JAKARTA – Sejarah hari ini, 40 tahun yang lalu, 25 Juni 1984, seisi dunia menyambut album musik Purple Rain karya penyanyi kenamaan Prince Rogers Nelson. Album itu disambut dengan dengan gegap gempita. Lagu-lagunya digemari dan Purple Rain jadi salah satu album musik terlaris sepanjang masa.
Sebelumnya, Prince dikenal sebagai musisi genius. Ia sudah tertarik dengan musik sedari kecil. Hasilnya mengagumkan. Ia tak saja mampu memainkan segala macam alat musik, ia pun memahami seluk-beluk industri hiburan.
Prince telah akrab dengan musik sedari kecil. Musik dan radio jadi temannya. Pria kelahiran Minneapolis, Amerika Serikat, 7 Juni 1958 itu jadi gemar mencari tahu tentang musik. Ia mulai mempelajari berbagai macam instrumen musik dari gitar hingga piano.
Eksistensinya dalam bermusik pun kian kuat kala kedua orang tuanya bercerai. Peristiwa menyedihkan itu jadi jalannya ‘melarikan diri’ ke musik. Ia mulai mengekplorasi musik yang ada. Namun, ekspolrasinya berkembang jauh. Prince mencoba melawan pakem-pakem musik populer.
Ia bak mendefenisikan filosofi bermain musik ala Prince. Prince mencoba membuat musiknya sendiri. Kadang kala Prince mencoba menggabung elemen hard rock, psychedelic, dan elektronik dalam lagunya. Kegeniusan itu membuat Prince sulit ditolak dalam belantika musik. Label rekaman Warner Bros kepincut mengajak Prince untuk bekerja sama.
Prince pun diberikan kesempatan mengeksplorasikan bakat musiknya. Kebebasan itu membuat Prince serius dalam menyelesaikan album pertamanya. Bahkan, Prince sampai memainkan sendiri 23 alat musik dalam album. Ia terlibat hampir dalam seluruh proses rekaman.
Ia bahkan jadi editor yang menyempurnakan lagu-lagunya. Alhasil, dunia pun menyambut album musik pertama Prince, For You (1978). Kerjasamanya dengan Warner Bros terus berlanjut. Album-album Prince lainnya bermunculan. Prince (1979), Dirty Mind (1980), Controversy (1981), 1999 (1982).
Album musik Prince rata-rata mampu menjangkau banyak penggemarnya. Resep lagu dengan percintaan, kebebasan, dan tema tabu jadi andalannya. Prince pun kian digilai. Panggilan untuk melakukan tur musik muncul dari mana-mana. Prince lalu terkenal sebagai sosok yang berpenampilan nyentrik.
“Proses menyusun materi lagu seperti yang dia lakukan sungguh jenius. Dia adalah editor yang luar biasa, dan ini terjadi pada masa ketika kami sedang menyambung pita perekat. Karena Prince adalah seorang musisi yang hebat, dia dapat menemukan potongan-potongan musik di kepalanya.”
“Prince lalu mencoba menyatukannya ide-idenya menjadi sesuatu yang benar-benar berbeda – ada beberapa gerakan yang sangat berani saat itu. Dia mempunyai visi di kepalanya untuk segala hal mulai dari fesyen, suara, hingga truk katering. Dia tahu segalanya,” ungkap musisi yang pernah bekerja sama dengan Prince, Bobby Z dikutip Michael Hann dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul How We Made Prince's Purple Rain (2017).
BACA JUGA:
Alih-alih puas dengan pencapaiannya, Prince justru terus merasa kurang. Keinginan untuk tampil dan menghibur lebih baik terus dilakukan. Hasil perenungan itu membuatnya mulai menulis banyak materi lagu.
Prince pun mulai melunak dan mencoba menghadirkan kolaborasi dengan musisi lainnya dan membentuk band: Prince & The Revolution. Campuran kreativitas itu memunculkan lagu-lagu macam When Doves Cry, The Beautiful Ones, Darling Nikki, I Would Die 4 U.
Sederet lagu itu jadi materi teranyar dari album barunya Purple Rain. Album itu dirilis serentak pada 25 Juni 1984. Album musik Prince langsung disambut dengan gegap gempita. Materi lagu di album itu pun banjir pujian.
Perlahan-lahan album Purple Rain meraih penghargaan demi penghargaan. Suatu penghargaan yang membuat musikalitas Prince sebagai musisi genius teruji. Purple Rain kemudian menjelma sebagai salah satu album terlaris sepanjang masa.
“Untuk pertama kalinya, Prince melangkah melampaui gambaran yang ia buat sendiri secara obsesif dalam rekaman-rekaman sebelumnya. Hasilnya sangat menggembirakan. Apa pendapat para kritikus film tentang semua ini memang masih harus dilihat. Namun, album 'Purple Rain adalah pemenangnya, secara kreatif dan komersial.”
“Album ini mungkin tidak memiliki kecanggihan multiformat Michael Jackson dan visi tunggal Bruce Springsteen tentang harapan dan kegagalan Amerika. lagu-lagu hits Jackson dan Springsteen boleh jadi akan segera dilupakan. Beda hal dengan ‘Purple Rain' akan tetap dikenang dan dimainkan sebagai lagu rock klasik yang abadi,” ungkap Robert Palmer dalam tulisannya di surat kabar The New York Times berjudul Prince Creates A Winner with Purple Rain (1984).
Prince meninggal dunia di rumahnya di Chanhassen, daerah pinggiran Minneapolis, Minnesota, AS pada 21 April 2016 dalam usia 57 tahun. Penyebab kematiannya disebutkan karena overdosis obat-obatan pereda rasa sakit, yang selama bertahun-tahun dia konsumsi.