Bagikan:

JAKARTA - Pada 26 Juli 1922, penyair Indonesia, Chairil Anwar lahir ke dunia ini. Chairil Anwar adalah legenda sastra Indonesia. Namanya tak pernah mati dan telah memberi pengaruh besar pada dunia sastra Indonesia.

Orang tua Chairil Anwar berasal dari Payakumbuh. Ayahnya bernama Toeloes bin Haji Manan, yang bekerja sebagai ambtenar pada zaman Belanda dan menjadi Bupati Rengat pada zaman Republik 1948.

Ibu Chairil Anwar bernama Saleha. Ketika menikah dengan Toeloes, Mak Leha berstatus janda beranak satu.

Mengutip Ensiklopedia Kementerian Pendidikan dan Budaya, Chairil Anwar mengenyam pendidikan sekolah dasar di Neutrale Hollands Inlandsche School (HIS) di Medan. Setelah lulus dari HIS, Chairil Anwar meneruskan pendidikannya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Medan.

MULO adalah sekolah setingkat SLTP. Chairil Anwar tidak menamatkan pendidikannya di MULO Medan karena ia pindah ke Jakarta bersama ibunya, di mana dirinya melanjutkan pendidikan di MULO Jakarta.

Ketika Mak Leha dan Chairil pergi ke Jakarta, Toeloes menikah lagi dengan Ramadhana atau Mak Dona, yang merupakan janda beranak satu. Dari Ramadhana, Toeloes memiliki empat orang putri.

Mereka, yang jadi saudara tiri Chairil Anwar bernama Nini Toeraiza, Toehilwa, Toehilwi, dan Toechairiyah. Meski saat itu Chairil adalah anak MULO, buku-buku yang Chairil baca juga dari Hogere Burger School (HBS).

Di Jakarta, Chairil Anwar hanya dapat mengikuti MULO sampai kelas dua. Setelah itu Chairil Anwar belajar sendiri.

Selain itu Chariril Anwar juga giat belajar bahasa asing. Ia memelajari bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan bahasa Jerman.

Oleh sebab itu Chairil Anwar akhirnya dapat membaca dan mempelajari karya sastra dunia yang ditulis dalam bahasa-bahasa asing. Chairil menerjemahkan beberapa sajak sastrawan asing.

Dia menerjemahkan sajak R.M. Rilke (Jerman), H. Marsman (Belanda), E. du Perron (Belanda), dan J. Slauerhoff (Belanda), serta Nietzsche (Jerman). Chairil Anwar menerjemahkan sajak De Laatste Dag Der Hollanders op Jawa karya Multatuli dengan judul Hari Akhir Olanda di Jawa.

Chairil Anwar juga menerjemahkan sajak The Raid karya John Steinbeck dengan judul Kena Gempur. Sajak yang berjudul Le Retour de l'enfant prodigue karya Andre' Gide (Prancis) diterjemahkannya dengan judul Pulanglah Dia Si Anak Hilang.

Hidup sebagai penyair

Chairil Anwar (Sumber: Commons Wikimedia)

Kehidupan Chairil Anwar sebagai penyair dimulai pada 1942. Ia mencipta sebuah sajak yang berjudul Nisan.

Selain itu ada sebuah karya berjudul Siap Sedia, yang merupakan bentuk penentangan dari penjajahan Jepang kala itu. Akibat puisi tersebut Chairil Anwar didakwa dengan tuduhan menganjurkan pemberontakan terhadap Jepang. 

Chairil Anwar harus mendekam di balik jeruji selama tiga bulan. Ia pun gagal jadi pembicara dalam Forum Angkatan Muda di Kantor Pusat Kebudayaan.

Selain itu Chairil Anwar juga menulis puisi Aku. Aku jadi salah satu puisi paling adaptif pada zaman, menarik banyak pecinta puisi hari ini ke dalamnya.

Aku dianggap sebagai pendobrak cara berpuisi. Aku juga yang membuat Chairil Anwar mendapat julukan 'Binatang Jalang'.

Pada 1949, Chairil Anwar menghasilkan enam buah sajak. Sajak-sajak itu berjudul Mirat Muda, Chairil Muda, Buat Nyonya N, Aku Berkisar Antara Mereka, Yang Terhempas dan Yang Luput, Derai-Derai Cemara, serta Aku Berada Kembali.

Pada 28 April 1949, Chairil Anwar mengembuskan napas terakhirnya. Ia tutup usia di usia 27 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Karya Chairil Anwar yang terdokumentasi terdiri dari 94 tulisan: 70 sajak asli, empat saduran, sepluluh sajak terjemahan, enam prosa asli, dan empat prosa terjemahan.

*Baca Informasi lain soal SASTRA atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya