JAKARTA – Memori hari ini, 13 tahun yang lalu, 12 Desember 2011, Ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri sedih dengan aksi bakar diri Sondang Hutagalung. Mantan Presiden Indonesia Kelima itu berharap kepergian Sondang jadi teguran keras ke pemerintah.
Sebelumnya, aksi bakar diri Sondang menghebohkan seisi Indonesia. Aksi itu dilakukannya sebagai bentuk protes ke penguasa yang tak peduli nasib rakyat. Simpati pun berdatangan ke Sondang. Namun, nyawanya tak bisa diselamatkan.
Hakekat pemerintah memang tak bisa menyenangkan semua pihak. Kebijakannya pun begitu. Kadang kala kebijakan pemerintah memihak kelempok tertentu. Kadang pula memihak kelompok lainnya. Ada yang senang. Ada juga yang tersakiti.
Kondisi itu membuat pemerintah kerap mendapatkan kritik dari sana-sini. Kritik lewat media massa. Kadang pula kritik lewat aksi turun ke jalan. Namun, kala kritik sudah dilakukan dengan aksi bakar diri, maka keadaan negara sedang tak baik-baik saja.
Aksi bakar diri pernah dilakukan seorang biksu bernama Thich Quang Duc di Vietnam pada 1963. Aksi itu dilakukan sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah yang tak memberikan kebebasan beragama dan berhasil.
Perjuangan Thich tak sia-sia. Ia membuka banyak mata bahwa yang dilakukan pemerintah Vietnam tak benar. Di Indonesia pun aksi serupa sempat dilakukan. Sondang Hutagalung jadi contohnya. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) melakukan aksi bakar diri di depan Istana Negara pada 7 Desember 2011.
Aksi itu menghebohkan seisi Istana, kemudian Indonesia. Sondang dengan luka bakarnya segera dilarikan ke RSCM Jakarta. Belakangan alasannya melakukan aksi bakar diri terkuak lewat tulisan sondang di buku diary kekasihnya, Putri.
Aksi itu dilakukan sondang karena ia merasakan tak puas dengan kemiskinan dan ketidakadilan yang merajalela di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia bak kesal melihat pemerintah diam saja. Padahal, mereka punya kapasitas untuk mengubah banyak hal sebagai penguasa.
BACA JUGA:
“Terkutuklah buat ketidakadilan, Terkutuklah buat ketidakpedulian, Terkutuklah buat kemiskinan, Terkutuklah buat rasa sakit dan sadih, Terkutuklah buat para pengusaha jahat, Terkutuklah buat para penjahat, setelah aku tidak punya rasa lagi,” tulis Sondang.
Sondang dengan luka bakarnya yang mencapai 98 persen tak bisa diselamatkan. Jenazah Sondang akhirnya di disemayamkan di kampus UBK, lalu dibawa ke rumah duka Bekasi, baru dimakamkan di TPU Pondok Kelapa pada 10 Desember 2011.
Kematian Sondang pun menarik banyak perhatian. Mantan Presiden Indonesia Kelima, Megawati Soekarnoputri mengungkapkan rasa belasungkuwanya sembari menahan kesedihan pada 12 Desember 2011.
Aksi Sondang dianggap kritik murni generasi muda bangsa terhadap pemerintahan yang tak pro rakyat. Pemerintah abai mendengarkan masukan generasi muda. Alhasil, Sondang memilih untuk membakar diri supaya suaranya bisa didengar.
Megawati menganggap apa yang dilakukan Sondang telah menampar wajah pemerintah SBY. Ia berharap pemerintah segera sadar. Megawati ingin supaya tak ada lagi mahasiswa atau orang lainnya melakukan aksi serupa karena pemerintah abai terhadap nasib rakyatnya.
"Sondang telah pergi, kita menundukan kepala, berduka cita. Ini bentuk protes atas pengelolaan politik dan pemerintahan. Gambaran sosial, generasi muda bangsa. Tapi, pesannya terasa keras menampar telinga kita.”
"Kita perlu merenung atas tragedi ini, kita pantas bertanya pada diri sendiri, dan juga pantas bertanya, apakah pemimpin negeri ini sudah terbetot hatinya, dengan seorang mahasiswa dengan prinsip dan keyakinannya melakukan tindakan yang sepertinya tidak perlu dilakukan. Merinding bulu kuduk saya sebagai seorang ibu, derita anak negeri seperti hal itu," tegas Megawati dalam Rakernas I PDIP di Bandung, Jawa Barat sebagaimana dikutip laman Tribunnews.com, 12 Desember 2011.