Mau Ngerock <i>Kek</i>, Ngeblues <i>Kek</i>, Ngepop <i>Kek</i>, Benyamin Tetap Betawi
Benyamin Sueb (Sumber: Commons Wikimedia)

Bagikan:

JAKARTA - Benyamin Sueb adalah seniman legendaris Indonesia. Dalam peta dunia hiburan Tanah Air, Benyamin dikenal sebagai seniman serba bisa. Selain aktor, Benyamin dikenal sebagai musisi komplet.

Lewat sentuhan gambang kromong khas betawi, Benyamin melantun lagu. Bukan cuma itu. Segala bentuk genre musik telah dijajal oleh Benyamin. Karakter lagunya yang apa adanya, jenaka, dan nyentrik punya kesan mendalam. Lebih lagi, tiap lagunya sering disisipi pesan moral, terutama soal wajah Jakarta. Itulah mengapa Benyamin dijuluki "Sang Biang Kerok".

Bermusik, bagi Benyamin yang lahir di Kampung Utan Panjang, Kemayoran, 5 Maret 1939, bukan barang baru. Pria yang akrab disapa Bang Ben sehari-hari hidup di tengah keluarga seniman. Itu yang menjadikan Bang Ben akrab dengan musik sedari kecil.

Bakat Bang Ben di musik bahkan mulai terlihat saat membentuk grup musik yang alat musiknya terbuat dari barang bekas –-drum minyak, kaleng biskuit, kotak obat— bersama abang-abangnya. Tak lama setelah itu Bang ben bergabung dengan grup musik Melodi Ria.

Bakat Bang Ben makin hari makin terasah. Ditulis Ludhy Cahyana dan Muhlis Suhaeri dalam buku Benyamin S: Muka Kampung Rezeki Kota (2005), jauh sebelum menjadikan musik khas Betawi sebagai identitas, seniman serba bisa itu sempat bermain dengan dedengkot jazz Indonesia, termasuk Jack Lesmana dan Bill Saragih.

Kala itu, Bang Ben saban hari manggung di ragam tempat di Ibu Kota. Bang Ben bahkan pernah mentas di hotel legendaris Jakarta yang kini tiada, Des Indes. Lebih lengkap mengenai Des Indes pernah kami bahas lewat artikel "Romansa Des Indes sebagai Hotel Terbaik di Belahan Timur".

Hotel Des Indes (Sumber: Commons Wikimedia)

Jam terbang di masa-masa itu membuat Bang Ben makin akrab dengan banyak lagu pop barat dan Belanda. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Pelarangan lagu “ngak-ngik-ngok” oleh Presiden Soekarno pada 1965 jadi titik balik Bang Ben dalam bermusik. Bang Ben yang awalnya jarang membawa lagu berbahasa Indonesia, akhirnya putar otak. Sempat pula dirinya menyanyikan lagu-lagu keroncong, meski tak begitu disukai pengunjung.

“Pencarian Ben terhadap bentuk ekspresi seni yang sesuai dengannya memang tidak pernah terhenti hanya pada suatu warna musik tertentu saja. Di satu sisi dia sangat memperhatikan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Namun di sisi yang lain, dia juga tidak mau terseret arus, latah membawakan segala jenis musik yang sedang laku di pasaran, seperti misalnya lagu pop. Apa lagi, musik pop Indonesia saat itu menurutnya dari hari ke hari sudah tidak punya pijakan lagi,” ujar Wahyuni dalam buku Kompor Mleduk Benyamin S (2007).

Setelah itu Bang Ben berkali-kali memacu kreativitas. Bang Ben kemudian memilih musik Betawi, gambang kromong. Bukan pakem gambang kromong biasa. Bang Ben mengasimilasikannya dengan instrumen musik barat.

Bak gayung bersambut, langkahnya mengasimilasi gambang kromong membuat seni Betawi naik kelas lewat lagu ciptaannya, Nonton Bioskop. Lagu yang dinyanyikan seniman Bing Slamet pada 1968 kemudian jadi pembuka jalan eksistensi Bang Ben di belantika musik Tanah Air.

“Kalau tak ada larangan Bung Karno, saya barang kali tidak akan menjadi penyanyi lagu-lagu Betawi,” ungkap Bang Ben.

Musisi serba bisa

Benyamin Sueb (Twitter/@biem_benjamin)

Dalam perjalanannya, imej Bang ben sebagai seniman Betawi makin kesohor. Bang Ben tampak tak tergoda menyanyikan lagu, selain dengan gaya dan lagu Betawi. Budayawan Betawi, Masykur Isnan mengatakan, boleh jadi irama yang dimainkan Bang Ben musik rock, tapi syairnya tetap Betawi.

Pun hal yang sama saat membawakan lagu berirama Melayu. Gayanya tetap Betawi. Saking kreatifnya, Bang Ben dikenal aktif memasukkan unsur musik lain --blues, soul, funk, rock, rap, hingga keroncong-- ke dalam lagu-lagu gambang kromong versinya, tanpa sekalipun kehilangan jati diri seorang Benyamin.

Masykur Isnan menambahkan, tak ada yang tabu dengan asimilasi musik bagi Bang Ben. Semua diterabas. Orang yang mendengar lagu Benyamin akan merasa dibebaskan. Buahnya, pendukung bahasa Betawi dan gambang Kromong menjadi meningkat. Budaya betawi jadi dikenal se-Indonesia, bahkan dunia.

“Bang Ben adalah legenda. Ia juga musisi yang jujur, cerdas, spontan, dan jenius di tanah air. Musikalitasnya tinggi dan mumpuni. Itu dibuktikan dengan kemampuannya bermain banyak genre. Kejeliannya melihat pasar menjadikan karyanya begitu mudah diterima khalayak. Hal lain yang membuatnya menjadi istimewa adalah Bang Ben mampu membawa seni gambang kromong Betawi naik kelas dan disukai khalayak. Tentu pencapaian dalam bidang musik ini tak mudah, dan baru beliau saja (anak Betawi) yang mampu,” pungkas Masykur Isnan kepada VOI, Selasa, 9 Maret.

Rumusan yang membuat lagu-lagu jenaka Bang Ben cepat diterima khalayak tak kalah menarik. Ide penulisan Bang Ben bisa didapat dari mana saja. Dari gambaran realita sehari-hari hingga isu-isu populer yang berkembang di zamannya. Nuansa itu dapat terlihat dari kekasaran lirik dan irama yang mainkan.

Kemudian, mereka yang mendengarkan akan merasakan lagu-lagu Bang Ben begitu jujur menyampaikan realita. Secara kebetulan pula, genre musik lain yang Bang Ben bawakan seolah-olah berjodoh dengan budaya Betawi yang nyablak tersebut.

Benyamin Sueb (Sumber: Commons Wikimedia)

“Dengan mengandalkan segi-segi wajar dalam lagu-lagu itu, kemudian Benyamin mencoba menitipkan sedikit pesan moral. Dengan gaya spontannya, ia berusaha menyentil kenyataan yang timpang sehari-hari. Dalam sekapur sirih Muka Kampung Rezeki Kota, Remy Sylado menulis, nyanyian-nyanyian Bang Ben merupakan ikhtisar sosial tentang Jakarta: jago kampung, ondel ondel, kompor meleduk, copet, selebor, dan lain-lain,” tulis Nurdin Kalim dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Potret Benyamin Apa Adanya (2005).

Lebih lengkap terkait pesan moral dalam lagu-lagu Benyamin Sueb telah kami ulas dalam tulisan “Kritik Jenaka Benyamin Sueb pada Nafsu Pembangunan”.

Buntutnya, kesuksesan Benyamin mulai banyak menginpirasi generasi muda Betawi lain. Mereka berkarya tanpa batas namun anti meninggalkan identitas Betawi. Beberapa di antaranya ada yang mengikuti logat, nyablak, hingga lagak Bang Ben saat tampil di panggung. Tapi, sulit menyaingi kepopuleran dan eksistensi dari pemilik celotehan "Tukang Insinyur."

“Benyamin yang semasa hidupnya telah menetaskan sekitar 70 album rekaman, juga berduet dengan banyak artis mulai dani Rossy, Rita Zahara, Lilies Suryani, Ida Royani, Inneke Kusumawati, Herina Effendi, Bing Slamet, Eddy Sud, Eus Dadiah, Maryantje Mantauw, dan banyak lagi. Siapa pun tak akan memungkiri bahwa Benyamin Sueb Si Biang Kerok adalah penghibur sejati. Benyamın memang gak ade duanye, persis seperti lagu yang dirulisnya, Si Jampang.” tertulis dalam buku Musisiku (2008).

MEMORI Lainnya