JAKARTA - Warga Kota Aachen Jerman tumpah ke jalan. Mereka melenggok, berputar, dan bergerak bak penari. Tapi mereka bukan sedang memeriahkan acara pesta, maupun menggelar flash mob. Bukan. Tubuh mereka bergerak tanpa kendali. Mereka terkena penyakit yang disebut wabah menari. Wabah yang terjadi hari ini, 24 Juni abad 14 silam, menyebar dengan cepat ke seluruh Eropa dalam beberapa tahun.
Mulanya para ahli tidak yakin apa penyebab kehebohan ini. Para ahli Seperti dikutip Smithsonian Magazine, mereka kebingungan melihat orang-orang terus menari dan baru berhenti ketika mereka pingsan kelelahan.
Sampai beberapa waktu kemudian, penyakit ini dikenal sebagai wabah tarian St John. Seperti termaktub dalam The Black Death and The Dancing Mania (1888), sang penulis Justus Friedrich Karl Hecker secara imajinatif memberikan gambaran wabah tarian St. John.
"Mereka membentuk lingkaran bergandengan tangan, dan tampaknya kehilangan semua kendali atas indra mereka, terus menari selama berjam-jam bersama, dalam delirium liar, sampai akhirnya mereka jatuh ke tanah dalam keadaan kelelahan. Mereka kemudian mengeluhkan perasaan tercekik yang luar biasa dan mengerang seolah-olah dalam penderitaan kematian, sampai mereka terbungkus oleh kain yang terikat erat di pinggang mereka, di mana mereka kembali pulih, dan bebas dari keluhan lalu keadaan itu terulang," tulis Hecker.
"Penyakit" tersebut lalu menyebar ke Liege, Utrecht, Tongres dan kota-kota lain di Belanda dan Belgia, lalu sampai di area Sungai Rhine. Di waktu lain dan bentuk lain, wabah menari tersebut juga disebut wabah tarian St. Vitus. Selama Abad Pertengahan, gereja berpendapat bahwa para penari telah dirasuki setan atau dikutuk oleh orang suci. Wabah itu lalu disebut Tarantisme di Italia, diyakini tarian itu disebabkan oleh gigitan laba-laba.
Karena jamur?
Interpretasi yang lebih modern mengaitkan wabah menari itu dengan racun yang dihasilkan oleh jamur yang tumbuh pada gandum hitam. Keracunan ergot atau ergotisme, dapat menyebabkan halusinasi, kejang, dan delusi akibat dari bahan kimia psikoaktif yang diproduksi oleh jamur Claviceps purpurea.
Namun, tidak semua daerah yang memiliki wabah menari orang-orangnya mengonsumsi gandum, kata Robert E. Bartholomew dalam sebuah artikel yang diterbitkan Skeptical Inquirer (2000). Selain itu, wabah ini tidak selalu terjadi selama musim hujan ketika jamur hitam itu tumbuh.
Wabah menari kembali pecah namun kali ini di Kota Strasbourg, Prancis, pada 1518. Dimulai ketika seorang wanita bernama Frau Troffea mulai menari. Lalu dalam sebulan, 400 orang mulai menari tanpa henti. Wabah ini khususnya mungkin diperparah oleh pejabat yang tampaknya bermaksud baik yang berpikir bahwa para korban hanya perlu menari dan melepaskannya. Mereka menyediakan aula untuk para penari, menyewa pemain pipa dan drumer dan penari profesional untuk membuat orang tetap terinspirasi.
Mengutip BBC, pada 1518, orang-orang Strasbourg dalam perjuangan mengatasi kelaparan, penyakit, dan kepercayaan bahwa kekuatan gaib dapat memaksa mereka untuk menari. Pada 1374, wilayah dekat Rhine River menderita akibat wabah lain yang sebenarnya: Black Death. Seorang penulis bernama John Waller berpendapat masyarakat yang menari berada di bawah tekanan psikologis yang ekstrem. Waller menyebut wabah sebenarnya adalah histeria massal.
Sementara itu, penelitian lain juga percaya wabah aneh ini contoh penyakit psikogenik massal yang dipicu oleh rasa takut dan depresi. Kedua wabah tersebut didahului oleh periode kelaparan yang menghancurkan, gagal panen dan penyebaran penyakit.
Kecemasan dan rasa bersalah yang muncul bersamaan dengan takhayul yang mendalam bahwa Tuhan menghukum mereka karena kesalahan mereka, membuat orang rentan terhadap keadaan tidak disengaja yang aneh ini. Pada akhirnya, penyebab wabah menari ini tampaknya menjadi misteri, tetapi itu tidak akan pernah berhenti menjadi bagian yang menarik dari sejarah Eropa.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH DUNIA atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.