JAKARTA – Memori hari ini, delapan tahun yang lalu, 25 Juli 2016, utusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menelpon Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Muhadjir Effendy. Agenda yang dibicarakan mengangetkan Muhadjir. Ia diminta jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).
Sebelumnya, posisi Mendikbud diisi oleh Anies Baswedan yang notabene juru bicara (jubir) dan mantan rektor Universitas Paramadina. Anies mencoba menata pendidikan Indonesia. Sepintas kepemimpinannya tiada masalah. Jokowi saja yang berkehendak lain.
Kiprah Anies Baswedan di dunia pendidikan tak perlu diragukan. Ia pernah menjabat sebagai rektor dari Universitas Paramadina. Laku hidupnya sebagai rektor gemilang. Ia telah menorehkan serangkaian prestasi.
Ia menggelorakan pemberian beasiswa penuh. Anies pula telah menggelorakan Gerakan Indonesia Mengajar. Namun, Anies memilih segera banting setir ke dunia politik. Mulanya ia pernah mencoba ikut konvensi Capres Partai Demokrat pada 2013-2014, tapi gagal.
Kariernya baru gemilang ketika mulai didaulat sebagai jubir pemenangan Capres-Cawapres Jokowi-Jusuf Kalla (JK). Anies mampu dengan cakap membahasakan program-program yang akan dibuat Jokowi-JK ke publik. Ia mampu pula menangkis segala serangan kepada junjungannya.
BACA JUGA:
Alhasil, Jokowi-JK pun berhasil menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indoensia yang baru. Anies pun lalu didaulat sebagai Mendikbud pada Oktober 2014. Pemilihan itu bukan tanpa alasan. Anies ditempatkan karena paham benar dunia pendidikan luar dalam.
Anies mulai melakukan banyak terobosan. Ia mulai mengirim banyak guru mengabdi ke pedalaman dengan tujuan pemerataan pendidikan. Anies mulai menggelorakan gerakan antara anak hari pertama sekolah. Sesuatu yang paling penting Anies menghapus segala macam tradisi perloncoan.
Kegiatan itu dianggap Anies banyak mudarat, ketimbang manfaat. Namun, apa yang dilakukan Anies nyatanya tak cukup. Anies justru jadi salah satu menteri yang akan kena reshuffle. Keputusan itu dianggap hak prerogatif Jokowi.
“Pada waktu itu ada tujuh orang pada reshuffle itu, jadi harus diingat-ingat ini. Ini bukan satu ada tujuh orang. Ada Pak Jonan, ada Sudirman Said, Ferry Mursyidan, ada Pak Saleh Husin, ada Pak Yuddy Chrisnandi, ada siapa lagi tuh saya lupa namanya. Pokoknya tujuh orang.”
“Ini keputusan politik yang harus dihormati dan saya tidak pernah tanya juga. Kenapa? Karena pada saat presiden sudah memutuskan pasti beliau memiliki pertimbangan yang lengkap. Tentang bagaimana beliau harus menjaga, apakah keseimbangan, apakah arah, dan lain-lain. Dan buat saya itu adalah hal beliau dan harus kita hormati. Saya tidak marah dan kita terus bekerja bersama,” terang Anies Baswedan dalam acara bincang-bincang Kick Andy, 18 Juni 2023.
Presiden Jokowi tak mau ambil risiko dengan menggantikan Anies dengan orang di luar pendidikan. Ia memilih sosok yang juga dekat dengan dunia pendidikan. Rektor pula. Sosok itu tak lain adalah Muhadjir Effendy.
Pemilihan Muhadjir dinilai sebagai opsi yang tepat karena pengalaman dan dedikasinya di dunia pendidikan mempuni. Alhasil, Jokowi mengutus utusannya untuk meminta kesediaan Muhadjir jadi menteri. Masalahnya posisi menteri apa masih dirahasiakan.
Utusan Jokowi menghubungi Muhadjir lewat sambungan telpon pada 25 Juli 2016. Muhadjir mulanya mengaku kaget. Ia sudah memiliki agenda ke Yogyakarta bersama keluarga lebih dulu. Tiba-tiba Muhadjir diminta untuk mengosongkan agenda selama satu minggu ke depan.
Pucuk dicinta ulam tiba. Muhadjir baru dikabari mengisi posisi apa pada hari pelantikan. Ia resmi dilantik jadi Mendikbud pada 27 Juli 2016.
"Saya batal pergi sama istri ke Yogyakarta (setelah menerima telpon). Istri saya pun baru sampai di bandara Yogyakarta dan langsung cari tiket dan kembali ke Jakarta," ungkap Muhadjir setelah dilantik jadi Mendikbud sebagaimana dikutip laman tempo.co, 27 Juli 2016.