JAKARTA - Pada 27 Juli 1996, sebuah panggilan 911 anonim memperingatkan sebuah bom akan meledak di Centennial Olympic Park di Atlanta, Amerika Serikat (AS). Di tempat itu Olimpiade 1996 sedang berlangsung.
Penelepon berkata, "Ada bom di Centennial Park. Anda punya waktu 30 menit." Panggilan itu kemudian dipastikan dilakukan dari telepon umum di dekat area tersebut.
Sekitar 22 menit kemudian, sebuah bom pipa seberat 40 pon atau sekitar 18 kilogram meledak. Pengeboman menewaskan seorang ibu yang membawa putrinya dan melukai lebih dari seratus orang lain, termasuk juru kamera Turki yang terkena serangan jantung karena ledakan.
Dalam beberapa hari seorang penjaga keamanan bernama Richard Jewell diselidiki atas kejahatan tersebut. Mengutip Law Library-American Law and Legal Information, sebelum bom meledak Richard Jewell membantu memimpin evakuasi yang membatasi korban kematian.
'Pahlawan yang tersangka'
Kepahlawanan Jewell dipuji secara luas. Namun dalam tiga hari, FBI mencurigai Jewell sebagai tersangka.
FBI mencurigai Jewell setelah melakukan sebelas wawancara. FBI berteori Jewell menanam bom untuk dilihat sebagai pahlawan.
Teori itu bocor ke pers. Atlanta Journal-Constitution menerbitkan edisi tambahan pada 30 Juli berjudul Tersangka 'Pahlawan' Mungkin Menanam Bom.
Tuduhan terhadap Jewell bertambah dengan adanya laporan bahwa Jewell mencari publisitas untuk kepahlawanannya. Pada program berita malam NBC, pembawa acara Tom Brokaw menyatakan FBI 'mungkin' memiliki cukup bukti untuk menangkap dan mengadili Jewell.
Penyelidikan berlangsung selama tiga bulan. Selama penyelidikan tersebut, Jewell jadi sasaran dua tuntutan hukum oleh para penyintas pengeboman, yang kemudian diberhentikan.
Jewell mempertahankan ketidakbersalahannya. Jewell mencoba membersihkan nama dengan menunjukkan ia tidak mendekati media untuk mencari perhatian.
Status hukum dianulir
Pada 26 Oktober 1996, FBI menetapkan Jewell bukanlah tersangka pengeboman. Jewell muncul di konferensi pers, di mana dia menyatakan telah menghabiskan 88 hari hidup dalam ketakutan.
Jaksa AS di Atlanta, Kent Alexander mengirim surat kepada Jewell yang mengatakan "berdasarkan bukti yang dikembangkan hingga saat ini ... Richard Jewell tidak dianggap sebagai target investigasi kriminal federal atas pengeboman pada 27 Juli, 1996, di Centennial Olympic Park di Atlanta."
Surat itu tidak menyatakan permintaan maaf. Tetapi dalam pernyataan terpisah yang dikeluarkan oleh Alexander, Departemen Kehakiman AS menyesalkan bocornya penyelidikan tersebut.
Pernyataan yang dikeluarkan secara terpisah mengatakan Jewell "mengalami publisitas yang sangat tidak biasa dan intens, yang tidak dirancang atau diinginkan oleh FBI, dan pada kenyataannya mengganggu penyelidikan."
Surat tersebut juga mengatakan, "Publik harus mengingat bahwa Richard Jewell tidak pernah didakwa dengan kejahatan apa pun sehubungan dengan pengeboman itu dan properti yang disita berdasarkan surat perintah penggeledahan yang disahkan oleh pengadilan telah dikembalikan."
The New York Times melaporkan bahwa pernyataan itu "sangat tidak biasa" karena "itu adalah pengakuan tidak langsung pejabat Federal bahwa mereka salah dalam kecurigaan terhadap Jewell."
Permintaan maaf atas salahnya FBI dalam menentukan tersangka tidak pernah benar-benar disampaikan. Bahkan pada konferensi pers yang digelar Juli 1997, ketika Jaksa Agung AS Janet Reno menyatakan penyesalan pribadinya.
Lagi-lagi Reno hanya menyesal atas kebocoran yang menyebabkan publisitas tinggi terhadap Jewell. Dia berkata, "Saya sangat menyesal itu terjadi. Saya pikir kita berutang permintaan maaf padanya. Saya menyesali kebocoran itu."
Pelaku sebenarnya
Pelaku sesungguhnya yang belum tertangkap bebas melakukan pengeboman di berbagai titik. Mengutip History, pada 16 Januari 1997, dua bom meledak di sebuah klinik medis di Atlanta yang melakukan aborsi.
Bom itu melukai tujuh orang. Pada Februari di tahun yang sama, sebuah bom meledak di sebuah klub malam lesbian di Atlanta dan melukai empat orang.
Pada 29 Januari 1998, sebuah bom meledak di klinik kesehatan wanita di Birmingham, Alabama. Bom itu menewaskan seorang penjaga keamanan dan melukai seorang perawat secara kritis.
Rangkaian pengeboman tersebut dilakukan pelaku yang sama dengan pengeboman Olimpiade Atlanta 1996. Dia adalah Eric Rudolph.
Rudolph pertama kali diketahui sebagai tersangka pengeboman Birmingham setelah saksi melaporkan melihat truk pikapnya di dekat klinik. Pihak berwenang kemudian meluncurkan perburuan besar-besaran di North Carolina, di mana Rudolph terlihat menimbun persediaan.
Pada Februari 1998, Rudolph secara resmi didakwa sebagai tersangka dalam pengeboman Birmingham. Pada Maret 1998, saudara laki-laki Rudolph, Daniel, memotong tangannya.
Hal itu ia lakukan untuk memprotes apa yang dia lihat sebagai perlakuan buruk terhadap Eric oleh FBI dan media. Pada Mei di tahun yang sama, Rudolph dimasukkan ke dalam daftar Sepuluh Buronan Paling Dicari FBI.
Hadiah 1 juta dolar AS ditawarkan untuk penangkapannya. Pada Juli, seorang pemilik toko makanan kesehatan Carolina Utara melaporkan Rudolph telah mengambil makanan dan persediaan selama enam bulan darinya, meninggalkan 500 dolar AS sebagai gantinya.
Pada 31 Mei 2003, setelah lebih dari lima tahun menjadi buronan, Rudolph ditangkap oleh petugas polisi yang menemukannya sedang menggali toko kelontong Dumpster di Murphy, North Carolina. Pada 8 April 2005, hanya beberapa minggu sebelum persidangannya dijadwalkan dimulai, Departemen Kehakiman mengumumkan bahwa Rudolph akan segera mengaku bersalah atas tuduhan terhadapnya dalam empat pengeboman.
Rudolph kemudian dijatuhi hukuman empat hukuman seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat. Rudolph dikirim ke penjara federal supermax di Florence, Colorado.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH DUNIA atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.