JAKARTA - Jakarta adalah mercusuar, kata Soekarno tiap kali menggambarkan Ibu Kota di matanya. Bagi Soekarno, Jakarta adalah personifikasi dari semangat baru bangsa Indonesia yang kala itu baru saja merdeka. Pembangunan di Ibu Kota jadi yang utama saat itu. Tak hanya infrastruktur, tapi juga pembangunan identitas, seperti patung dan monumen.
Bagi Soekarno, mendirikan patung dan monumen bukan hanya upaya membangun identitas tapi juga cara menumbuhkan dan menjaga rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Prinsip itulah yang memandu Soekarno dalam merealisasikan ide pembangunan salah satu monumen paling masyhur di Jakarta: Patung Selamat Datang.
Ide awal pembangunan patung yang berdiri di kawasan Bunderan Hotel Indonesia (HI) didasari keinginan Soekarno menunjukkan kebesaran dan keramahan Indonesia kepada dunia. Strategi tepat dari Soekarno. Kebesaran itu bahkan dipertontonkan Soekarno kepada dunia lewat gelaran Asian Games IV di Jakarta tahun 1962.
Perencanaan pembangunan Patung Selamat Datang telah digagas dari 1959. Dan bayang kemegahan Patung Selamat Datang telah dimulai sejak itu. Dikutip Obed Bima Wicandra dalam buku Henk Ngantung: Saya Bukan Gubernurnya PKI (2017), ia menjelaskan Soekarno langsung memanggil seniman kenamaan Indonesia asal Yogyakarta, Edhi Sunarso.
Didampingi Henk Ngantung dan Trubus, Edhi menghadap ke Istana Negara. Kepada ketiganya, Soekarno langsung meminta mereka membuat sketsa Patung Selamat Datang.
“Coba dibuatkan sketsa untuk monumen Patung Selamat Datang untuk menyambut para olahragawan dan official yang akan datang ke Jakarta dalam rangka pesta Asian Games. Saya minta patungnya setinggi sembilan meter, yang ingin saya letakkan di bundaran depan Hotel Indonesia,” ucap Bung Karno.
Pagi itu, pukul 07.00 WIB, dengan setelan piyama, Soekarno memeragakan model patung yang akan dibuat. Soekarno mengangkat tangannya dan meminta ketiganya membuat sketsa berdasar gestur tubuh tersebut. Edhi pun dikukuhkan sebagai pembuat patung. Soekarno kemudian menugaskan Trubus untuk membantu Edhi dan Henk Ngantung untuk mengawasi jalannya progres pembuatan patung.
“Saudara Edhi kan banyak kawan di Yogyakarta. Saya kira pertama-pertama saudara Edhi dapat menghubungi kawan-kawan di Yogyakarta. Nanti kalau sudah saatnya melaksanakan pekerjaan, patung dapat dibantu oleh saudara Trubus,” ungkap Wakil Kepala DKI Jakarta kala itu, Henk Ngantung.
Pekerjaan menantang
Di satu sisi, Edhi gentar dan ragu menerima pekerjaan tersebut. Ia merasa tak cukup berpengalaman dalam patung logam, apalagi dengan ukuran yang besar dan tinggi. Sisi lainnya, justru darah seni Edhy langsung tertantang dengan pekerjaan yang diberikan oleh orang nomor satu di Indonesia tersebut.
Tingkat keseriusan Edhi begitu tinggi. Bahkan, sejak awal pertemuan dengan Soekarno, Edhi langsung merekam segala hal yang diinginkan Soekarno secara rinci di kepalanya. Pun terkait segala hal yang ditampakkan Soekarno. Edhi ingat betul. Soal bagaimana Soekarno menyapa selamat datang dengan semangat hingga penjelasan terkait optimisme akan bangsa merdeka. Seluruhnya Edhi terjemahkan menjadi sebuah mahakarya.
“Selamat datang!" Bung Karno berteriak bersemangat. Sosoknya penuh drama: kedua tangannya terbentang, kakinya terentang, senyumnya mengembang. Dan Edhi Sunarso, seorang pematung muda waktu itu, langsung menangkap momen tersebut. la menerjemahkannya ke dalam seni patung, lalu lahirlah patung Selamat Datang yang selama ini tegak di depan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta,” L.N Idayani dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Landmark Sepanjang Thamrin–Sudirman (2005).
Untuk itu, muncullah ide membuat Patung Selamat Datang. Edhi menggambarkan patung perunggu yang dibuatnya mewakili dua sosok, yakni sosok laki-laki dan wanita. Keduanya tampak membentangkan tangan seperti yang diperagakan oleh Soekarno. Lebih menarik lagi karena Edhi berimprovisasi. Ia menambahkan seikat kembang yang dibawa patung wanita di tangan kirinya. Hal itu jadi gambaran yang menegaskan keramahan bangsa Indonesia dalam menyambut kedatangan peserta Asian Games IV. "Bung Karno selalu begitu. Ekspresif. Kami harus menangkap gerak dinamis itu," tutur Edhi.
Lahirnya Patung Selamat Datang
Satu tahun sebelum Asian Games IV digelar, masyarakat Jakarta sudah tak sabar menanti monumen yang digadang-gadang akan menjadi ikon baru Jakarta. Saking populernya, media massa pada zaman itu tak henti-hentinya membahas terkait perkembangan pembuatan patung. Salah satunya, seperti yang diwartakan oleh surat kabar Berita Indonesia pada 1961.
“Wakil kepala daerah khusus Ibu Kota Jakarta Henk Ngatung dalam sambutannya mengatakan bahwa Tugu Selamat Datang selain dianggap sebagai manifestasi dalam menyambut tamu-tamu luar negeri, mengandung pula ide yang pokok ialah ide rakyat dalam menyambut masa depan yang adil dan makmur,” tulis berita tersebut.
BACA JUGA:
Tak pelak, hal itu membuat momumen setinggi 20 meter, dengan patung laki-laki dan wanita berukuran enam meter serta berat lima ton semakin membuat rakyat Indonesia penasaran. Lebih lagi, area monumen akan dikelilingi kolam berbentuk lingkaran berdiameter 78 meter.
Sesuai rencana, patung yang ditempatkan di Bunderan HI, Jantung Ibu Kota Jakarta diresmikan oleh Bung Karno pada 1962. Bagi Bung Karno, Bunderan HI adalah lokasi yang paling tepat dan ideal bagi sebuah landmark karena dapat dilihat dari segala arah.
“Patung dikelilingi kolam yang memancarkan sederet air warna merah jingga, menambahkan indahnya lingkungan HI dan sekitarnya, persis 50 tahun yang lalu. Bangunan HI dan Tugu Selamat Datang yang berada di Bunderan HI sejak 17 Agustus 1962 saling berhubungan, karena dibangun atas ide dari Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno,” tulis Arifin Pasaribu dalam buku Hotel Indonesia (2014).