Bagikan:

JAKARTA - Pada 11 Juni 1963, biksu Thich Quang Duc melakukan aksi bakar diri. Sebuah peristiwa bersejarah di Vietnam yang mengubah banyak hal. Tak cuma di negara itu tapi juga dunia.

Aksi bakar diri biksu Thic Quang Duc dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah Vietnam Selatan yang tak memberikan kebebasan beragama. Pemerintah juga menyiratkan undang-undang yang sangat menuntut dan tidak adil bagi umat Buddha.

Sang biksu membakar diri hingga tewas di tempat. Sebelum kejadian tersebut, tepatnya pada 8 Mei 1963, umat Buddha di Vietnam merayakan hari istimewa di Kota Hue.

Hari istimewa ini disebut Phat Dan atau hari lahir Buddha. Jalan-jalan penuh sesak dengan orang-orang dari seluruh Vietnam yang datang untuk merayakan hari istimewa ini.

Kebanyakan orang mengibarkan bendera Buddha saat itu. Yang perlu diperhatikan adalah saat itu pengibaran bendera yang berunsur agama dilarang di Vietnam. Undang-undang ini diterapkan oleh Presiden Ngo Dinh Diem yang merupakan penganut Katolik.

Hukum itu diterapkan karena dia ingin membuat Vietnam lebih makmur dan berusaha "meng-Katolik-an" Vietnam, yang mana mayoritas beragama Buddha. Agama adalah bagian besar dari budaya Vietnam dan mencoba mengubah budaya suatu bangsa tidak akan membuat siapa pun bahagia.

Mengutip History of Yesterday, pada hari perayaan tersebut, Presiden Diem mengirim polisi bersenjata yang diperkuat oleh tentara Vietnam. Perayaan berubah menjadi aksi protes besar-besaran dan keadaan tidak terkendali.

Begitu Angkatan Darat kehilangan kesabaran, mereka melepaskan tembakan ke kerumunan. Pada akhir hari, lebih dari seratus orang terluka dan 9 orang meninggal.

Dari sembilan orang tersebut, dua di antaranya adalah anak-anak yang dilindas mobil polisi dan truk tentara. Sejak pembantaian itu, situasi di Vietnam semakin memanas dan banyak protes terjadi di seluruh negeri.

Kabar yang membuat Duc terbakar

Monumen Thic Quang Duc di Vietnam (Sumber: Commons Wikimedia)

Akhirnya, dua bulan setelah pembantaian, berita itu sampai ke telinga Thich Quang Duc. Duc telat mengetahui kabar itu karena ia tinggal di kuil yang benar-benar terisolasi di pegunungan Vietnam.

Dia juga menghabiskan tiga tahun terakhir hidupnya di kuil ini. Begitu dia mendapat kabar tentang pembantaian itu, dia tahu bahwa sesuatu harus dilakukan untuk menjaga keamanan umat Buddha.

Di sebuah jalan di luar Kedutaan Besar Kamboja di Saigon, sekitar 350 biksu dan biksuni berbaris. Iring-iringan itu dipimpin sebuah sedan Westminster yang membawa spanduk yang dicetak dalam bahasa Inggris dan Vietnam.

Mereka mengecam pemerintahan Presiden Diem dan kebijakannya terhadap umat Buddha, serta menuntut pemenuhan janji kesetaraan agama. Mobil pun berhenti.

Duc membakar diri

Duc terlihat keluar dari mobil tersebut bersama dua orang biksu. Salah satu biksu menempatkan alas duduk di tengah jalan dan biksu lainnya mengeluarkan jerigen bensin.

Orang-orang lalu membentuk lingkaran, mengelilingi Duc yang duduk dalam posisi teratai di atas alas duduk. Seorang murid menyiram bensin ke tubuh Duc.

Duc lalu memutar kalung doa yang terbuat dari kayu dan membacakan paritta Nian Fo. Kemudian api disulut.

Api segera melahap tubuh Duc dan kepulan asap hitam keluar dari tubuhnya yang terbakar. Selama sepuluh menit dia duduk dalam posisi meditasi sampai akhirnya terjatuh.

Sebagian besar orang yang hadir menyaksikan Duc meninggal. "Saya tidak tahu persis kapan dia (Duc) meninggal karena Anda tidak tahu dari tubuh atau suaranya atau apa pun," ungkap seorang fotografer yang turut mengabadikan momen itu, Malcolm Browne.

"Dia tidak berteriak kesakitan. Wajahnya tenang sampai begitu menghitam oleh api sehingga Anda tidak bisa keluar lagi. Akhirnya para biksuni memutuskan dia sudah mati dan mereka membawa peti mati, peti mati kayu," tambah Browne.

Peran fotografer Malcom Browne

Sehari sebelum pembakaran diri Thich Quang Duc, Kepala Biro Saigon untuk Associated Press bernama Malcolm Browne mendapat informasi dari anonim. Kabar tersebut menyebut sesuatu yang penting akan terjadi di luar Kedutaan Besar Kamboja.

Karena ketegangan yang tinggi di sekitar Vietnam, Browne mempercayai informasi ini. Keesokan harinya, Malcolm Browne tiba di Kedutaan Kamboja.

Saat itu ia melihat Thich Quang Duc bersama 350 biksu dan biksuni yang ikut serta dalam protes. Pada titik ini, Browne masih tidak menyadari apa yang akan terjadi.

Browne menyaksikan semua kejadian itu, ketika Thich Quang Duc duduk di atas bantal dengan menyilangkan kaki dan disiram dengan bensin. Browne menyiapkan kameranya untuk memastikan bahwa dia akan menangkap setiap momennya dan semua orang di seluruh dunia akan mendengar tentang tindakan ini.

Foto Thic Quang Duc membakar diri (Malcolm Browne/Wikipedia.org)

Browne tidak menyangka bahwa kejadian selanjutnya akan lebih menegangkan dan mengubah kariernya. Begitu Duc selesai berdoa, api disulutkan ke tubuh Duc dan seluruh orang yang menyaksikan panik.

"Semua orang yang menyaksikan ini merasa ngeri. Setiap waktu terlihat semakin buruk seperti yang saya perkirakan," ujar Browne saat diwawancarai TIME.

Dalam wawancara itu Browne menceritakan bagaimana rasanya menyaksikan seseorang yang membakar dirinya demi pengorbanan. Aksi tersebut menimbulkan bau yang sangat kuat, yang bahkan terlalu mengerikan untuk dijelaskan.

Apalagi dengan fakta bahwa para biksu yang hadir meratapi Duc dan melihat ajalnya yang semakin dekat. "Suara utamanya adalah ratapan dan kesengsaraan dari para biksu, yang telah mengenal orang ini (Duc) selama bertahun-tahun sebelumnya."

"Kemudian ada teriakan melalui pengeras suara antara petugas pemadam kebakaran, mencoba mencari cara untuk memadamkannya, memadamkan api agar tidak membunuhnya atau sesuatu. Semua itu campuran kebingungan."

Api Duc menyulut reaksi dunia

Setelah api padam, para biksu membawa jenazah Duc ke pagoda untuk mengkremasi dikremasi. Hanya beberapa menit setelah kremasi, pagoda itu diserbu oleh polisi yang memastikan bahwa berita tentang kejadian ini tidak tersebar.

Namun terlambat. Browne sudah mengirim foto-foto kejadian tersebut ke Amerika Serikat (AS). Foto tersebut dikirim beserta dengan surat yang menjelaskan aksi tersebut.

Pada hari-hari berikutnya, foto-foto Thich Quang Duc yang terbakar muncul di sampul depan surat kabar di seluruh dunia. Pengorbanan Thich Quang Duc dan tanggapnya Browne hingga menghasilkan foto-foto tersebut membuat negara-negara lain menekan pemerintah Vietnam untuk mengubah hukum sesuai dengan komunitas Buddha.

Jenis protes pamungkas ini telah membuktikan bahwa dunia tidak dapat diubah tanpa pengorbanan yang mengerikan. Gambar jepretan Browne memang memberikan informasi bagi banyak orang di seluruh dunia.

Namun pengalaman yang dihadapi Browne langsung adalah hal yang tak terbanding. Browne dianugerahi Pulitzer Awards untuk International Reporting as well as the World Press Photo of the Year pada 1963. Browne meninggal 27 Agustus 2012 di usia 81 tahun.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH DUNIA atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya