JAKARTA - Setiap 22 Juni, masyarakat Ibu Kota merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) DKI Jakarta. Tanggal ini ditetapkan sebagai HUT DKI Jakarta 1956. Ada polemik di balik ketetapan ini.
Penetapan 22 Juni itu dilakukan Wali Kota Jakarta periode 1953-1960 Sudiro. Sudiro saat itu merasa harus ada suatu peringatan untuk Ibu Kota.
HUT Jakarta lalu ditetap berdasarkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Kota Sementara Djakarta Raja No. 6/d/k/1956. Dasar penetapannya adalah penelitian Prof. Sukanto, diuraikan dalam buku Dari Djakarta ke Djajakarta.
Namun Prof. Sukanto yang melakukan penelitian itu sebenarnya mengakui hari lahir Kota Jakarta yang pasti belum dapat diketahui. Mengutip Hari Jadi Jakarta oleh Heru Erwantoro, Sukanto menjelaskan bahwa Fatahillah merebut Sunda Kelapa pada akhir Februari 1527.
Beberapa hari setelah perebutan itu datanglah armada Portugis di bawah kepemimpinan Francisco De Sa yang hendak membangun benteng di Sunda Kelapa. Pada pertengahan Maret 1527, pasukan Fatahillah menyerang Portugis dan berhasil mengalahkannya.
Dengan keberhasilan merebut Sunda Kelapa dan mengalahkan Portugis, Fatahillah mengabadikan kemenangannya itu dengan mengganti nama Sunda Kelapa. Saat itu Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta, yang mempunyai arti kemenangan yang penghabisan atau kemenangan yang sepenuhnya, atau juga kemenangan yang sempurna.
Menurut Sukanto, Fatahillah berhasil mengalahkan armada Portugis beberapa bulan setelah Maret, yaitu 22 Juni 1527. “Mengingat pula pada apa jang telah diuraikan di atas itu, jakni mangsa kesatu djatuh dalam bulan Djuni (bulan panen atau bulan setelah panen), kita kira ke-mungkinannja tidak sedikit, bahwa nama Djajakarta diberikan pada tanggal satu mangsa kesatu, jaitu pada bulan Djuni, tanggal 22, tahun 1527. Harinja jang pasti kita tidak dapat w" Soekanto, 1954:60.
Analisis Prof. Sukanto tersebut banyak diperbincangkan hingga akhirnya pada awal 1956, hasil penyelidikan tersebut diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotapradja Djakarta Raya. Setelah Sidang Pleno, diputuskan bahwa 22 Juni akan diperingati sebagai hari lahir Jakarta dan akan terus diperingati setiap tahunnya.
Di sisi lain, hasil penelitian Prof Sukanto dibantah oleh Prof. Husein Djajadiningrat. Husein mempertanyakan cara-cara penghitungan tanggal oleh Sukanto.
Husein lalu menyimpulkan bahwa pergantian nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta terjadi pada Hari Raya Maulud 12 Rabiul Awal pada 933 H atau Senin 17 Desember 1526. Meski demikian, Sudiro tetap memilih 22 Juni sebagai HUT Jakarta.
Polemik penetapan 22 Juni pun terus bermunculan setelahnya. Pada 1980, Prof. Dr. Slamet Muljana mempertanyakan penetapan 22 Juni sebagai HUT Jakarta. Ia membahas sejarah perkembangan Kota Jakarta dalam bukunya Dari Holotan ke Jakarta untuk sampai di kesimpulan tersebut.
Terus dirayakan
Terlepas dari polemik tanggal yang tepat untuk HUT Jakarta, masyarakat terus merayakan dengan meriah. Bahkan setiap tahunnya ada suatu acara yang sangat identik dengan perayaan HUT Jakarta yaitu Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau juga dikenal dengan Jakarta Fair.
Jakarta Fair pertama kali digelar era pemerintahan Gubernur Ali Sadikin pada 1968. Namun sejak pandemi COVID-19, tak ada lagi ingar bingar PRJ.
Untuk HUT Jakarta tahun ini, tema yang diangkat adalah 'Jakarta Bangkit.' Menurut Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, tema tersebut mengangkat pesan semangat, optimisme, serta harapan kebangkitan Jakarta yang lebih baik daripada masa sebelum Pandemi.
"Tahun lalu, kita dalam masa ujian dan tantangan yang relatif baru, karena baru kali ini kita berhadapan dengan wabah, jadi tahun kemarin kita ambil tema tangguh, kita tengok ke belakang bahwa tahun kemarin semua kegiatan landai baik ekonomi, sosial dan budaya, sehingga kalau diilustrasikan kurvanya menurun," kata Anies dikutip dari Antara.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.