Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 46 tahun yang lalu, 20 Agustus 1976, Presiden Soeharto meresmikan Museum Seni Rupa dan Keramik, Kota Tua, Jakarta Barat. Museum itu menampung segala macam karya anak bangsa dari kurun waktu 1800-an.

Kehadiran Museum Seni Rupa dan Keramik langsung mengambil hati segenap masyarakat Jakarta. Mereka akhirnya punya alternatif untuk belajar dan reakreasi yang baru. Sebelumnya, kemunculan banyak museum di Jakarta diinisiasi oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin (1966-1977). Ia ingin Jakarta dikenal dunia sebagai kota yang berbudaya.

Kekayaan sejarah bangsa di masa lampau tiada dua. Tiap jengkal Bumi Nusantara memiliki kekayaan sejarah yang tak ternilai. Apalagi peninggalan-peninggalannya. Bangunan dan benda-beda terutama. Jika dimanfaatkan akan berpengaruh pada lestarinya peradaban bangsa.

Ali Sadikin menyadari hal itu. Ia memiliki minat yang kuat untuk menanamkan pentingnya kesejarah. Sesuai dengan pesan Bung Karno: jangan sekali-kali melupakan sejarah. Ia pun rela membagi pikirannya yang awalnya fokus kepada mempercantik Jakarta, kemudian memberikan muatan edukasi yang kuat.

Lukisan-lukisan koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik, yang diresmikan Presiden Soeharto pada 20 Agustus 1976. (Dok. Jakarta Tourism)

Ali Sadikin mulai menggalakkan berdirinya museum-museum. Ia menyadari museum memiliki dua fungsi yang dibutuhkan oleh warga Jakarta. Pertama, museum sebagai sarana edukasi. Kedua, museum sebagai sarana rekreasi.

Pria berjuluk Kennedy dari Timur itu membentuk Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Tujuannya jelas. Untuk segera mentransformasi bangunan-bangunan lama untuk ‘disulap’ jadi museum. Langkah Ali pun mendapatkan dukungan banyak pihak. Orang nomor satu Indonesia, Presiden Soeharto, salah satunya.

“Sampai tahun 1976, museum yang diurus oleh Pemda DKI Jakarta berjumlah tujuh buah. Di samping itu ada museum-museum yang didirikan dan diurus oleh instansi pemerintah lainnya, seperti Museum Pusat, Museum Sasmita Loka, Museum A. Yani, Museum Sejarah ABRI (Satria Mandala), Museum Lobang Buaya, dan Museum Monumen Nasional. Pada akhir jabatan saya dirintis usaha untuk mendirikan Museum Maritim, Museum Prasasti, dan beberapa museum lainnya.”

“Setiap kali mendirikan museum saya bentuk suatu badan pembina yang anggotanya terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat, khususnya yang mempunyai perhatian terhadap permuseuman. Sebagai contoh Museum Wayang dengan Yayasan Nawangi sebagai badan pembinanya, dan Pak Djaja dai DKJ duduk di sana,” ungkap Ali Sadikin sebagaimana ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 (1992).

Museum Seni Rupa dan Keramik di Kota Tua, Jakarta pada masa 1970-an. (Wikimedia Commons)

Sebagai bentuk dukungan nyata, Presiden Soeharto sampai meluangkan waktunya untuk meresmikan salah satu museum yang digagas Pemerintah DKI Jakarta. Museum itu adalah Museum Seni Rupa dan Keramik. Soeharto meresmikannya pada 20 Agustus 1976.

Kedatangannya pula menjadi penegas bahwa Presiden Soeharto juga pecinta seni sejati. Alias sama seperti pendahulunya, Presiden Soekarno. Karenanya, momentum peresmian Museum Seni Rupa dan Keramik begitu berkesan baginya.

“Presiden RI Soeharto pada 20 Agustus 1976 meresmikan gedung tersebut menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik. Museum ini menyajikan koleksi dari hasil karya seniman-seniman Indonesia sejak kurun waktu 1800-an hingga dewasa ini.”

“Koleksi seni lukis Indonesia tersebut disimpan dalam beberapa ruangan dan dibagi berdasarkan periodesasi tertentu. Untuk koleksi seni rupa menampilkan patung-patung dan lain-lain. sedangkan koleksi keramik menampilkan keramik dari berbagai daerah di Indonesia, selain itu terdapat juga koleksi keramik dari manca negara, seperti keramik Vietnam, Jepang, China, dan Eropa,” terang Sri Pare Eni dalam buku Revitalisasi Kota Tua Di Dunia (2021).