JAKARTA - Sedari dulu, peran Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) amat vital. Dalam arti lebih filosofis, nyawa seorang kepala negara jadi tanggung jawab mereka. Paspampres diisi prajurit terpilih dari berbagai bidang. Di zaman Soekarno, Paspampres jauh lebih dari itu. Paspampres adalah penjaga mood Soekarno. Bung Karno bahkan punya korps musik beranggotakan Paspamres. Band itu dinamai Asal Bapak Senang (ABS).
Selama menjadi presiden, kebutuhan Bung Karno akan hiburan cukup tinggi. Menjadi presiden, kata Bung Karno adalah pekerjaan yang cenderung membuat orang lekas tua. Soekarno mengatakan, tanpa hiburan sejatinya manusia akan dibinasakan oleh kehidupan. Sedikit nyanyian dan tarian lenso jadi kegemaran Bung Karno. Tak sendirian. Bung Karno kadang bersenandung bersama ajudan pribadi, juga Paspamres. Dari situlah Bung Karno terlihat sebagai seorang periang dan suka berkelakar.
“Umurku sudah 64 tahun. Menjadi presiden adalah pekerjaan yang membikin orang lekas tua. Dan kalau orang menjadi tua, tentu tidak baik bagi seseorang. Karena itu, sesekali aku harus lari dari keadaan ini, supaya aku dapat hidup seterusnya. Banyak kesenangan-kesenangan yang sederhana telah dirampas dariku. Misalnya, di masa kecilku aku telah mengelilingi Pulau Jawa dengan sepeda. Sekarang perjalanan semacam itu tidak dapat kulakukan lagi. Karena tentu tidak sedikit orang yang akan mengikutiku,” cerita Bung Karno dikutip Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965).
Guna mendukung kebutuhannya akan hiburan, Bung Karno membentuk satu korps khusus yang dapat bernyanyi, menari, dan memainkan alat musik. Setiap acara ramah-tamah, di mana pun itu, Bung Karno selalu memboyong satu tim anggota Paspamres --kala itu bernama Detasemen Kawal Pribadi (DKP)— untuk memainkan musik cha-cha. Ajudan pribadinya, Bambang Widjanarko membenarkan.
Bambang mengatakan banyak kecocokan antara DKP dan Bung Karno saat itu. DKP kebetulan suka bermain musik dan memang memiliki peralatan musik, meski sederhana. Pada awalnya mereka hanya manggung untuk menghibur diri di asrama bersama teman dan keluarga. Keterampilan mereka sampai ke telinga Bung Karno. Tiap Bung Besar ada hajatan, jadilah kelompok musik dari DKP yang terpilih sebagai pelipur lara.
“AKBP Mangil Martowidjojo, Komandan DKP, yang telah mengikuti Bung Karno sejak di Yogyakarta tahun 1948, terpaksa memerintahkan anak buahnya untuk juga menggunakan peralatan musik kepunyaannya untuk bermain di Istana Jakarta dan Bogor. Bila Bung Karno pergi ke daerah lain, di luar Jakarta-Bogor, anggota tim ini selalu dibawa serta, di samping melaksanakan tugas pokok menjaga keamanan presiden juga senantiasa siap bila sewaktu-waktu Bung Karno menghadiri acara sambil melantai,” ujar Bambang Widjanarko dalam buku Sewindu Dekat Bung Karno (1988).
Tiap musik dimainkan, Bung Karno terus mengajak para hadirin melantai bersama. Di depan mikrofon anggota DKP secara bergantian menyanyi sembari membawakan lirik asli atau syair-syair lain karangan sendiri. Lebih lagi, dalam situasi tertentu mereka dituntut dengan cepat merangkum pantun-pantun. Tujuannya untuk mengharmonisasikan pantun-pantun menjadi tembang-tembang lezat.
Tercetuslah Asal Bapak Senang
Pada satu waktu, anggota korps musik merasa bosan dengan terus menyanyikan lagu yang amat monoton. Saat itu mereka memang terus membawakan satu irama cha-cha dalam waktu dua sampai tiga jam, tanpa jeda. Improvisasi kadang dilakukan oleh anggota korps musik. Namun, improvisasi itu justru ditentang Bung Karno, hingga mereka kembali memainkan kembali musik cha-cha. Komandan DKP, Mangil lalu memberi petuah agar anggotanya tetap semangat. Mangil berucap: Ah, Sudahlah! Layani saja kehendak bapak, asal senang.
“Tak salah lagi, band pengiring itu pun bernama Band ABS (Asal Bapak Senang) yang terdiri dari para polisi pengawal pribadi Presiden. Band ABS memang bertugas melayani Bung Karno dalam berbagai acara santai. Mereka giat mempelajari lagu-lagu yang disukai Bung Karno. Alat-alat musik yang mereka pakai lumayan lengkap. Pembentukan band atau tim kesenian itu atas inisiatif Mangil Martowidjojo, Komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Resimen Cakrabirawa dan Iskandar Winata, perwira polisi,” ungkap Herry Gendut Janarto dalam buku Karlinah Umar Wirahadikusumah: Bukan Sekadar Istri Prajurit (2010).
Sekalipun istilah itu demikian populer di kalangan DKP, pejabat, hingga mahasiswa, Bung Karno sendiri tampak tak memahami arti dari ABS. Suatu ketika, usai pertemuannya dengan ratusan mahasiswa, Bung Karno tampak menghadiri acara ramah-tamah. Setelahnya, Bung Karno memberikan isyarat kepada ajudan pribadinya. Bambang Widjanarko pun memanggil korps musik kesayangan Bung Karno supaya segera menghibur.
Dengan suara agak keras, Bambang Widjanarko berkata “Ayo ABS bersiap, kita segera mulai.”
Bung Karno bertanya “Mbang, apa itu ABS?”
Bambang menjawab “O, itu hanya nama bandnya pak Mangil saja, pak.”
Bung Karno bergeming. Bung Karno, kata Bambang mungkin sampai wafatnya tetap tidak mengetahui terkait nama ABS. Sebaliknya, kepada korps musik itu, Bung Karno malah memberi nama yang berbeda. Bung Karno menyebut kelompok musik penghiburnya dengan nama Brul-Apen, yang memiliki arti harfiah monyet-monyet yang terus mengeram dan cocowetan tiada henti. Kendati demikian, pada hakikatnya istilah tersebut tak memuat unsur apa-apa.
“Istilah tersebut suci murni, tidak mengandung muatan politik sedikit pun. Band kami menjadi tersohor karena singkatan ini. Satu-satunya band yang dapat mengikuti kehendak Bung Karno hanya band polisi pengawal pribadi Sukarno,” kata Mangil Martowidjojo dalam buku Kesaksian tentang Bung Karno, 1945-1967 (1999).
Kelompok musik ABS memang tak lagi eksis. Tapi kiprah ABS layak dikenang. Sebagai bentuk bahwa Paspamres tak sepenuhnya kaku dengan tugas utama menjaga keselamatan presiden. Paspamres memiliki sisi lain, termasuk menghibur presiden dengan memainkan tembang andalan. Salah satunya dengan membawakan tembang cinta rekaan Bung Karno untuk seorang gadis cantik bernama Haryati. Berikut penggalan liriknya.
Haryati ... dikau mawar asuhan rembulan
Haryati … dikau gemilang seni pujaan
Dosakah mimpi berkasih dengan tuan ujung jarimu ku cium mesra tadi malam
Dosakah hamba memuja dikau dalam mimpi
Hanya... dalam mimpi.