Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 11 tahun yang lalu, 9 Juli 2013, Menteri Agama (Menag), Suryadharma Ali membantah dana Sidang Isbat untuk menentukan awal bulan Ramadan mencapai Rp9 miliar. Surya mengungkap dana yang digunakan kurang dari Rp1 miliar.

Sebelumnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin kritik pemerintah yang menghamburkan uang untuk Sidang Isbat. Din menganggap pemerintah tak perlu menggelar Sidang Isbat dan tinggal umumkan saja awal Ramadan dengan metode kekinian.

Polemik penetapan awal bulan Ramadan yang berbeda kerap terjadi antara Muhammadiyah dan pemerintah Indonesia. Muhammadiyah biasanya menggunakan dalil-dalil syariat dan kaidah ilmiah untuk menunjang penentuan awal Ramadan.

Muhammadiyah mengedepan dua kriteria. Kriteria pertama ialah ijtima atau konjungsi yaitu melihat matahari dan bulan berada dalam satu garis lurus. Itu terjadi sebagai tanda bulan berakhir. Kriteria kedua dengan mengamati sore hari ketika matahari tenggelam, bulan masih berada di atas ufuk atau cakrawala berapapun derajatnya, itulah hilal.

Menteri Agama, Suryadharma Ali (tengah), Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin (kedua kiri), Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar (kedua kanan), Ketua Komisi VIII DPR, Ida Fauziyah (kiri) dan Dirjen Bimas Islam Kemenag, Abdul Djamil (kanan), memimpin Sidang Isbat awal Ramadhan 1434 H di Kementerian Agama, Jakarta, Senin (8/7/2013). (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki/ed/ama/13)

Ketua Umum Muhammadiyah, Din Syamsuddin menyebutnya dengan dua Kriteria itu Muhammadiyah dapat mengetahui awal puasa 1.000 tahun lagi. Din pun juga menyayangkan pemerintah Indonesia masih menggelar penentuan Ramadan dengan menggelar Sidang Isbat.

Kondisi itu dikritik habis-habisan. Din menyanggap upaya pemerintah menggelar Sidang Isbat –musyawarah-- menentukan awal bulan Ramadan sebagai pemoborosan.

Sidangnya mahal pula sampai menyentuh angka Rp9 miliar. Pemerintah pun disarankan untuk tak perlu melakukan Sidang Isbat dan langsung umumkan saja penentuan awal Ramadan. Opsi itu supaya pemerintah bisa berhemat banyak dana dan penggunaannya bisa dialihkan ke sektor lain.

Kritik dari Din bersambut. Segenap rakyat Indonesia mengungkap baru tahu bahwa Sidang Isbat memakan dana yang besar. Sikap pro dan kontra pun tak terhindarkan. Banyak yang menganggap dana besar seharusnya dialihkan ke kegiatan lainnya di bulan Ramadan.

"Sekarang ini belum dua derajat ketinggian bulan nanti ketika matahari terbenam, seharusnya nyatakan saja. Karena tidak terpenuhi maka tidak perlu melakukan rapat isbat yang katanya itu mahal sekali anggarannya sampai Rp9 miliar, itu dana rakyat."

"Daripada menghabis-habiskan uang rakyat. Karena Muhammadiyah sudah yakin dengan keyakinan ilmiah tersebut," kata Din di Gedung PP Muhammadiyah Jakarta sebagaimana dikutip laman Merdeka.com, 8 Juli 2024.

Menag Surya pun angkat bicara pada 9 Juli 2024. Ia mengungkap Sidang Isbat menggunakan dana besar sampai menyentuh Rp9 miliar tak benar. Dana yang digunakan untuk Sidang Isbat hanya kurang dari Rp1 miliar.

Besar atau kecilnya dana dianggap Surya sebenarnya tak masalah. Sebab, penetapan awal Ramadan dianggap peristiwa besar yang ditunggu oleh segenap umat Muslim di seantero Nusantara. Surya meyakini upaya pemerintah menghadirkan Sidang Isbat selalu ditunggu-tunggu rakyat Indonesia.

Pemantauan hilal untuk menentukan awal Ramadan. (ANTARA FOTO/Maulana Surya)

Surya menganggap Kemenag perlu memutuskan awal Ramadan dengan forum. Kondisi itu karena jika Kemenag memutuskan sepihak dapat mendatangkan protes dari sana-sini.

"Biaya Rp9 miliar itu tidak benar. Kemarin biaya makan saja yang besar, enggak ada Rp1 miliar. "Dana Rp9 miliar dibanding kepentingannya itu kecil," kata Suryadharma, sebagaimana dikutip laman, Kompas.com, 9 Juli 2013.