JAKARTA - Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dan Tim Sidang Pemugaran (TSP) DKI Jakarta menyebut proyek revitalisasi Halte TransJakarta Bundaran Hotel Indonesia (HI) melanggar prosedur cagar budaya karena tidak melalui sidang di tim tersebut.
"Jadi, seharusnya memang semua objek diduga cagar budaya itu melalui Tim Sidang Pemugaran," kata Ketua TSP Boy Bhirawa saat dihubungi di Jakarta, Kamis 29 September dilansir dari Antara.
Yang dipersoalkan adalah ketinggian. Menurut dia, ketinggian bangunan halte busway yang masih dalam tahap pengerjaan itu, menutupi kawasan Bundaran HI, termasuk Patung Selamat Datang.
Kawasan tersebut, kata dia, merupakan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) yang perlakuannya sama dengan cagar budaya.
"Jadi, visual objek cagar budaya itu tidak boleh ditutupi," ucap Boy.
Sementara itu, anggota Tim Ahli Cagar Budaya Candrian Attahiyyat mengatakan ada beberapa opsi yang kemungkinan dapat dilaksanakan misalnya bangunan direndahkan atau dibongkar.
Meski begitu, proyek revitalisasi itu kini sudah dibangun dan sedang dikebut pengerjaannya.
"Memang ini masalahnya visual sejarah," ucapnya ketika dihubungi.
BACA JUGA:
Sejarawan Jakarta, JJ Rizal meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menghentikan pembangunan revitalisasi Halte Bundaran HI dan Halte Tosari yang kini masih dalam tahap pengerjaan.
JJ Rizal menilai revitalisasi halte Transjakarta yang berada di dekat kawasan Bundaran Hotel Indonesia merusak pemandangan menuju Patung Selamat Datang.
"Pak Gubernur Anies Baswedan, mohon stop pembangunan halte Transjakarta Tosari-Bundaran HI yang merusak pandangan ke patung selamat datang dan Henk Ngantung Fontein warisan Presiden Soekarno, dengan Gubernur Henk Ngantung sebagai poros penanda perubahan ibu kota kolonial ke ibu kota nasional," tulis JJ Rizal dalam akun Twitter miliknya.
Patung Selamat Datang merupakan objek penting karena bukan hanya menjadi karya Presiden Soekarno dan maestro Edi Sunarso, dan Henk Ngantung, namun juga merupakan simbol bangsa, semangat bersahabat mlaksanakan ketertiban dunia berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Sementara, Hotel Indonesia bukan hanya simbol awal pariwisata modern Indonesia pasca kolonial, tapi juga arsitektur karya Abel Sorensen, arsitek di markas besar PBB di New York.