JAKARTA – Memori hari ini, 10 tahun yang lalu, 31 Januari 2014, Gita Irawan Wirjawan mengundurkan diri dari jabatan Menteri Perdagangan (Mendag). Pengunduran itu dilakukan Gita untuk mengikuti konvensi calon presiden (Capres) Pertai Demokrat. Gita tak mau pencalonannya konflik kepentingan.
Sebelumnya, Gita dikenal luas sebagai pengusaha. Kemampuannya sebagai pengusaha mengagumkan. Ia mampu mengakusisi banyak perusahaan besar. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun kepincut.
Gita Wirjawan pernah merasakan nikmatnya hidup sebagai bankir. Namun, Gita tak merasa puas. Ia ingin mencoba karier baru. Ia mencoba banting setir dari dunia perbankan jadi pengusaha. Urusan modal bukan masalah besar bagi Gita.
Ia mampu menghimpun banyak dana dari ragam relasi dan investor luar negeri untuk dikelola. Hasilnya gemilang. Ia mampu mengambil alih kepemilikan beberapa perusahaan besar. Pendiri Grup Ancora itu mulai mengakuisisi PT TD Resources Tbk hingga PT Multi Nitrotama Kimia.
Perusahaan-perusahaan yang diakuisi mampu membawa keuntungan yang banyak. Kiprah itu membuat nama Gita melejit sebagai salah satu pengusaha sukses Indonesia. Pemerintah Indonesia pun tak tinggal diam.
Presiden SBY secara langsung menginginkan Gita ikut membangun perekonomian nasional. Apalagi, Gita terkenal sebagai ahli dalam melobi dan mendatangkan investasi. Pemerintah mulai menawarkan Gita jabatan.
Kesempatan mengabdi bagi bangsa dan negara tak disia-siakannya. Gita diangkat jadi Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) pada akhir tahun 2009. Kepemimpinannya di BKPM mulanya disanksikan banyak pihak.
Semuanya karena mengurus perusahaan dan negara adalah dua hal yang berbeda. Boleh jadi mengurus perusahaan bisa menghasilkan pendapatan bejibun. Namun, mengurus negera tak demikian. Gita melihat itu bukan sebagai masalah. Ia melihat kritikan itu sebagai pelecut semangat untuk berkeja dengan baik. Sekalipun wewenang BKPM terbatas.
“Salah satu misi Badan Koordinasi adalah harmonisasi kebijakan pemerintah pusat dengan daerah. Kami sudah mengunjungi 21 provinsi dalam satu setengah bulan ini. Saya sudah ke Kabupaten Keerom, daerah perbatasan di Papua. Saya percaya, jika tak mengetahui isi perut sendiri, kita akan susah berjualan. Jadi, ketika saya berangkat ke Jepang. Korea, atau negara di Eropa, saya paham betul apa yang saya tawarkan.”
“Seperti bermain jazz, kami harus berimprovisasi. Bicara tentang kewenangan dan yurisdiksi memang sangat terbatas. Kami hanya bisa berpromosi dan berkoordinasi. Kalau mengacu ke Undang-Undang Penanaman Modal, kewenangan Badan Koordinasi sebenarnya lebih luas daripada sekarang. Saya tak minta pendulumnya bergerak drastis dari ujung ke ujung. Kami harus perlahan membuktikan diri dulu, tidak ngomong doang. Tapi setiap omongan saya harus terealisasi. Itu akan menjadi kesaksian yang paling tepercaya,” terang Gita sebagaimana dikutip Majalah Tempo dalam wawancaranya berjudul Gita Irawan Wirjawan: Kami Tidak Ngomong Doang (2010).
Kepemimpinan Gita di BKPM berjalan lancar. Pemerintah pun segera memberikan Gita wewenang yang lebih tinggi. Gita akhirnya diangkat pemerintah untuk mengisi kursi Mendag pada 2011. Empunya kuasa merasa Gita adalah orang yang tepat untuk mengurusi perdagangan Indonesia.
Namun, Gita memiliki misi lain. Ia justru kepincut untuk mengikuti konvensi capres dari Partai Demokrat. Ia tak ingin kepemimpinannnya sebagai Mendag dapat memicu konflik kepentingan. Keputusan pun diambil. Gita memilih untuk mengundurkan diri sebagai Mendag pada 31 Januari 2014.
BACA JUGA:
“Saya mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai Menteri Perdagangan Republik Indonesia. (Namun) Baru efektif 1 Februari 2014, mengingat betapa pentingnya Konvensi Partai Demokrat bagi kepentingan bangsa," demikian pernyataan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan.
"Pengunduran diri ini didasari dari atau oleh kesadaran etis tentang besarnya konflik kepentingan, jika saya terlibat penuh dalam proses politik selama konvensi, sementara pada saat yang sama tetap menjalankan tugas dan kepercayaan yang diberikan kepada saya sebagai Menteri Perdagangan. Saya berharap, langkah yang saya ambil ini merupakan langkah terbaik bagi Indonesia dan dapat menjadi preseden dalam perkembangan politik dan demokrasi di Indonesia,” ujar Gita sebagaimana dikutip VOA, 31 Januari 2014.