Bagikan:

JAKARTA - Memori hari ini, 10 tahun yang lalu, 28 Mei 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara resmi menerima pengunduran diri Suryadharma Ali sebagai Menteri Agama (Menag). Pengunduran diri itu dianggap sebagai jalan mengembalikan kepercayaan dan amanah jabatan Menag RI.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Suryadharma sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana haji 2012-2013. Penetapan itu membuat Kementerian Agama (Kemenag) tercoreng namanya. Rakyat Indonesia jadi heboh.

Penyelenggaraan ibadah haji membutuhkan tanggung jawab yang besar. Kondisi itu membuat Kemenag kerap disibukkan tiap tahunnya. Mereka –Kemenag-- sesuai dengan UU Haji (UU Nomor 34 Tahun 2009) dinyatakan memiliki kewenangan, baik sebagai regulator maupun operator penyelenggaraan haji.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) berbicara kepada Menteri Agama Suryadharma Ali di Istana Bogor, Jawa Barat (26/5/2014). (REUTERS/Abror Rizki/handout)

Produk hukum itu nyatanya membawa banyak mudarat, ketimbang untung. Kemenag jadi operator haji dianggap tak bekerja secara maksimal. Banyak di antara jemaat haji yang terlunta-lunta setiap tahun. Belum juga urusan Kemenag mengelola uang ibadah haji yang mencapai Rp70 triliun tiap tahun plus bunganya yang berpotensi jadi sasaran korupsi.

Narasi itu terbukti dengan keberhasilan KPK mengendus adanya dugaan korupsi dana penyelenggaraan haji tahun 2012-2013.Peristiwa itu membuat KPK melakukan penyelidikan lebih dalam. Hasilnya, banyak bukti-bukti yang menerangkan Menag Suryadharma punya andil dalam korupsi dana haji.

KPK lalu menetapkan Suryadharma sebagai tersangka korupsi pada 22 Mei 2014. Penetapan itu karena Suryadharma diduga kuat andil dalam korupsi dana penyelenggaraan haji tahun 2010-2013. Suryadharma terlibat dalam urusan penentuan petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH), pengangkatan petugas pendamping amirul hajj, pemondokan, dan memanfaatkan sisa kuota haji.

Wakil Presiden Jusuf Kalla bersaksi dalam sidang PK Suryadharma Ali Rabu,11 Juli 2018. (ANTARA/Wibowo)

Suryadharma mencoba membela diri. Ia mengungkap urusan penyelengaraan haji tak mudah. Kemenag harus mengurus sekitar 194 ribu jemaah. Ia pun menyerahkan seluruh proses penyelidikan kepada KPK.

"Itu saya serahkan semuanya kepada pihak KPK yang pada saat ini melakukan penyelidikan. Saya tidak bisa menjangkau terlalu detail, ke bawah, karena penyelenggaraan haji dengan total 194 ribu jemaah haji itu bukan pekerjaan yang mudah.”

"Itu juga ditanyakan kepada saya. Saya tidak tahu persis apakah ada permainan semacam itu yang dilakukan oleh Komisi VIII. Saya tidak tahu apakah ada anggota Komisi VIII yang melakukan bisnis-bisnis itu. Di situlah muncul persoalan, antara lain perumahan (pemondokan haji) yang dikategorikan jelek. Perumahan itu dimiliki satu orang dan kami diminta ambil atau tidak ambil semuanya. Tim perumahan kami merasa terdesak karena terikat waktu dan pesaing dari negara lain yang juga butuh rumah," kata Suryadharma sebagaimana dikutip laman ANTARA, 22 Mei 2014.

Status tersangka Suryadharma mendapatkan perhatian dari seisi Indonesia. Presiden SBY termasuk di dalamnya. Pemerintahan SBY meminta Suryadharma untuk bertanggung jawab atas kasus yang menimpanya. Pemerintah meminta Suryadharma segera mengundurkan diri. Bak gayung bersambut, Surya lalu mendatangi SBY untuk menyatakan niatannya mengundurkan diri di Istana Bogor pada 26 Mei 2014.

SBY pun meminta Suryadharma untuk membuat surat pengunduran diri secara tertulis. Surat pengunduran diri lalu dilayangkan. Presiden SBY pun secara resmi menerima pengunduran diri Suryadharma dari jabatan Menag pada 28 Mei 2014. Pengunduran diri itu dianggap sebagai bentuk tanggung jawab supaya Kemenag tak tercemar imej buruk.

"Kami telah terima melalui Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi di Istana Bogor. Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono bertindak sebagai Menteri Agama ad interim," kata kata juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha dikutip laman Tempo.co, 28 Mei 2014.