata bagi semua orang yang tertarik dengan dunia mata uang digital. Oleh karena itu, penting untuk selalu waspada dan berhati-hati sebelum melakukan investasi apapun.

Selalu lakukan riset dan verifikasi terhadap platform, dompet, dan akun yang digunakan. Jika merasa curiga atau ragu, segera laporkan kepada pihak berwenang atau lembaga perlindungan konsumen. Dengan begitu, kita dapat melindungi diri kita sendiri dan orang lain dari penipuan investasi cryptocurrency.