Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 47 tahun yang lalu, 3 Juni 1977, label musik, Island Record merilis album fenomenal milik Bob Marley Exodus. Kehadiran album itu disambut dengan gegap gempita di seantero dunia. Pun kemudian Exodus  jadi salah satu album terbaik sepanjang masa.

Sebelumnya,kondisi politik di Jamaika memaksa Marley melontarkan kritik lewat lagu. Masalah muncul. Marley dianggap berafiliasi dengan salah satu partai politik. Kondisi itu membuat nyawanya terancam. Ia memilih hijrah ke Inggris dan bermusik kembali.

Kehidupan Robert Nesta Marley penuh liku. Pria kelahiran Nine Mile, Jamaika 6 Februari 1945 itu harus bertarung dengan kerasnya hidup. Ayahnya yang seorang kulit putih tak pernah menganggap kehadiran. Padahal, ayahnya adalah pegawai tinggi penjajah Inggris.

Kondisi itu membuat Marley hidup dengan ibunya di tengah kemiskinan. ia menghabiskan masa kecilnya hidup sebagai keluarga petani. Mereka pun kemudian hidup di Trenchtown. Marley pun beruntung dapat mencicipi pendidikan.

Momentum bersekolah itulah yang membuat Marley mulai menggemari hobi bernyanyi. Tiap istirahat sekolah Marley selalu diberikan kesempatan untuk bernyanyi oleh gurunya. Kegemaran akan musik bertumbuh.

Bob Marley dalam sebuah konsernya. (Wikimedia Commons)

Kegemaran itu kian kuat karena hampir setiap jalanan kota selalu memutar musik dari radio. Ia mulai akrab dengan karya-karya musisi dunia macam karya Elvis Prasley, James Brown, hingga Nat (King) Cole. Marley pun memutuskan jalan hidupnya ada di dunia hiburan.

Saban hari disela-sela aktivitasnya sebagai tukang las, Marley mulai membuat lagunya sendiri. Ia menyukai musik ska, tapi dengan tempo yang diperlambat hingga dunia kemudian mengenalnya sebagai musik reggae.

Ia pun ikut hadir dalam kelompok musik reggae, Rude Boys, kemudian The Wailers. Marley dan bandnya mulai melahirkan beberapa album musik yang diedarkan secara masif di Jamaika. Kariernya kian menanjak kala Marley menandatangani kesepakatan dengan Island Record pada 1972.

Kesepakatan itu membuat lagu-lagu Marley dapat menjangkau penggemar musik lebih luas: dunia. Eksistensi itu membuat Bob Marley bak 'dewa' baru di Jamaika. Ia seraya dikultuskan sebagai pemersatu rakyat Jamaika.

Pesona dan karisma Marley pun dianggap memihak kepada salah satu partai politik lokal. Kondisi itu membuatnya hampir terbunuh.

Cover album Exodus (1977) karya Bob Marley. (bobmarley.com)

“Dia juga menjadi tokoh politik yang terkenal dan pada tahun 1976 selamat dari upaya pembunuhan yang diyakini bermotif politik. Konser Smile Jamaica—di mana Marley and the Wailers dijadwalkan tampil pada tanggal 5 Desember 1976, dan yang awalnya dibingkai sebagai perayaan komunitas yang apolitis. Kemudian dipandang secara luas sebagai dukungan terhadap perdana menteri yang sedang menjabat , Michael Manley dari Partai Nasional Rakyat.”

“Sosok itu yang berusaha memanfaatkan persepsi tersebut dengan mengikuti pengumuman konser tersebut dengan seruan pemilihan legislatif. Dua hari sebelum konser, sekelompok pria bersenjata, mungkin berusaha untuk menghukum Marley atas dukungannya terhadap Manley, masuk ke rumah Marley dan melukai Rita Marley, manajer Bob Marley (Don Taylor), seorang karyawan band, dan Marley sendiri,” tertulis di laman britannica.

Kekacauan politik dan terancam nyawa jadi puncak kegerahan Marley hidup di Jamaika. Ia merasa Jamaika tak lagi aman buatnya berkarya. Kondisi itu membuat Marley hijrah ke Inggris. Di sana, Marley memulai hidupnya yang baru dengan penuh semangat.

Ia dan rekan-rekan di bandnya mulai melakukan proses kreatif menciptakan lagu-lagu. Hits-hits andalan berupa Jamming, Waiting in Vain, Turn Your Lights Down Low, Three Little Bird, dan One Love/People Get Ready tercipta. Lagu itu kemudian dalam album Exodus yang dirilis Island Record pada 3 Juni 1977.

Seisi dunia pun antusias dengan hadirnya Exodus karya Bob Marley. Album itu jadi buruan banyak orang. Bahkan, kemudian album Exodus menjadi salah satu album reggae terbaik sepanjang masa.

“Album Bob Marley & The Wailers tahun 1977, Exodus, secara universal digembar-gemborkan sebagai karya reggae klasik. Pada tahun 1999 majalah Time bahkan menamakannya sebagai album terbaik abad ke-20. Exodus jelas bersinar sebagai salah satu kapsul waktu terbaik legenda Bob Marley, sebuah karya yang memadukan ide-ide politik dan budaya serta menarik inspirasi Dunia Ketiga,” tulis Tim McPhate dalam tulisannya di laman grammy.com, 1 Juni 2018.