Bagikan:

JAKARTA - Sikap pemerintah Indonesia terhadap konflik Israel-Palestina tak pernah berubah. Indonesia selalu berpihak kepada Palestina. Sebab, penjajahan di atas dunia, apapun bentuknya harus dihapuskan. Namun, komitmen itu justru diciderai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Anggota dari MUI, Istibsyaroh justru diam-diam mengagendakan pertemuan dengan Presiden Israel, Reuven Rivlin. Israel boleh senang-senang saja menyambut tamu. Namun, segenap rakyat Indonesia mengecam tindakan anggota MUI.

Keberpihakan Indonesia terhadap Palestina bukan barang baru. Komitmen itu terus hadir sedari Indonesia merdeka. Solidaritas antar bangsa yang pernah terjajah jadi muaranya. Orang Indonesia sudah memahami pahit getirnya penjajahan.

Kemerdekaan Indonesia lalu jadi pintu Indonesia melawan penjajahan di atas dunia. Dukungan kepada Palestina terus diberikan. Pun tiada tempat untuk Israel. Indonesia pun tak pernah mau mengakui Israel sebagai negara.

Komitmen itu berlangsung secara turun-temurun, dari satu presiden ke presiden lainnya. Namun, tak banyak memahami benar sikap Indonesia. MUI saja pernah menciderai rakyat Indonesia. Anggotanya MUI yang mengisi jabatan Ketua Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga, Istibsyaroh diam-diam terbang dan berjumpa dengan Presiden Israel, Reuven Rivlin.

Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (MUI), Istibsyaroh. (www.istibsyaroh.com)

Pertemuan antara Istibsyaroh dan enam orang lainnya di inisiasi oleh Australia/Israel & Jewish Affairs Council (AIJAC). Pertemuan itu berlangsung di kediaman Presiden Rivlin pada 18 Januari 2017. Pertemuan itu diisi dengan acara bincang-bincang sederhana. Presiden Rivlin banyak mengungkap terkait sentimen rakyat dunia yang menganggap Israel memusuhi umat Islam.

Kondisi itu membuat sikap anti Israel mendunia. Rivlin menegaskan Israel menerima semua agama. Mereka terbuka sekali dengan keberagaman. Rivlin juga berharap antara Israel-Indonesia dapat bekerja sama dalam segala bidang.

Suatu hubungan yang diharapkan dapat membuka persahabatan kedua negara di masa depan. Istibsayroh pun merasa tersanjung diundang oleh Presiden Israel. Ia menegaskan bahwa Indonesia sendiri sebenarnya sudah terbiasa dengan urusan keberagaman. Pandangan itu bak menyeratkan Israel dan Indonesia tiada beda.

“Merupakan suatu kehormatan untuk berada di sini, sebagai Presiden Institut Pendidikan Tinggi, sebagai ketua Dewan Islam, dan sebagai mantan senator Republik Indonesia. Indonesia terdiri dari lebih dari 17 ribu pulau, dan terbang dari satu sisi ke sisi lainnya dapat memakan waktu sepuluh jam.”

“Meskipun terdapat banyak agama dan budaya yang berbeda, mereka semua adalah satu sebagai warga negara Indonesia,” ungkap Istibsayroh sebagaimana dikutip laman Kedutaan Besar Israel untuk Amerika Serikat, 18 Januari 2017.

Banjir Kecaman

Pertemuan Istibsyaroh dan enam rekannya pun bocor. Kebocoran itu karena Kementerian Luar Negeri Israel mengunggah foto kebersamaan mereka. Istibsyaroh yang jadi bagian Komisi pemberdayaan Perempuan MUI dipuji Israel sebagai salah satu pemimpin Muslim Indonesia.

Keberadaan berita dan beserta foto itu membuat MUI ketiban apes. Alih-alih pujian, MUI dan Istibsyaroh mendapatkan kecaman dari sana-sini. Kepercayaan rakyat Indonesia kepada MUI yang notabene kerap memosisikan diri mendukung Palestina merosot. 

Kecaman paling keras muncul dari Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah. Ia mengungkap MUI harusnya memahami bahwa Indonesia tidak punya hubungan diplomatik apapun dengan Israel. Pun Indonesia tak mengakui berdirinya Israel. Kunjungan itu harusnya dilarang oleh pemerintah Indonesia dan MUI.

MUI sendiri pun bereaksi. Empunya kuasa sebenarnya tak terlalu masalah jika agenda anggota ke Israel hanya untuk ziarah ke Masjid Al Aqsa. Namun, karena ada embel-embel politik berjumpa Presiden Israel, jelas telah mencoreng nama MUI.

Organsasi yang dibentuk pada era Orde Baru itu berjanji akan menyiapkan sidang khusus. Bahkan, rencana pemberhentian anggotanya telah disiapkan. Masalah itu pun kemudian menguap begitu saja.  

"Yang perlu disadari oleh tokoh terutama ya, sadarilah bahwa kita tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel karena itu menunjukkan dan membanggakan. Apalagi kunjungan ke Israel itu sama dengan menghina pendiri bangsa, menghina Bung Karno, menghina amanat pembukaan UUD.”

"Ada orang alasan ziarah ke Palestina ke Al-Aqsa dan sebagainya. Kalau orang sebagai turis itu diam saja dan tidak bertemu pejabat. Tapi ini kalau bertemu pejabat dan sebagainya, itu niat mau mengakui negara yang tidak kita akui. Jadi itu yang harus disadari, apalagi kalau dia adalah anggota Majelis Ulama, itu sangat disayangkan karena ini prinsipiil sekali, apalagi dengan begitu banyak fatwa ulama di dunia ini untuk tidak menerima (Israel)," ungkap Fahri Hamzah sebagaimana dikutip laman Detik.com, 20 Januari 2017.