Ketika Oliver Wendell Holmes Dikucilkan Para Dokter karena Rekomendasi Cuci Tangannya
Kasus Jerinx Melawan IDI yang mengingatkan kisah Oliver Wendell Holmes

Bagikan:

JAKARTA - Apa yang dialami Oliver Wendell Holmes adalah tamparan bagi dunia medis. Ia adalah dokter yang dikucilkan rekan seprofesi karena rujukan penelitiannya 'melawan' kebiasaan keliru banyak dokter lain. Ia tahu, kebiasaan para dokter tak mencuci tangan usai menangani pasien adalah sebab yang memperburuk penanganan demam nifas atau puerperal fever.

Demam nifas adalah sebuah wabah yang menyebar di belahan benua Eropa dan Amerika pada abad ke-19. Ribuan wanita muda mengalami kematian. Demam tersebut hinggap dalam waktu tiga hari setelah proses persalinan, menyerang dengan cepat dan mengakibatkan sakit perut luar biasa yang disertai melemahnya tubuh korban. Biasanya, segala gejala berakhir kematian.

Salah satu korban yang tercatat sejarah adalah Jane Seymour, istri ketiga dari King Henry VIII. Jane meninggal setelah dua minggu kelahiran sang anak yang dikenal nantinya sebagai Edward VI of England. Saking menakutkannya wabah tersebut, Medical Encyclopedia bahkan menggambarkan bagaimana para wanita saat itu lebih baik melakukan proses persalinan di selokan ketimbang di rumah sakit.

Oliver Wendell Holmes Sr. (sumber: poetryoutloud.org)

Nama besar Holmes sebenarnya populer. Selain karier kedokterannya, Holmes juga dikenal lewat karya-karya sastra dan tulisannya. Dan Holmes adalah orang yang pertama kali menginisiasi metode cuci tangan pasca-tindakan medis sebagai sebuah standard operationg procedure (SOP). Namun, publik justru mengenal Ignaz Philipp Semmelweis sebagai orang yang memperkenalkan metode itu.

Setelah sempat mengenyam sekolah kedokteran di Paris, Holmes kembali pulang ke Amerika Serikat (AS) dan meraih gelar dokter dari Harvard di tahun 1836. Selama 12 tahun ia menjalankan praktik di kalangan publik tertentu yang tidak terlalu luas. Rasa penasarannya membesar ketika ia mendengar kematian di kalangan dokter satu minggu pasca menangani mayat korban demam nifas.

Holmes segera menginvestigasi dan menelisik sebuah jurnal The Congagiousness of Puerperal Fever. Setelah jurnal itu akan lahir sebuah jurnal lain berjudul The New England Quarterly Journal of Medicine (1843) yang menjelaskan penyebab tingginya angka kematian para wanita pascapersalinan.

Holmes benar

Lewat dua jurnal penelitian disertai investigasi kedua sosok: Oliver Wendell Holmes dan Ignaz Philipp Semmelweis, berbagai kalangan dokter dan ahli medis di belahan Amerika dan Eropa geram bukan kepalang. Mereka tak bisa menerima bahwa penyebab kematian korban demam nifas adalah diri mereka sendiri, para dokter beserta ahli medis (bidan) yang membantu proses persalinan.

Para dokter di belahan Amerika dan Eropa justru menyalahkan bagaimana kondisi rumah sakit yang tak memiliki ventilasi, membludaknya para pasien, hingga menuding bahwa kondisi para pasien tersebutlah yang memiliki masalah sebelumnya.

Holmes berkebalikan. Ia menelusuri permasalahan ini dengan kepala terbuka. Sekalipun ia juga seorang dokter, Holmes melepaskan label itu demi mencari akar dari semua permasalahan.

Pertama, Holmes yakin para dokter-bidan memiliki kebiasaan yang tidak sehat. Dan mereka adalah garda terdepan yang berhadapan dengan para pasien-pasien itu sebelum mereka dilanda demam tinggi. Kedua, penyakit itu berkembang secara misterius. Pada satu rumah sakit, seorang bidan berhasil melahirkan 30 anak dalam sebulan. Namun, angka itu diiringi tingkat kematian sebanyak 16 ribu akibat demam.

Di rumah sakit yang sama, dengan periode yang sama pula, terdapat 25 bidan lainnya berhasil melakukan tindakan persalinan tanpa adanya kasus demam pada pasien mereka. Kemudian, di suatu waktu, Holmes mendapat bukti yang cukup meyakinkan untuk alasannya yang pertama: bahwa terjadi hal yang tak diperhatikan oleh para garda terdepan perihal kondisi kebersihan mereka.

Kasus demam nifas menular sangat cepat akibat tindakan mereka sendiri yang tak pernah mencuci tangan dan membersihkan tubuh secara higienis pascatindakan. Digambarkan bagaimana kasus dokter Campbell dari Edinburgh pada bulan Oktober 1821, bahwa sang dokter melakukan tindakan autopsi jenazah korban demam nifas, kemudian ia memasukkan salah satu jeroan otot panggul jenazah (pelvic viscera) ke ruang kelas.

Lalu, malam harinya, ia melakukan tindakan persalinan tanpa mengganti pakaian dan mencuci bersih tangannya. Dan sebagaimana dugaan Holmes, kemudian pasien itu meninggal. Esok paginya, ia melakukan hal yang sama dan berakhir dengan kematian pasien berikutnya.

30 tahun kemudian, rekomendasi Oliver Wendell Holmes diberlakukan. Metode mencuci tangan secara higienis dan mengganti semua yang sebelumnya dikenakan ahli medis ketika ingin melakukan tindakan pembedahan selanjutnya diterapkan dengan interval selama 24 jam.