Bagikan:

JAKARTA - Integritas seorang pejabat publik kerap hancur karena kombinasi tiga hal: harta, takhta, dan wanita. Ketiganya memiliki daya rusak yang besar. Bagi mereka yang dapat mengendalikan hasratnya akan harta hingga nafsu dapat jadi contoh pejabat berintegritas.

Mereka yang gagal mengendalikan, niscaya nasibnya berada dalam kubangan penyesalan macam Yahya Zaini dan Aceng Fikri. Kedua pejabat publik itu jusrtu bukan kesohor karena prestasi. Mereka dikenal karena skandal percintaan jadi konsumsi publik.

Karier seorang pejabat dapat hancur imbas skandal percintaan bukan barang baru. Contohnya ada di mana-mana. Karier sekelas presiden negara adidaya Amerika Serikat (AS), Bill Clinton saja hancur lebur pada era 1990-an.

Kondisi itu tak jauh beda dengan mereka yang hanya pejabat tinggi atau menengah. Semuanya bermuara pada superioritas. Pejabat –utamanya pria- telah mapan, jabatan yang diempan punya pengaruh. Gaung itu seraya membuat daya pikat mereka ke kaum hawa meningkat.

Pejabat di Indonesia telah paham benar terkait narasi harta, takhta, dan wanita. Skandal demi skandal yang membawa kehebohan seperti sudah jadi hal biasa. Kasus Yahya Zaini, misalnya. Wakil Rakyat dari Partai Golkar itu mulanya telah menikmati jerih payah dalam dunia politik.

Pria kelahiran Pulau Bawean 24 April 1964 itu dikenal luas sebagai aktivis mahasiswa. Yahya diketahui pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sedari 1992-1994. Ia pun pernah diangkat sebagai staf khusus Menteri Perumahan Rakyat, Akbar Tanjung pada 1993.

Karier itu mampu membuatnya melaju sebagai anggota DPR RI periode 2004-2009. Konon, Yahya akan dicalonkan Golkar sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Masalah muncul. Skandal percintaannya dengan penyanyi Maria Eva mencuat ke publik pada akhir 2006.

Parahnya lagi kabar itu muncul karena rekaman adegan intim pria beristri itu dengan Maria Eva tersebar. Kontroversi sudah tentu. Malu apalagi. Karier yang dibangun Yahya rusak parah kala itu, bak nila setitik rusak susu sebelanga.

Yahya Zaini, politikus Golkar yang sempat menghebohkan Nusantara karena skandal percintaannya. (ANTARA)

“Dalam usia relatif muda, Yahya kini memilih pergi dari dunia politik. Selain mundur dari anggota DPR, dia juga menepi dari Beringin. Senin pekan lalu, bersama istrinya, Yahya menyerahkan langsung surat pengunduran diri dari kepengryusan partai itu kepada Jusuf Kalla. Surat diserahkan di rumah dinas Kalla di Jakarta Pusat. Dari pertemuan 45 menit itu, Kalla memastikan, "Pak Yahya akan berkiprah di dunia lain.”

“Jika Yahya kehilangan masa depan politiknya, Maria Eva justru tengah memasuki masa gemilang. Sebab, kendati lama berkiprah di panggung hiburan, nama Eva tak kunjung berkibar. Baru sesudah rekaman adegan intim itu beredar luas, Maria tiba tiba kebajiran order,” ungkap Wenselaus Mangut, Sutarto, dan Rini Kustiani dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Dari Adegan 42 Detik (2006).

Heboh Nikah Siri Aceng Fikri

Beda Yahya Zaini, beda pula Aceng Fikri. Bupati Garut era 2009-2013 itu bukan heboh karena rekaman adegan intim. Aceng justru heboh karena skandal pernikahan siri kilatnya menghebohkan seisi Indonesia. Aceng yang beristiri ternyata menikah secara siri dengan Fani Oktora pada 14 Juli 2012.

Pernikahan dengan wanita berumur 18 tahun itu sepintas tak ada masalah. Namun, Aceng bak biang kerok atas hidupnya sendiri. Aceng menceraikan istri sirinya empat hari setelah menikah hanya lewat pesan singkat (SMS).

Alasan menceraikannya dianggap tak etis. Aceng menyebut istri sirinya telah berbohong terkait status keperawanannya. Ia pun merasa rugi ratusan juta karena telah menikahi Fani secara siri. Aceng telah membuktikan bahwa Fany yang awal diklaim masih perawan, ternyata tak sesuai omongan.

Aceng Fikri kala meminta maaf atas kegaduhan yang diperbuatnya dengan skandal nikah kilat. (ANTARA)

Alih-alih rasa sakit hati Aceng hilang, rasa sakit sakit hati justru muncul dari khalayak umum. Aceng dianggap cacat secara etika. Ia juga melanggar Undang-Undang Perkawinan. Kondisi itu membawa Aceng mau tak mau meninggalkan jabatannya sebagai Bupati Garut.

Skandal percintaan Yahya Zaini dan Aceng Fikri pun jadi bukti bahwa harta, takhta, wanita punya peran besar bagi jatuh bangun karier seseorang pejabat publik. Kebetulan keduanya memilih sendiri jalannya untuk jatuh dari gelanggang politik masing-masing. Ada yang mengundurkan diri. Ada yang dimakzulkan.

“Kini tak ada yang perlu dilakukan oleh Bupati Garut Aceng H.M. Fikri kecuali bersiapsiap kehilangan jabatan. Ia mesti menerima realitas politik dan hukum. Máhkamah Agung télah memutus pemakzulan Aceng, kasus yang sebulan sebelumnya disodorkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut. Perlawanan dalam bentuk apa pun terhadap vonis ini akan percuma.”

“Majelis hakim agung menyatakan, pendapat DPRD Garut bahwa Aceng melanggar etika dan sumpah jabatan sudah sesuai dengan hukum. Ini berarti kasus pernikahannya yang kontroversial tidak bisa dianggap semata-semata sebagai urusan pribadi. Bagaimanapun, Aceng merupakan pejabat publik,” tertulis dalam laporan Koran Tempo berjudul Aceng Fikri, Sudahlah (2013).