Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 10 tahun yang lalu, 15 Juni 2014, Joko Widodo (Jokowi) mencoba mendominasi Debat Capres-Cawapres melawan Prabowo Subianto. Gubernur DKI Jakarta itu menggunakan jurus kata singkatan: TPID. Siasat itu berhasil. Prabowo gelagapan.

Sebelumnya, rakyat Indonesia menyambut Pilpres 2014 dengan suka cita. Sambutan itu dilakukan karena kedua kandidat capres sama-sama tak pernah duduk di kursi kepresidenan. PDIP mengandalkan Jokowi. Sedang Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) melulu mengandalkan Prabowo.

Keputusan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) netral dalam Pilpres 2014 disambut dengan gegap gempita. Seisi Indonesia dapat menyaksikan langsung akrobat politik dari partai-partai yang ada. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), misalnya.

PDIP yang notabene kerap mengandalkan Megawati Soekarnoputri nyatanya memilih opsi lain. Megawati justru legawa memilih Jokowi sebagai capres. Mereka pun memasang Jokowi dengan Jusuf Kalla (JK). Kubu Partai Gerindra tak mau kalah. Ketum Gerindra Prabowo kembali jadi unggulan.

Prabowo pun dipasangkan dengan sosok Hatta Rajasa. Keduanya pun bersaing ketat. Mesin-mesin partai mulai bergerak. Mereka mulai merumuskan program-program tepat jitu sebagai janji politik. Jubir-jubir di antara kedua kandidat mulai melakukan tugasnya menebar puja-puji.

Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta dalam Debat Capres-Cawapres. (ANTARA)

Kubu Jokowi dan kubu Prabowo masing-masing memiliki program andalan. Prabowo-Hatta mulai mengungkap janji-janji besar. Mereka ingin pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat. Cara-cara yang dilakukan membuat orang-orang kagum. Namun, di satu sisi tak menyentuh rakyat bawah.

Jokowi lebih santai dengan mengusung Revolusi Mental. Program itu menitik beratkan kepada perbaikan kualitas hidup wong cilik. Namun, kampanye yang dilakukan tak melulu lurus-lurus saja. Kadang pula saling serang dari kedua kubu muncul.

Kubu Prabowo, misalnya. Mereka menganggap Jokowi sebagai boneka Megawati. Jokowi hanya sebatas petugas partai yang menjalankan peran sebagai capres. SBY pun angkat bicara terkait hal itu. Ia meminta rakyat untuk mengamati saja pergerakan para calon, mana yang capres boneka atu tidak.

"Dengan cara beliau menyampaikan itu, berdebat di sana-sini, rakyat akan tahu apa yang dimiliki oleh Pak Jokowi dan dimiliki oleh capres-capres yang lain. Dengan demikian, pada saatnya nanti akan bisa menentukan siapa yang dianggap paling baik dan paling tepat untuk menjadi presiden setelah saya nanti. Itu amanat saya. Itu sikap saya, meskipun saya diawasi oleh DPR, oleh lembaga-lembaga negara, dan rakyat," ujar SBY sebagaimana dikutip laman detik.com, 6 April 2014.

Kubu Jokowi pun tak ingin diremehkan oleh kubu sebelah. Jokowi mulai menatap asa kepada debat Capres-Cawapres yang berlangsung di Hotel Gran Melia pada 15 Juni 2014. Jokowi merasa ia harus menunjukkan kapasitasnya supaya tak dikatakan melulu sebagai capres boneka.

Jokowi dan timnya pun menyiapkan materi debat. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Jokowi ingin unggul. Pucuk dicinta ulam tiba. Momentum Tanya jawab dimanfaatkan benar oleh Jokowi. ia menanyakan kepada Prabowo terkait peran TPID.

Jurus kata singkatan berhasil dan membuat Prabowo galagapan. Prabowo pun kembali bertanya ke Jokowi arti singkatan yang ternyata Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Prabowo Subianto tampak menarik ujung kemeja putihnya sebanyak tiga kali saat mendapat pertanyaan tersebut.

"Tugas kepala derah meningkatkan peran itu, kan tim pengendalian itu fungsi kepemimpinan manajemen masing-masing," kata Prabowo menjawab sekenanya, sebagaimana dikutip laman Kompas, 15 Juni 2014.