Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 11 tahun yang lalu, 22 Juli 2013, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bengkulu tegaskan penggunaan pengeras suara masjid seperlunya saja. Imbauan itu supaya pengeras suara tak terdengar berlebihan sehingga mengganggu warga Muslim dan non-Muslim.

Sebelumnya, masalah penataan pengaturan pengeras suara sudah sering dibahas oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI). Mereka menilai urusan penggunaan pengeras suara sejauh ini tak dibekali dengan aturan yang jelas. Karenanya, tak jarang banyak orang yang merasa terganggu.

Belakangan perhatian masyarakat terkait pengeras suara mulai meningkat. Urusan pengeras suara yang tak memiliki aturan jelas antara satu masjid dan lainnya jadi musabab. Banyak orang – utamanya yang non-Muslim kerap terganggu. Kondisi itu jadi fokus penting dari DMI.

Ketua DMI, Jusuf Kalla (JK) berjanji akan menggelar penataan pengaturan pengeras suara masjid se-Indonesia. Tujuannya supaya pengeras suara suara di masjid-masjid dapat teratur. JK mengakui memang sejauh ini urusan pengeras suara tak pernah dibekali aturan yang jelas.

Kondisi itu membuat suara yang muncul kerap menganggu lingkungan sekitar yang sedang beristirahat. Belum lagi lagi penggunaan pengeras suara dilakukan di luar pelaksanaan sholat. Mantan Wakil Presiden Indonesia kerap berpesan bahwa ibadah itu syahdu.

Jika suaranya terlalu besar dan ada masjid yang berdekatan, maka suaranya seperti bersaing. Syahdunya takkan keluar. Ia juga mengimbau masjid-masjid memutar pengajian awal sebelum sholat sebanyak lima menit saja. Itupun tak menggunakan kaset.

Orang yang langsung mengaji supaya orang-orang dapat berhimpun datang ke masjid karena ada kedekatan suara. Bukan suara kaset yang seragam. Keinginan dari DMI akan segera disuarakan ke Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan.

Semuanya supaya bisa duduk bersama dalam membuat suatu regulasi yang tepat guna untuk urusan pengeras suara. Alias, supaya kepentingan bersama ini dapat terealisasi.

“Bukan macam sound system-nya yang diatur, tapi pengaturan bunyinya. Inilah yang akan diatur. Saya minta seluruh masjid tidak lagi menggunakan kaset untuk memutar pengajian, tapi orang yang langsung mengaji. Volumenya juga saya minta dikurangi, idelanya hanya menjangkau 40 rumah dari masjid,” kata JK sebagaimana dikutip laman tempo.co, 12 Juli 2012.

Keinginan DMI pun bersambut. MUI Bengkulu menginginkan hal yang sama. MUI Bengkulu mengajak seluruh pengurus masjid dan masyarakat Indonesia untuk menggunakan pengeras suara seperlunya saja pada 22 Juni 2013.

Aturan penggunaan pengeras suara di masjid pada beberapa negara. (ANTARA)

Penggunaan pengeras suara dengan bijak dapat memicu kebaikan, ketimbang mudarat. Orang-orang jadi terganggu dan mereka yang mendengarkan azan segera melangkahkan kakinya ke masjid. MUI melihat mereka yang mengeluh pengeras suara berlebihan bukan saja muncul dari warga non Muslim saja, tapi warga Muslim sendiri.

“Kita harus menghargai masyarakat lain. Yang kita khawatirkan bukan kebaikan yang banyak ditimbulkan melainkan malah dampak keburukannya. Bukan melarang memakai pengeras suara tetapi gunakanlah dengan volume yang tidak berlebihan. Karena, sesuatu yang berlebihan juga tidak baik. Agama kita juga melarang tindakan-tindakan yang berlebihan.”

“Sangat bagus kalau masyarakat kita tadarusan. Itu akan menyemarakkan bulan suci Ramadhan. Tetapi, kalau menggunakan pengeras suara, jangan keterusan sampai tengah malam. Karena, sebagian warga kita yang lainnya juga ingin istirahat. Jangan sampai nanti akhirnya tidak hanya warga kita yang non muslim saja bahkan warga kita yang muslim juga ikut mengeluhkan. Ini kan tidak baik jadinya,” ungkap Ketua MUI Bengkulu, Rusydi Syam, di Bengkulu sebagaimana dikutip laman Republika, 22 Juli 2013.