Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Kolonial Hindia Belanda pernah meremehkan kekuatan Jepang dalam Perang Pasifik. Empunya kuasa menganggap Jepang takkan mampu merebut Nusantara. Namun, Jepang mencoba membungkam kuasa kolonial. Satu demi satu negara Asia mulai dikuasainya.

Belanda pun panik bukan main. Mereka mulai melihat celah kekalahan yang besar. Siasat pun dimainkan. Mereka menarik seluruh cadangan emasnya yang ada di Javasche Bank. Cadangan emas itu lalu dibawa ke berbagai negara.

Upaya Jepang menguasai Hindia Belanda (kini: Indonesia) tak sebentar. Jepang telah merencanakannya jauh-jauh hari. Mereka telah menyebarkan pasukan intelejennya menyamar dan berbaur dengan kaum bumiputra sedari 1930-an. Banyak di antaranya menyamar jadi pedagang.

Eksistensi penyamaran pun terlihat dari masifnya pertumbuhan toko-toko barang dagangan asal jepang. Barang-barang yang dijual memiliki harga terjangkau. Kondisi itu membuat mereka akrab dengan kaum bumiputra.

Javasce Bank di Batavia yang kemudian dinasionalisasikan jadi Bank Indonesia. (Wikimedia Commons)

Hasilnya gemilang. Intelejen Jepang jadi mudah dalam mengumpulkan informasi terkait kekuatan Belanda di Nusantara. Pejuang kemerdekaan seperti M.H. Thamrin sempat mengingatkan gelagat orang Jepang kepada Belanda.

Empunya kuasa tak menganggap fenomena munculnya pedagang Jepang sebagai ancaman atau persiapan gerakan militer. Nasi sudah jadi bubur. Pergerakan Jepang mulai mengganggu kekuatan kolonial di Asia sedari 1930-an.

Jepang bahkan berani menyenggol China. Pun setelahnya, satu demi satu negera di Asia Tenggara mulai dikuasainya. Jepang pun mulai melebarkan kekuasaan di Singapura. Jepang pun membombardir SIngapura. Jepang menggunakan ratusan pesawat tempur dengan menjatuhkan bom.

Kondisi yang tak jauh berbeda hadir di Malaya (kini: Malaysia). Militer Jepang dengan mudah menguasai kota-kota yang ada di Malaya. Sekalipun kekuasaan itu harus dibayar mahal dengan meninggalnya ribuan orang. Kondisi itu membawa Jepang unggul dan dewi fortuna berada di pihak mereka.

Brankas tempat penyimpanan uang dan emas milik Javasche Bank di Batavia. (Wikimedia Commons)

“Tetapi terhadap serdadu Inggris, tentara Jepang cuma menutup hidungnya saja. Barisan Inggris, terutama opsir Inggris, yang seharusnya paling terdepan membela Malaya, bagian dari Kerajaan Inggris itu, hanya memikirkan keselamatan dirinya semata-mata. Ada yang berkata bahwa para serdadu dan opsir, Inggris itu tak mempunyai kepentingan diri membela imprealisme Inggris.”

“Perkataan ini ada banyak benarnya. Tetapi kalau mereka mau makan gaji besar, yakni dari hasil keringatnnya rakyat di Asia, tetapi dalam waktu bahaya menyerahkan rakyat itu zonder perlawanan sedikit pun kepada tentara yang kejam seperti tentara Jepang, ini bertentangan dengan semua dasar dan moral,” ungkap Tan Malaka dalam buku Dari Penjara ke Penjara (2017).

Pindahkan Cadangan Emas

Aroma kekalahan negara-negara yang ada di Asia tenggara buat Belanda panik bukan main. Padangan mereka yang meremehkan Jepang tak lagi hadir. Penjajah Belanda bak melihat aroma kekalahan memungkinkan hadir di Nusantara.

Belanda pun bersiap-siap memposisikan diri mereka sebagai pihak yang kalah. Posisi itu membuat Belanda mencoba bergerak meminimalisir kerugian. Siasat memindahkan seluruh cadangan emas pun dilakukan. Belanda menarik seluruh cadangan emasnya di Javasche Bank.

Rencananya cadangan emas itu akan dikirimkan ke berbagai negara. Amerika Serikat, Australia, dan Afrika Selatan. Belanda sendiri telah mencoba melakukan upaya pemindahan emas pada 1940 melalui Pelabuhan Cilacap.

Pemerintah kolonial pun telah berhasil mengirim cadangan emas sebesar 125 ton yang nilainya mencapai 250 juta gulden ke AS. Puncaknya ketika Jepang kian mengganas pada awal 1942, Belanda kembali mengamankan sisa cadangan emas sebanyak 60 ton yang bernilai 130 juta gulden.

“Setelah pemindahan cadangan emas itu, pemerintah Belanda meminta kepada bank-bank agar tetap mempertahankan para pegawainya secara terbatas dan terus melanjutkan kegiatan perbankan untuk menghindari lumpuhnya kegiatan perekonomian secara mendadak,” terang Guruh Suryani Rokhimah dan kawan-kawan dalam buku ‘Oejan Mas’ di Bumi Sriwijaya (2020).

Pemindahan itu membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda tenang. Sebab, emas yang berpotensi akan jatuh ke tangan musuh kala Belanda gagal mempertahan Hindia Belanda takkan terjadi. Jepang pun baru benar-benar menguasai Indonesia pada 8 Maret 1942.

Gedung Javasche Bank di Batavia. (Wikimedia Commons)

Kejatuhan itu membuat seluruh aset Belanda diambil alih oleh Jepang. Kondisi itu tetap membuat Belanda rugi banyak. Segala macam simpanan Belanda yang tersisa di Javasche Bank segera dikuasai Jepang.

“Pada bulan Maret 1942 sebagian besar saham dan obligasi yang disimpan oleh Javansche Bank segera dikuasai. Sekalipun Jepang menyadari fakta bahwa saham dan obligasi yang disita mustahil dapat dijual ke luar negeri. Namun, Jepang tak selamanya buntung. Jepang dapat mengita 84 juta gulden uang kertas dan 16 juta gulden dalam koin perak. Semuanya diambil dari kotak deposit,” ungkap Peter Post dan kawan-kawan dalam buku The Encyclopedia of Indonesia in the Pasific War (2010).