Bagikan:

JAKARTA - Ragunan adalah kebun binatang. Tak ada yang akan memungkiri melekatnya wilayah di sudut Jakarta Selatan itu sebagai area wisata. Namun, darimanakah nama Ragunan? Konon, ada nama Pangeran Wiraguna di balik nama Ragunan.

Kebakaran istana Sultan Ageng Tirtayasa, Karaton Surasowan di Banten pada 1675 menarik hati seorang pemuda kelahiran Steenwijk (Belanda), Cardeel. Ia datang untuk membantu Kerajaan Banten. Cardeel kala itu mengaku sebagai juru bangunan yang sedang melarikan diri dari Batavia karena ingin memeluk Islam.

Sultan Ageng bersimpati kepada Cardeel dan memberikan pekerjaan: pemugaran istana. Dikutip dari buku Denys Lombard, Nusa Jawa: SIlang Budaya Volume 1 (1996), nama Cardeel disebut untuk pertama kali dalam laporan Caeff, Maret 1675.

Caeff yang merupakan wakil kongsi dagang Belanda, VOC di Banten mencatat bahwa Cardeel yang berprofesi sebagai tukang batu datang menawarkan jasanya ketika kebakaran baru saja menimpa Karaton Surasowan. Sultan Ageng bersuka cita dengan kedatangan Cardeel. Kebetulan, Sultan Ageng sedang membutuhkan ahli bangunan berpengalaman.

Setelahnya, Cardeel ditugasi memimpin pembangunan istana dan bangunan lainnya, termasuk bendungan serta istana peristirahatan di sebelah hulu Ci Banten. Tak disangka, setelah pembangunan dikomandoi oleh Cardeel, seluruh perhatian Sultan Ageng teralihkan dengan kegiatan pembangunan.

Pikiran Sultan Ageng kemudian tersita hingga tak lagi terlintas apapun hal mengenai gerakan militer ke Batavia. Dampaknya, anak dari Sultan Ageng, Sultan Haji terus-menerus mendesak supaya dirinya segera dinobatkan menjadi sultan yang baru.

Alhasil, terjadilah perang perebutan takhta ayah dan anak. Karena keberadaan yang semakin terdesak, Sultan Haji mencoba mengirim utusan ke Batavia untuk meminta bantuan Kompeni.

Kelak, salah satu yang diutusnya adalah Cardeel. Atas jasa Cardeel, Sultan Haji kemudian mendapat dukungan dari VOC hingga meraih kemenangan dan menjadi raja baru dari Banten.

Sebagai bentuk terima kasih Sultah Haji, Cardeel lalu mendapatkan gelar pangeran Wiraguna dan mendapatkan sejumlah tanah. Uniknya lagi, atas kedekatannya dengan orang nomor satu Banten, Cardeel pun mendapat izin untuk mengawini salah satu mantan istri Sultan Ageng.

“la mengawini salah satu mantan istri Sultan Ageng dan tetap bertugas sebagai pemilik pekerjaan besar (opsigter over de werkwn en het arbeijtsvolck). Hal kecil yang menarik: dia yang tidak pernah dapat membaca huruf latin, kini mulai belajar aksara Jawa,” ungkap Denys Lombard.

Jejak Cardeel di Batavia

Perlahan-lahan, Cardeel mulai tak kerasan berada di Banten. Orang-orang Banten yang mulanya mendukung keberadaan Cardeel, makin hari tak menyukainya. Karena itu, Cardeel kemudian pamit kepada sultan dengan alasan akan pulang ke Belanda supaya segera mendapat izin.

Kendati demikian, Cardeel sesungguhnya tak benar-benar pulang ke Belanda. Sebagaimana diungkap Windoro Adi dalam buku Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi (2010), Cardeel nyatanya memilih menetap di Batavia.

Di Batavia, ia menjadi tuan tanah kaya raya. Tercatat, Cardeel hidup di Batavia sebagai penduduk biasa (burger) dan kembali bersalin agama dari Islam menjadi Nasrani pada 1695. Semasa di Batavia, Cardeel sempat jadi kepala wilayah (wijkmeester) Blok M dan menggarap sebuah hutan kecil miliknya di selatan Batavia, Ragunan.

Kemudian, Cardeel berkongsi dengan seorang juru bedah, Philip Gijger untuk membangun kincir air hingga penggergajian di dekat sungai besar. Di sana, ia juga membuat peti untuk keperluan ekspor gula tebu.

Karena kerjanya yang cekatan sebagai ahli bangunan, pemerintah Kotapraja sempat menugasinya memperbaiki beberapa saluran air yang rusak karena gempa bumi. Cardeel diberikan upah sebanyak 150 ringgit pada 1699.

Namun, pada 1706, Cardeel pensiun membuat peti dan segera beralih memproduksi arang untuk dijual ke pabrik senjata milik VOC sebagai bahan baku mesiu. Karena istrinya yang berada di Banten tak mau hidup di Batavia, Cardeel pun menikah lagi dengan Anna Stratingh tanpa dikaruniai anak.

Kala Cardeel merasa ajalnya semakin dekat, dirinya kemudian mengangkat anak seorang pemuda Indo bernama Lucas, yang mana merupakan anak temannya, Hodenpijl. Cardeel juga membebaskan ibunda Hodenpijl, Magdalena dari status budak.

Langkah itu jadi bentuk kebaikan terakhir yang dapat dilakukan Cardeel sebelum meninggal dunia pada 1711. Nama Pangeran Wiraguna kemudian diabadikan sebagai nama kawasan Ragunan. Sang tuan tanah pertama abadi di kawasan itu.

“Nama Ragunan berasal dari Pangeran Wiraguna, yaitu gelar yang disandang tuan tanah pertama kawasan itu, Hendrik Lucaasz Cardeel yang diperolehnya dari Sultan Banten Abunasar Abdul Qahar atau biasa disebut Sultan Haji,” tulis Rachmat Ruchiat dalam buku Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta (2011).