Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 10 tahun yang lalu, 2 Juni 2014, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) gerah dengan orang-orang yang menganggap rendah sosoknya sebagai tukang mebel. Jokowi menyebut dirinya bukan tukang mebel tapi eksportir produk kayu ke luar negeri.

Sebelumnya, keputusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memilih Jokowi sebagai capres disambut dengan suka cita. Banyak yang mendukung langkah PDIP. Namun, tak sedikit pula yang meragukan, bahkan menghina Jokowi.

Eksistensi Jokowi dalam dunia politik tak perlu diragukan. Sosok pengusaha itu kerap munjur kala ikut kontestasi politik. Jokowi pernah menjadi Walikota Solo dua periode. Pun karier politiknya kian menanjak kala partai yang membesarkannya, PDIP mencalonkan diri sebagai calon gubernur Jakarta.

Popularitas dan kepopuleran Jokowi dianggap membawanya ke kursi DKI 1. Hasilnya gemilang. Jokowi mampu menjadi Gubernur DKI Jakarta terpilih setelah menang Pilgub 2012. Kader PDIP pun mulai mengusulkan nama Jokowi sebagai kandidat capres untuk Pilpres 2014.

Foto ketika Jokowi membangun bisnis mebelnya. (Istimewa)

Beberapa kader merasa Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah saatnya beristirahat untuk ikut kontestasi politik. Gema dukungan Jokowi jadi kandidat capres PDIP muncul di mana-mana. Kader-kader PDIP di daerah mulai mendukung wacana itu.

Kemunculan nama Jokowi nyatanya tak melulu ditanggapi positif. Banyak juga yang menanggapi negatif. Ruhut Sitompul, misalnya. Politisi Demokrat itu menganggap Jokowi tak layak jadi calon presiden. Sekalipun banyak lembaga survei mulai menempatkan Jokowi jadi calon presiden Indonesia yang paling potensial.

Mulanya Ruhut mendasari anggapannya karena Jokowi tak banyak mengubah apa-apa di di Solo maupun Jakarta. Kemudian, kritikan mulai bernada hinaan. Ia menyebut tukang mebel belum layak jadi orang nomor satu di Indonesia.

PDIP dianggapnya takkan mungkin mau mencalonkan Jokowi. Karier politik Jokowi dianggap cukup pada level Walikota atau gubernur saja, tak lebih.

"Masih ada yang jagoin? Hancur begitu. Itu, survei dulu, sekarang lihat jalan makin macet, banjir dimana-mana, sudah enggak pantas dia jadi Presiden. Gimana, jadi Wali Kota Solo saja gagal, tukang mebel mau jadi capres."

"Jangan jadi korban pencitraan, aduh, masih saja jagokan dia. PDIP saja enggak calonin dia, siapa yang mau dukung, mau maju jadi calon independen? Ya enggak bisa, itu ada undang-undang, ini kan negara hukum, kalau gubernur, wali kota, bupati bisa," ungkap Ruhut Sitompul sebagaimana dikutip laman Kontan, 19 Mei 2013.

PDIP justru mematahkan anggapan Luhut dan orang-orang yang merendahkan Jokowi. PDIP lalu memilih Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) sebagai capres-Cawapres pada 14 Maret 2014. Penetapan Jokowi pun kian memunculkan cacian.

Jokowi masih disebut-sebut sebagai tukang mebel yang ngebet jadi orang nomor satu Indonesia. Jokowi pun lalu gerah dengan anggapan itu. Ia merasa harus meluruskan anggapan tukang mebel pada 2 Juni 2014. Ia mengungkap hal itu dalam acara temu relawan di yogyakarta.

Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) kala ikut kontestasi Pilpres 2014. (ANTARA)

Jokowi mengungkap ia bukan tukang mebel, tapi eksportir produk kayu ke luar negeri. Jokowi menyebut selama jadi pengusaha ia justru sering harus melobi konsumen internasional. Aktivitas itu dilakukan untuk memperkenalkan produk kayu Indonesia di mata dunia.  

"Beragam itu dibilang Jokowi hanya tukang mebel, tukang kayu-lah, macem-macem. Padahal saya itu eksportir produk kayu ke negara luar. Sekali-sekali saya mau sombong kalau saya itu eksportir, bukan tukang mebel. Bayangkan, saya harus melobi dengan konsumen internasional juga, kan," terang Jokowi sebagaimana dikutip laman Tempo, 2 Juni 2014.