Hercules C-130 TNI AU Jatuh Terbalik dan Menewaskan Seratus Orang dalam Sejarah Hari Ini, 30 Juni 2015
Pesawat Hercules yang jatuh di Medan pada 2015 (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Pada 30 Juni 2015, pesawat Hercules C-130 milik TNI AU jatuh di Jalan Jamin Ginting, Medan, Sumatera Utara. Insiden tersebut mengakibatkan tewasnya penumpang hingga seratus orang lebih.

Diproduksi pada 1964, pesawat saat itu dipiloti oleh Kapten (Pnb) Sandy Permana. Pesawat bernomor lambung A-1310 itu jatuh setelah lepas landas pukul 11.48 dari Pangkalan Udara Soewondo, Medan.

Saat itu pesawat tengah dalam jadwal penerbangan rutin yang dilakukan setiap bulan untuk mengangkut logistik ke berbagai daerah. Pesawat itu sedianya memiliki tujuan ke Lanud Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Mengutip Tempo, Komandan Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Kolonel (Pnb) Khairil Lubis mengatakan pesawat itu sebelumnya terbang dari Pangkalan Udara Abdul Rachman Saleh, Malang. Pesawat kemudian bermalam di Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Setelah itu pesawat melanjutkan penerbangan ke Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru. Kemudian, pesawat menuju Medan pukul 08.00 WIB pada 30 Juni 2015.

Pesawat tersebut juga membawa sepuluh personel Pasukan Khas 462/Pulanggeni, Pekanbaru dalam rangka pergantian prajurit operasi di satuan radar Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Namun pesawat jatuh seusai lepas landas dari Pangkalan Udara Suwondo saat menuju Tanjung Pinang.

Pesawat jatuh di Jalan Jamin Ginting, Medan, pada pukul 12.00 WIB. Pesawat jatuh menimpa ruko yang tengah dibangun dan bangunan sekitar. “Saya masih memonitor melalui televisi,” kata Khairil.

Penyebab jatuhnya pesawat diketahui karena mesin kanan pesawat yang mati. Sebelum jatuh, pilot pesawat sempat meminta agar kembali ke Lapangan Udara Soewondo dan menyatakan ada masalah dengan pesawat.

"Kalau pilot minta balik, jelas itu ada masalah dengan pesawat. Namun sebelum sempat balik ke Lanud Soewondo, pesawat jatuh dengan posisi terbalik," kata kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna.

Agus menambahkan bukti lain yang merujuk penyebab jatuhnya pesawat adalah posisi pesawat yang cenderung berbelok ke arah kanan. Itu menguatkan kemungkinan mesin sebelah kanan pesawat mengalami masalah.

"Setelah kita cek posisi dari propeller engine pesawat, ternyata propeller ini mati," tambahnya.

Selain itu Agus juga mengatakan pesawat Hercules tersebut diketahui menabrak sebuah antena setinggi 30 meter setelah satu menit terbang. Agus tidak menjelaskan antena itu milik siapa dan untuk apa. 

"Kena antena, buktinya ada, dari tujuh tahap antena, tinggal dua. Beberapa antena berjatuhan di atas atap rumah atau ruko. Itu kan sebetulnya di ujung runway, seharusnya tidak ada antena setinggi itu," jelas Agus.

Korban kecelakaan

Pesawat Hercules yang jatuh di Medan pada 2015 (Sumber: Wikimedia Commons)

Karena banyak korban yang tertimbun bebatuan dan reruntuhan pesawat, evakuasi berjalan lamban. Total korban seratus orang lebih, yang mana semua penumpang pesawat meninggal dunia.

Beberapa jasad bahkan tidak bisa diidentifikasi. Mengutip Liputan 6, terdapat lima jenazah yang tidak dapat teridentifikasi. Akhirnya jenazah-jenazah itu disepakati untuk dikuburkan secara massal.

Jatuhnya pesawat juga menimbulkan trauma bagi masyarakat sekitar lokasi jatuhnya pesawat. Untuk menghilangkan trauma tersebut, Polda Sumatera Utara melakukan trauma healing.

Kabag Psikologi Polda Sumut, AKBP Mangasi Silaen mengatakan trauma healing dilakukan sebagai tindakan untuk membantu mengurangi bahkan menghilangkan gangguan psikologis yang sedang dialami akibat trauma.

"Psikoterapi ini kita lakukan setelah kemarin keluarga korban juga kita berikan layanan konseling. Nah, bagi warga di lokasi ini sangat dibutuhkan," kata Mangasi.

Trauma healing dibagi dalam dua kelompok. Pertama, anak-anak yang diberi layanan terapi dengan bermain sambil menggerakan anggota tubuh. Kedua, orang dewasa diberi beberapa metodenya tersendiri.

Metode-metode itu di antaranya berupa hipnotherapy dan focus group discusion (FGD) untuk mencari solusi bersama serta individu. "Mereka mengaku masih diselimuti rasa takut dan cemas."

"Secara fisik dirasakan getaran tremor pada sebagian organ motorik, terutama jika mendengar suara benturan," tambah Mangasi.

Pada 2016, sebuah prasasti dibangun di lokasi pemakaman jenazah korban dari musibah kecelakaan pesawat C-130. Lokasi pemakaman tersebut merupakan tempat bagi para korban yang tidak teridentifikasi dikuburkan dan tidak jauh dari Lanud Suwondo. 

*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya