Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 5 Januari 2016, segenap tokoh nasional berduka atas kepergian maestro pematung Indonesia, Edhi Sunarso. Kepergiannya membawa duka yang amat dalam bagi segenap rakyat Indonesia. Ia dianggap seniman produktif.

Sebelumnya, Edhi Sunarso kerap jadi langganan Soekarno dalam mempercantik Jakarta. Ia dianggap mampu menyerap keinginan Bung Besar menghadirkan monumen megah, dari Patung Selamat Datang hingga Pembebasan Irian Barat.

Bung Karno terkenal sebagai Presiden Indonesia yang memiliki jiwa seni tinggi. Ia tak pernah sembarang urusan seni. Kondisi itu membuatnya lihai urusan kurasi karya seni. Konon, ia punya sendiri daftar seniman Indonesia terbaik.

Kondisi itu membuat Bung Karno tak pernah sembarang urusan pilih seniman. Ia harus memilih dari yang terbaik ke terbaik. Ambil contoh kala Bung Karno ingin mempercantik Jakarta. Ia tak mau mencari sembarang pematung.

Edhi Sunarso duduk si sebelah kanan Bung Karno saat mengungjungi lokasi pembuatan monumen Selamat Datang di Yogyakarta. (Arsip Kemendikbud)

Ia kerap mempercayakan pembangunan monumen bersejarah kepada Edhi Sunarso. Pria kelahiran Salatiga 2 Juni 1932 itu sering mendapatkan kesempatan membantu Bung Karno. Namun, bukan perkara mudah. Tugas yang diberikan Bung Karno kadang dinilai cukup sukar.

Edhi tak lantas menyerah. Ia mencoba membuktikan bahwa reputasinya sebagai pematung tak diragukan. Ia mencoba merinci keinginan Bung Karno. Makna-makna yang ingin ditampilkan tak luput dari perhatiannya.

Kondisi itu menghadirkan ragam karya populer seperti Patung Selamat Datang hingga Pembebasan Irian Barat. Kedua monumen itu mampu dibuatnya dengan memberikan sentuhan terkait optimisme bangsa merdeka. Bahkan, Edhi terus mendapatkan kepercayaan Bung Karno membangun banyak patung.

Ia juga menggagas Patung Dirgantara (dikenal sebagai Tugu Pancoran). Tugas itu dilakukan Edhi dengan sebaik-baiknya.

“Selamat datang! Bung Karno berteriak bersemangat. Sosoknya penuh drama: kedua tangannya terbentang, kakinya terentang, senyumnya mengembang. Dan Edhi Sunarso, seorang pematung muda waktu itu, langsung menangkap momen tersebut. la menerjemahkannya ke dalam seni patung, lalu lahirlah Patung Selamat Datang yang selama ini tegak di depan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta,” L.N Idayani dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Landmark Sepanjang Thamrin–Sudirman (2005).

Beberapa karya Edhi Sunarso yang menjadi ikon di Jakarta: Patung Selamat Datang (Bundaran Hotel Indonesia), Patung Pembebasan Irian Barat (Lapangan Banteng), dan Patung Dirgantara (Pancoran). (X/Kompas/Yuniadhi Agung)

Karier Edhi tak lantas meredup kala Bung Karno tak jadi orang nomor satu Indonesia. Ia terus malang melintang di jagat seni Indonesia. Ia bahkan dikagumi dan dijadikan panutan oleh pematung-pematung Indonesia lainnya.

Ia terus berkarya sepanjang perjalanan hidupnya. Satu-satunya yang membuatnya berhenti berkarya adalah kematian. Ia meninggal dunia pada 4 Januari 2016. Namun, banyak dari tokoh nasional baru mengetahui kematiannya pada 5 Januari 2016.

Kondisi itu membuat rasa belasungkawa muncul dari mana-mana. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan rasa belangsungkawanya dan mengunkap bahwa karya Edhi mampu menginspirasi generasi muda. Sastrawan Goenawan Mohamad juga mengungkap Edhi adalah pematung terbesar dalam seni rupa Indonesia.  

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan tak mau ketinggalan. Ia terkejut dengan berita meninggalnya Edhi Sunarso. Ia mengungkap bahwa Edhi adalah maestro pematung terbaik yang dimiliki oleh Indonesia.

“Kami turut berbelasungkawa atas berpulangnya maestro terbaik Indonesia, Empu Ageng Seni Edhi Soenarso. Kami mengenal sosok seniman dan pemilik bengkel patung itu saat SD.”

“Ia mungkin tidak kenal kita, namun kami ketika itu suka melihat ke bengkel patungnya, ia tidak melarang kami dan membiarkan kami untuk melihat dari dekat. Itu sangat mengesankan,” tutur Anies sebagaimana dikutip laman Kemendikbud, 5 Januari 2016.