JAKARTA - Pada 28 April 2001, multi-jutawan asal Amerika Serikat (AS), Dennis Tito jadi turis luar angkasa pertama di dunia. Dia membayar 20 juta dolar AS untuk pengalaman tujuh hari berada di luar angkasa.
Tidak semudah itu Tito bisa berwisata di luar angkasa. Badan antariksa AS NASA sempat menolak membawa Tito dengan alasan bahwa dia bukan astronot terlatih. Akhirnya, Rusialah yang memfasilitasi perjalanan tersebut.
Terbang ke luar angkasa adalah mimpi seumur hidup yang hampir tertunda. Mengutip Space.com, Tito menghasilkan jutaan dolar di dunia keuangan. Tito pernah jadi insinyur di Jet Propulsion Laboratory NASA dan jadi penggemar luar angkasa sejak dia masih remaja.
"Impian saya adalah terbang ke luar angkasa sebelum saya mati," kata Tito.
"Dan pada dasarnya saya menemukan tujuan seumur hidup itu sekitar waktu penerbangan Yuri Gagarin."
Di awal 2000, Tito mulai berupaya mewujudkan mimpinya. Dia, yang saat itu hampir berusia 60 tahun, merasa peluangnya untuk pergi ke luar angkasa hampir habis.
Penerbang antariksa pemula tertua pada saat itu adalah astronot NASA Deke Slayton, yang pertama kali berhasil mengorbit pada 1975 di usia 51 tahun. "Jadi saya sedang melewati bukit, saya pikir 'sekarang atau tidak sama sekali.'"
Pada Juni 2000, Tito menandatangani kesepakatan dengan sebuah perusahaan bernama MirCorp untuk mengendarai Soyuz ke stasiun luar angkasa Mir Rusia. Namun, rencana tersebut gagal pada Desember 2000. Saat itu Rusia mengumumkan bahwa mereka berencana untuk mengoperasikan stasiun luar angkasa yang sudah tua.
Tak terpengaruh, Tito segera membuat rencana lain. Dia menandatangani kontrak dengan Space Adventures, yang menjadi perantara penerbangan April 2001 ke Stasiun Luar Angkasa Internasional, lagi-lagi dengan Soyuz. Stasiun tersebut adalah proyek yang relatif baru pada saat itu, baru saja memulai operasi perakitan pada November 1998.
Dipersulit NASA
Rusia setuju menerima bayaran dari Tito dan menawarinya tempat duduk di Soyuz. Tetapi, mitra lainnya, terutama dari NASA dan badan antariksa Kanada, Eropa dan Jepang tidak begitu senang.
Mereka memberi tahu Rusia bahwa mereka "merekomendasikan" agar misi Tito tidak dilakukan. Pejabat NASA mengatakan pada prinsipnya mereka tidak keberatan dengan kehadiran orang lain yang membayar untuk mengorbit.
Mereka hanya berpikir pelatihan Tito tidak akan cukup pada April, yang menurut mereka adalah masa operasi stasiun yang rumit dan krusial. Tito juga berpikir, mungkin usianya yang juga menjadi faktor mengapa keinginan itu sulit diwujudkan.
"Jika Anda sudah tua, serangan jantung terjadi, stroke terjadi, apa pun."
"Dan apa yang akan mereka lakukan, mengangkut mayat kembali ke Bumi? Itu akan sangat memalukan bagi mereka, dan traumatis."
Meski demikian, Tito tetap melanjutkan pelatihannya. Dia melanjutkan pelatihannya di kompleks Star City di luar Moskow, tempat kosmonot telah bersiap untuk penerbangan sejak zaman Gagarin. Tito menghabiskan sebagian besar waktu di sana, bekerja keras dalam kebingungan.
"Itu tidak mudah."
"Saya harus berada di Rusia selama delapan bulan tanpa benar-benar tahu apakah saya akan terbang atau tidak."
Akhirnya, ketekunan Tito membuahkan hasil. Meski NASA masih merasa keberatan, Tito tetap meluncur pada 28 April 2001, menjadi orang ke-415 yang pernah mencapai luar angkasa.
Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada 2011, Tito mengatakan semua drama dan kesulitan adalah bagian dari masa lalu yang tidak lagi ia pikirkan. Apalagi NASA justru berbalik dengan mendukung enam wisatawan luar angkasa untuk terbang.
"Dukungan mereka lebih kuat dari yang pernah saya impikan atau harapkan."
"Jadi intinya adalah, saya tidak punya apa-apa selain hal-hal baik untuk dikatakan tentang NASA."
Tito berhasil mengorbit, menghabiskan sekitar tujuh hari di stasiun luar angkasa sebelum kemudian mendarat di Kazakhstan pada 6 Mei 2001. Misinya memiliki dampak yang bertahan lama, menginspirasi berbagai investasi dan aktivitas luar angkasa swasta.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH DUNIA atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.