Bagikan:

JAKARTA - Benua Afrika pernah merasakan perihnya pandemi COVID-19. Kenya, apalagi. Saban hari angka penularan virus dari Wuhan, China itu meningkat tajam. Sistem kesehatan di Kenya jadi terganggu -- kolaps. Rumah sakit penuh. Tenaga kesehatan (nakes) – utamanya dokter sangat kurang.

Pemerintah pun tak mau ambil pusing. Opsi menambah kuota dokter impor dari Kuba dipandang jadi solusi memulihkan sistem kesehatan di Kenya. Alih-alih disambut baik, rencana itu ditolak mentah-mentah oleh segenap nakes dan dokter Kenya.

Kemunculan virus korona di China membawa kepanikan di seantero dunia. Penularan virus yang super cepat menerjang sistem pernafasan jadi muaranya. Tiada negara yang benar-benar siap menghadapi COVID-19. China saja sampai kelimpungan.

Kebijakan yang dikeluarkan pun serba terlambat. Penyebaran virus korona jadi tak tekendali. Virus dari Wuhan itu mulai mewabah di seantero dunia, dari benua Amerika, Eropa, dan Asia. Virus korona pun kian deras menerpa benua Afrika.

Kondisi itu karena Afrika tanpa COVID-19 saja kehidupan sudah sedemikian sulit. Ambil contoh di Kenya pada awal 2020. Kehadiran virus korona di Kenya tergambarkan lewat pribahasa bak jatuh tertimpa tangga pula.

Presiden Kenya 2013-2022, Uhuru Kenyatta mengeluarkan kebijakan impor dokter dari Kuba pada 2017 yang mendapat banyak tentangan dari tenaga kesehatan lokal. (Photo/PSCU) 

Pemerintah Kenya gagal mengantisipasi COVID-19. Imbasnya penularan kian masif. Angka mereka yang kehilangan nyawa terus bertumbuh. Petugas kesehatan – utamanya dokter kewalahan. Rumah sakit penuh dan obat-obatan mulai menipis.

Nakes yang notabene berada di garda terdepan melawan COVID-19 justru ketiban apes. Narasi itu karena banyak tenaga kesehatan dan dokter yang ikut terinfeksi virus korona. Beberapa di antaranya meninggal dunia. Kondisi itu karena lambatnya pemerintahan Presiden, Uhuru Kenyatta merekrut tenaga kesehatan baru dan menghadirkan alat pelindung diri mempuni.

Keadaan itu membuat suasana rumah sakit di Kenya mencekam. Namun, pemerintah Kenya tak mampu menangani keadaan. Komunikasi antara pemerintah ke sektor kesehatan buruk. Suatu kondisi yang membuat banyak tenaga kesehatan di rumah sakit seraya berjuang sendiri-sendiri.

Padahal, pemerintah Kenya memiliki anggaran besar untuk mengangani COVID-19. Celakanya anggaran itu dikabarkan banyak dikorupsi. Nakes dan dokter pun tak tinggal diam. Mereka bersatu melemparkan kritik kepada pemerintah.

Mereka ingin supaya kehidupan mereka yang berada di garda terdepan perlawanan terhadap virus korona diperhatikan. Mereka meminta bonus dan tunjangan lebih atas partisipasi melawan COVID-19. Kepedulian itu dianggap dapat meningkatkan semangat dan mental nakes.

Potret rakyat Kenya sedang mengantre vaksin COVID-19. (ANTARA)

“Para dokter menuntut perlengkapan pelindung yang berkualitas, asuransi kesehatan yang komprehensif, gaji yang dibayarkan tepat waktu, promosi dan paket kompensasi, serta pengecualian tugas bagi dokter yang sedang hamil atau yang memiliki kondisi kesehatan bawaan. Pejabat serikat pekerja juga mendesak pemerintah untuk mempekerjakan 1.000 dokter yang menganggur guna mengatasi kekurangan tenaga kerja.”

“Mogok kerja para dokter di masa lalu telah berlangsung selama berbulan-bulan , dan mogok kerja kali ini tidak terbatas waktu. Mercy Mwangangi, kepala sekretaris administratif kementerian, mengatakan dalam konferensi pers pada hari Jumat bahwa sejumlah daerah telah meningkatkan kondisi rumah sakit dan peralatan pelindung, dan bahwa kementerian sedang bernegosiasi dengan para pekerja kesehatan,” tulis Abdi Latif Dahir dalam tulisannya di laman The New York Times berjudul Kenya’s Health Workers, Unprotected and Falling Ill, Walk Off Job (2020).

Tolak Impor Dokter Asing

Kekacauan dan kekalutan karena COVID-19 terus muncul di Kenya. Pemerintah bak ambil peran. Mereka mencoba kembali mengeluarkan solusi instan. Pemerintah Kenya ingin menambah kuata impor dokter dari Kuba.

Solusi itu dikeluarkan karena impor dokter asing bukan hal baru di Kenya. Pemerintah Kenya telah melakukan kerja sama dengan Kuba pada bidang kesehatan. Pemerintah Kenya lalu melakukan impor dokter dari kuba sebanyak 100 orang pada 2017.

Masing-masing-masing 47 dokter spesialis dan 53 dokter keluarga. Kedatangan dokter asing itu menyebabkan ketimpangan sosial. Dokter Kuba lebih dihormati dan kesejahteraannya terjamin ketimbang dokter lokal. Gaji mereka saja dua kali lipat daripada dokter asal Kenya.

Nakes dan dokter lokal pun tak ingin kejadian yang sama terus berulang pada 2020. Gelora penolakan rencana pemerintah datangkan lebih banyak dokter Kuba muncul di mana-mana. Banyak di antara mereka turun ke jalan untuk terus kritik langkah pemerintah.

Sekalipun Kenya sedang genting karena angka penderita virus korona meningkat. Persatuan Praktisi Medis, Apoteker dan Dokter Gigi Kenya (KMPDU) terus menolak impor dokter asing. Mereka menyebut ada sekitar 1.000 dokter lokal yang sedang menganggur di Kenya.

Mereka meminta pemerintah segera mempekerjakan dokter lokal dibanding impor dokter asing kembali yang belum tentu jadi solusi. Wacana mendatangkan impor dokter terus dipertimbangkan oleh pemerintah.

Kaum pekerja di Kenya terus melakukan aktivitas dengan masker dan pembatasan jarak. (ANTARA)

Pemerintah Kuba baru benar-benar mengakhiri kerja sama bidang kesehatan dengan Kuba pada 2023. Pemerintah Kenya tak lagi-lagi mengimpor dokter asing dari Kuba. Keputusan itu diambil demi meningkatkan kapasitas nakes dalam negeri. 

“Impor dokter Kuba oleh pemerintah tidak mengenakkan. Kami memiliki petugas kesehatan yang memenuhi syarat dan telah dilatih dengan uang pembayar pajak, tetapi pemerintah tidak mempertimbangkan mereka. Dengan meningkatnya kasus COVID-19, para dokter spesialis ini akan membantu para dokter kami dalam mengelola penyakit dan bertukar keterampilan," tambah penjabat Sekretaris Jenderal KMPDU Chibanzi Mwachonda, dikutip laman Anadolu Ajansı, 22 Juli 2020.