Bagikan:

JAKARTA - Bukan Taman Margasatwa Ragunan di Jakarta Selatan, bukan juga Taman Safari di Cisarua, Bogor. Vereneging Planten en Dierentuin et Batavia berdiri sebagai kebun binatang pertama di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka. Berletak di lokasi yang kini kita kenal dengan Taman Ismail Marzuki (TIM), kebun binatang yang juga disebut Zoological Garden and Pleasure Ground terus berganti nama hingga menjadi Keboen Binatang Tjikini selepas proklamasi kemerdekaan.

Didirikan tahun 1863, Belanda membangun Vereneging Planten en Dierentuin et Batavia sebagai sarana pelepas penat warga kota yang berjuluk Ratu dari Timur. Satu tahun pembangunan, kebun binatang tersebut resmi beroperasi pada 1864 dengan nama resmi Vereneging Planten en Dierentuin et Batavia.

Vereneging Planten en Dierentuin et Batavia memang tak berdiri di Ragunan. Namun, ia adalah cikal bakal dari Kebun Binatang Ragunan. Dikutip dari surat kabar Bataviaasch Handelsblad terbitan tahun 1864, gagasan pembangunan kebun binatang pertama kali disuarakan Dewan Kota Batavia pada 1863. Kala itu pembangunan digagas berdiri di sisi barat Sungai Ciliwung, dekat kediaman pelukis kesohor Tanah Air, Raden Saleh.

Tempat strategis, lahan yang begitu luas, hingga harga lahan yang cukup terjangkau jadi alasan pemilihan lokasi kebun binatang. Kendati demikian, ada pula yang mengatakan bahwa lahan kebun binatang seluas 10 hektare itu merupakan hibah dari Raden Saleh.

Rumah Raden Saleh (Sumber: Commons Wikimedia)

Sebagaimana diungkap Denys Lombard dalam buku Nusa Jawa: Silang Budaya Volume 1 (1996), selepas pulang dari Eropa, Raden Saleh mulai suka melukis binatang. Ia bahkan kala itu telah membuat lukisan yang menggambarkan pertarungan antara banteng-banteng dan pelbagai binatang buas yang layak dikagumi.

“Untuk mendapat model bagi lukisannya, dibangunnya tempat untuk koleksi binatang langka yang menjadi cikal bakal kebun binatang Jakarta,” ungkap Denys Lombard.

Hadirnya kebun binatang disambut antusias warga Eropa (Belanda) dan segenap kaum bumiputra. Tercatat, bangunan pertama yang dibangun di lokasi itu adalah gedung yang merupakan kantor komite kebun binatang. Perlahan-lahan, kebun binatang dilengkapi dengan fasilitas lain, seperti kantor Perkumpulan Pecinta Flora dan Fauna Hindia Belanda, taman, bioskop, fasilitas olahraga, kolam renang, hingga ruang pertemuan.

Dilansir dari halaman resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada tahun I950-an Kebun Binatang Cikini telah mempunyai 30 karyawan dan seratus ekor satwa. Jenis satwa tersebut antara lain adalah banteng, burung, buaya, menjangan tutul, kijang, beruang madu, primata, dan banyak hewan lainnya. Meski memiliki banyak koleksi, kandang binatang kala itu masih sederhana. Terkait operasiona;, kebun binatang dibuka dari pukul 7.00-18.00 WIB dengan tiket Rp75 untuk anak-anak dan Rp150 untuk dewasa.

“Pada 1950-an, tempat rekreasi di Jakarta masih sangat terbatas. Tempat rekreasi yang relatif murah dan banyak dikunjungi rakyat biasa di hari libur atau hari raya waktu itu belum banyak. Yang terpopuler seingat saya ialah kebun binatang, Museum Gajah (Museum Nasional), dan Pasar Ikan lama. Karena terletak di tengah kota, kebun binatang ini (Cikini) mudah dikunjungi masyarakat,” ungkap Firman Lubis dalam buku Jakarta 1950-1970 (2018).

Firman juga memaparkan ingatannya akan keramaian dari Kebun Binatang Tjikini. Apalagi, kebun binatang tersebut memiliki ragam daya tarik, mulai dari lahannya yang luas, asrinya lokasi yang ditumbuhi pohon-pohon besar, hingga koleksi binatang yang banyak dan variatif.

Relokasi ke Ragunan

Singkat cerita, lokasi yang berada di tengah kota menulari kebisingan yang mengganggu koleksi binatang. Kala itu, kebun binatang telah berganti nama menjadi Kebun Binatang Tjikini. Di bawah kuasa Pemerintah DKI Jakarta, kebun binatang pun direlokasi pada tahun 1964, bertepatan dengan seratus tahun berdirinya kebun binatang.

Kawasan Ragunan dipilih. Seperti yang pernah diulas dalam artikel Jejak Pangeran Wiraguna di Ragunan, Ragunan memiliki keunggulan, seperti wilayah yang luas dan cenderung jauh dari kebisingan kota kala itu.

Taman Margasatwa Ragunan (Sumber: Commons Wikimedia)

“Proses pemindahan kebun binatang ini lagi-lagi memakan biaya besar, yaitu Rp3,8 miliar. Namun sekali lagi karena pada saat itu jiwa gotong royong yang ditonjolkan, maka pembiayaan pemindahan ini ditanggung sepenuhnya oleh Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI),” tulis Obed Bima Wicandra dalam buku Henk Ngantung: Saya Bukan Gubernurnya PKI (2017).

Pembangunan kebun binatang baru di Ragunan dikomandoi langsung Gubernur Jakarta Ali Sadikin. Gubernur yang dikenal sebagai murid terakhir Bung Karno itu memercayakan konsep kebun binatang kepada Benjamin Galstaun.

Prestasinya dan integritas Galstaun yang begitu bersinar menarik hati Ali Sadikin. Galtsaun adalah orang yang lama mengabdikan diri untuk Kebun Binatang Cikini. Sebagai bentuk penghargaan, Galstaun lalu diangkat oleh Ali Sadikin sebagai Direktur Kebun Binatang Ragunan yang pertama.

Dalam pembangunan kebun binatang, pemerintah menyiapkan lahan mencapai 85 hektare. Ada pun koleksi Kebun Binatang Ragunan meliputi 50 ribu tanaman dari 968 spesies, dan 335 spesies binatang yang didominasi oleh satwa asli Nusantara.

Kebun binatang baru itu diberi nama Taman Margasatwa Jakarta dan dibuka untuk umum pada 1966. Kemudian, kebun binatang itu kembali berganti nama menjadi Kebun Binatang Ragunan pada  pada 1974. Terakhir, pada 1999, setelah kebun binatang diperluas secara bertahap hingga mencapai 134 hektare, Kebun Binatang Ragunan kembali berganti nama menjadi Taman Margasatwa Ragunan.