PALANGKA RAYA - Polemik pembatasan volume suara azan oleh Kemenag belakangan ini justru tidak berpengaruh di tengah masyarakat Provinsi Kalimantan Tengah.
Ketua Pengurus Masjid Raya Darussalam Palangka Raya, Khairil Anwar mengatakan volume suara azan di lingkungan sekitar selama ini tidak pernah dipermasalahkan oleh masyarakat.
"Selama ini kami tidak pernah menemui keluhan dari masyarakat terkait volume suara azan," ucapnya saat dihubungi, Rabu 23 Februari.
Bahkan sebaliknya, masyarakat menanyakan kepada pihaknya apabila kumandang suara azan tidak terdengar hingga ke rumahnya.
Sebab bagi masyarakat khususnya umat Islam kumandang adzan sangatlah penting sebagai penanda waktu shalat selama lima waktu, baik subuh, zhuhur, ashar, magrib, maupun isya.
"Mungkin masing-masing saja di lingkungan masyarakatnya disesuaikan, yang banyak nonmuslim bisa didialogkan dan dimusyawarahkan," ungkapnya yang juga merupakan Ketua MUI Kalteng tersebut.
BACA JUGA:
Khairil Anwar mengatakan, terkait terbitnya Surat Edaran dari Kementerian Agama tentang aturan penggunaan pengeras suara di masjid maupun mushala, pihaknya sudah menyampaikan kepada pengurus.
"Kami sudah menyampaikan mengenai peraturan itu ke pengurus, namun belum ada melaksanakan rapat. Tetapi selama ini tidak ada keluhan, bahkan yang saya dengar masyarakat bertanya kalau suara dari masjid tidak terdengar," terangnya.
Kendati demikian pihaknya menegaskan, menyepakati bahwa suara adzan yang disampaikan atau mengumandang haruslah jelas dan bagus.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan tertulis menyampaikan, panduan diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antar warga masyarakat.
Menag mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.
Tapi di sisi lain, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya demi merawat persaudaraan dan harmoni sosial.
Adapun pedoman penggunaan pengeras suara tersebut diantaranya meliputi pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/mushala.
Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan dan paling besar 100 desibel, hingga dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memerhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.
Sementara itu salah seorang warga Palangka Raya Trisnawati mengaku, selama ini suara azan dari mushala yang ada di kawasan tempat tinggal mereka tidak pernah dipermasalahkan.
"Suara yang terdengar tidak menjadi gangguan bagi warga dan setahu saya selama ini tidak pernah dipermasalahkan oleh warga lainnya," jelasnya.