Nama Soeharto ke Langit bersama Peluncuran Satelit Palapa A1 dalam Sejarah Hari Ini, 8 Juli 1976
Satelit Palapa A1 (Sumber: Commons Wikimedia)

Bagikan:

JAKARTA - Pada 8 Juli 1976, untuk pertama kalinya satelit milik Indonesia diluncurkan. Satelit tersebut dinamakan Satelit Palapa A1 dan diluncurkan dari Cape Canaveral Space, Amerika Serikat (AS) pukul 19.30 waktu setempat.

Nama 'Palapa' untuk satelit pertama Indonesia itu dipilih Presiden Soeharto untuk mengingat janji Gajah Mada. Sang Patih bersumpah tak akan makan buah Palapa sebelum persatuan dan kesatuan Kerajaan Majapahit terwujud.

Sementara, kata A1 di belakangnya diberikan sebagai penanda urutan peluncuran satelit. Ada satelit selanjutnya, yakni Satelit Palapa A2 yang diluncurkan 10 Maret 1977, diikuti peluncuran satelit-satelit Palapa lainnya.

Mengutip Liputan 6, Indonesia mulai melakukan kontrak dengan Hughes Aircraft Company pada 5 Juli 1974. Satelit dibangun dan rampung Februari 1975. Dibangun Orde Baru, proyek ini jadi salah satu momen yang melesatkan nama Soeharto.

Menyatukan Indonesia

Dengan adanya Satelit Palapa A1, tujuan pemerintah menyatukan komunikasi Indonesia yang luas terwujud. Jarak komunikasi antar daerah di Indonesia yang memiliki wilayah luas berhasil dipangkas.

Selain mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia, Satelit Palapa A1 bahkan berhasil menjangkau negara tetangga. Tercatat jangkauan Satelit Palapa A 1 mencapai Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.

Mengutip Kompas, saat berada di AS, Dirut Perum Telkom Ir Willy Munandir menyatakan sistem satelit tersebut sangat dibutuhkan untuk mempersatukan Indonesia. Adanya satelit itu juga bertujuan untuk memberikan pendidikan pada daerah-daerah terpencil.

Kesulitan komunikasi via darat berhasil dipecahkan dengan sistem satelit itu. Satelit Palapa berdaya kerja aktif untuk tujuh tahun dan tahan terhadap goncangan dan perubahan suhu.

Satelit Palapa A1 (Sumber: Commons Wikimedia)

Satelit Palapa terus jadi tumpuan sistem komunikasi negara kepulauan, Indonesia. Untuk membuat satelit bertahan lebih lama, diperlukan kualitas yang tinggi. Jenis teknologi mikroelektronika menentukan kerja Satelit Palapa dalam menjalankan tugasnya.

Tahun berikutnya, Satelit Palapa A2 diluncurkan. Satelit Palapa seri A memiliki tinggi 11 kaki 2 inci --termasuk antena-- atau sekitar 3 meter dan berdiameter 6 kaki 3 inci atau sekitar 2 meter.

Antena berbentuk balok adalah piringan parabola 5 meter. Berat peluncuran satelit adalah 1.265 pon; berat di-orbit adalah 654 pon. Kendaraan peluncuran NASA untuk Satelit Palapa adalah Delta-2914, tipe booster serupa yang digunakan untuk meluncurkan satelit Anik A dan Westar sebelumnya.

Satelit Palapa lainnya 

Selain Satelit Palapa seri A, kemudian lahirl Satelit Palapa seri lainnya. Terdapat empat Satelit Palapa dari seri B dibangun. Semua satelit bertipe Hughes HS-376.

Ketika peluncuran Palapa B2 gagal, satelit ketiga dipesan. Awalnya bernama Palapa B3, akhirnya diluncurkan sebagai Palapa B2P. Palapa B2P diluncurkan pada 1987 dan stasiun pengendalinya berlokasi di Cibinong, Jawa Barat.

Fungsi utama satelit ini adalah seabgai relay bagi stasiun bumi yang selanjutnya memancarkan kembali siaran ke televisi dengan transponder Palapa. Palapa B2P menjadi satelit komersial pertama di Indonesia.

Astronot, Dale A. Gardner menunjukkan tanda "For Sale atas satelit Palapa B-2 (Sumber: Commons Wikimedia)

Selain itu ada Satelit Palapa C2, pengganti satelit Palapa C1 yang tak layak beroperasi. Satelit ini dioperasikan dan dimiliki Satelindo, diluncurkan di Kourou, Guyana Prancis.

Satelit ini diterbangkan dengan roket Ariane- 44L H10-3 pada 15 Mei 1996. Palapa C2 lalu berganti kepemilikan dari Satelindo ke PT Indosat. Pada 2009, Indonesia kembali meluncurkan Satelit Palapa namun kali ini untuk seri D.

Satelit Palapa D diluncurkan dengan roket China Long March 3B pada 31 Agustus 2009. Namun gagal mencapai orbit yang diinginkan menyusul kegagalan roket tahap ketiga.

Satelit itu bermanuver ke orbit geosinkron yang benar pada September 2009. Satelit senilai 200 juta dolar AS ini memiliki transponder lebih banyak dari pendahulunya. Sebanyak 30 persen dari transpondernya digunakan Telkom untuk keperluan sendiri sedangkan 70 persen lainnya disewakan. 

*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

BERNAS Lainnya