Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 10 September 2014, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) resmi mengundurkan diri dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Perbedaan pandangan antara Ahok dan Gerindra jadi muaranya.

Sebelumnya, andil Gerindra dalam memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2012 begitu besar. Gerindra bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berkolaborasi mencalonkan kadernya. PDIP mencalonkan Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon gubernur, sedang Gerindra calonkan Ahok sebagai wakil gubernur.

Perkawinan politik sering kali menjadi bagian kontestasi politik. Langkah PDIP dan Gerindra dalam Pilkada DKI Jakarta 2012, misalnya. Kedua partai besar itu mencoba meramu strategi yang tepat untuk dapat memenangkan Pilkada DKI Jakarta.

Masing-masing partai coba mengeluarkan nama kader terbaiknya. Hasilnya gemilang. Gerindra dan PDIP menelurkan nama Jokowi-Ahok sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Jokowi kader PDIP dan Ahok kader Gerindra.

Pemilihan Ahok sediri sebagai calon wakil Gubernur DKI Jakarta adalah pilihan dari petinggi Gerindra sendiri, Prabowo Subianto. Prabowo suka reputasi dan gaya Ahok memimpin. Pilihan itu tak salah. Pilkada DKI Jakarta putaran pertama mampu dimenangkan oleh Jokowi-Ahok. Sedang Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke Nara) menempati posisi kedua.

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengundurkan diri dari Partai Gerindra pada 10 September 2014. (Wikimedia Commons)

Pilkada putaran kedua pun dilangsungkan. PDIP dan Gerindra semakin serius berpolitik supaya calonnya unggul. Mereka siap sedia mencoba menangkal segala macam propaganda hitam yang diarahkan kepada Jokowi-Ahok.

Apalagi, keduanya bukan putra daerah yang berasal dari suku yang mendiami Jakarta, Betawi. PDIP dan Gerindra tak terlalu mempermasalahkan hal itu. Keduanya yakin figur Jokowi yang mantan Wali Kota Solo dan Ahok mantan Bupati Belitung Timur dapat memberikan harapan baru bagi warga Jakarta.

Hasilnya Jokowi-ahok memenangi Pilkada DKI Jakarta. Keduanya unggul 53,82 persen suara dari Foke-Nara yang hanya meraih 46,17 persen suara. Karenanya, Jokowi-Ahok pun dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru pada 15 Oktober 2012.

“Salah seorang yang tidak mempermasalahkan gaya bicara Ahok adalah Prabowo Subianto (orang penting dari Partai Gerindra). Prabowo memaklumi gaya bicara Ahok yang terdengar kasar, tetapi bukan kekasaran dari ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh Ahok yang harus dilihat. Namun, niat baik di balik ucapan tersebut.”

“Prabowo yakin di balik ucapan kasar Ahok terdapat hal yang baik. Masalah cuman hal baik yang disampaikan oleh Ahok dengan pilihan bahasanya yang ceplas-ceplos dan berani,” tulis Ismantoro Dwi dan kawan-kawan dalam buku Gara-Gara Ahok: Dari Kegaduhan ke Kegaduhan (2017).

Kepemimpinan Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta berjalan mulus. Gerindra pun mendukung penuh Ahok. Namun, masalah baru muncul kala Ahok dan Gerindra berselisih paham pada 2014. Ahok yang notabene Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Politik Partai Gerindra tak sepakat dengan keputusan partai terkait usulan pemilihan kepala daerah dilanggengkan oleh sekelas DPRD.

Pilihan pun diambil. Ia menimbang dibanding harus setuju sebagai petugas partai, ia justru memilih untuk mengundurkan diri karena sikap Partai Gerindra tak sesuai dengan nuraninya. Pengunduran diri Ahok lalu secara resmi diterima Gerindra pada 10 September 2014.

"Saya sudah resmi mengundurkan diri dari Gerindra. Sejak saya memasukkan surat ini, saya sudah bukan orang partai politik lagi. Bagi saya, Partai Gerindra sudah tidak sesuai dengan perjuangan saya untuk memberikan rakyat sebuah pilihan terbaik," kata Ahok di Balai Kota Jakarta sebagaimana dikutip Kompas.com, 10 September 2014.