Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, tujuh tahun lalu, 1 Juni 2017, Presiden Donald Trump mengumumkan Amerika Serikat (AS) akan mundur dari Paris Agreement 2015 (Perjanjian Iklim Paris). Mundurnya AS dianggap Trump sebagai langkah jitu yang membawa Negeri Paman Sam jauh dari kubangan kerugian.

Sebelumnya, Trump dikenal sebagai sosok yang tak percaya dengan fenomena perubahan iklim. Naiknya suhu bumi yang digadang-gadang menyebabkan berbagai macam bencana dianggap tak lebih sebagai skema penipuan meninggikan pajak.

Ancaman perubahan iklim kian mengancam seisi bumi. Perubahan suhu dan pola cuaca jangka panjang itu mulai membawa petaka. Kehadiran bencana alam lebih sering macam kekeringan, banjir, hingga tanah longsong jadi buktinya.

Ciri yang paling mudah dipahami adalah meningkatnya suhu bumi. Peningkatan suhu itu membuat orang-orang lebih sulit bekerja dan beraktivitas. Pun kebakaran hutan jadi lebih mudah dan lebih cepat. Dunia pun ambil kesimpulan bahwa perubahan iklim harus segera ditanggulangi dengan mitigasi dan adaptasi.

Para pimpinan delegasi dalam Konferensi Perubahan Iklim di Paris, Prancis pada 2015 yang menghasilkan Perjanjian Paris. (Wikimedia Commons)

Konferensi Tingkat Tinggi terkait perubahan iklim banyak digulirkan. Negara-negara yang ada saling bantu menanggulangi perubahan iklim. Urgensinya tiada dua. Sebab, sekalinya abai bencana alam dan bencana sosial kian mengancam eksistensi suatu negara. Kemiskinan akan kian bertumbuh.  

Namun, tidak semua pesohor dunia lantas percaya dengan perubahan iklim. Ambil contoh Donald Trump. Pengusaha kesohor itu jadi sosok yang tak mengakui hadir perubahan iklim. Kandidat capres AS dari Partai Demokrat itu kadang pula menganggap fenomena perubahan iklim tak lebih dari isu bermuatan berita bohong (hoax).

Suatu skema penipuan yang hanya dirancang untuk meninggikan pajak. Trump beranggapan pemanasan suhu bumi bukan cuma belakangan itu saja terjadi. Dahulu, AS pernah merasakan salah satu gelombang panas terparah pada 1936.

Gelombang panas itu hadir bahkan sebelum istilah pemanasan global atau perubahan iklim muncul ke permukaan. Trump melihat benang merahnya. Perubahan iklim dan apapun sebutannya, pemanasan global hingga efek gas rumah kaca tak lebih dari fenomena alam biasa.

“Aku bukan orang yang percaya pada pemanasan global, aku tak percaya pada pemanasan global yang direkayasa manusia itu. Tahun 1920, media-media ramai memberitakan tentang pendinginan global, sekarang mereka bicara tentang pemanasan global. Aku tak percaya,” ungkap trump sebagaimana dikutip laman tirto, 16 November 2016.

Petaka bagi dunia pun muncul kala Donald Trump secara resmi menjadi Presiden AS yang baru pada Januari 2017. AS yang notabene negara yang peduli dengan aksi penanggulangan iklim dunia justru dibawa Trump untuk keluar dari dalam barisan.

Alih-alih Trump memilih untuk melakukan aksi penyelamatan dari perubahan iklim, Trump justru ingin AS fokus dalam meningkatkan hajat hidup rakyatnya. Kondisi itu diperlihatkan Trump dengan membawa AS mundur dari Perjanjian Iklim Paris pada 1 Juni 2017. Pernyataan itu diungkap Trump di Taman Mawar Gedung Putih.

Trump tak ingin AS jadi bagian dari Kesepakatan Iklim Paris lalu yang mengikat 188 negara untuk menjaga kenaikan temperatur global 'jauh di bawah' 2'C (3,6'F) dan 'berupaya membatasi' pada 1,5'C. Trump beranggapan kesepatan itu hanya akan merugikan dan memincangkan AS.

Demonstrasi aktivis lingkungan, Greenpeace  di Madrid, Spanyol pada 2015 untuk mendorong penggunaan energi terbarukan di dunia hingga 100 persen. (Wikimedia Commons)

“Sebagai Presiden, saya tidak bisa mempertimbangkan hal lain selain kesejahteraan warga Amerika. Kesepakatan Iklim Paris hanyalah contoh terbaru perjanjian yang merugikan Amerika Serikat dan memberikan keuntungan eksklusif bagi negara-negara lain, sehingga pekerja Amerika – yang saya sayangi – dan pembayar pajak harus menanggung kerugian berupa hilangnya pekerjaan, upah yang lebih rendah, menutup pabrik, dan mengurangi produksi ekonomi secara signifikan.”

“Oleh karena itu, mulai hari ini, Amerika Serikat akan menghentikan semua implementasi Perjanjian Paris yang tidak mengikat serta beban keuangan dan ekonomi yang sangat berat yang dibebankan oleh perjanjian tersebut kepada negara kita. Hal ini termasuk mengakhiri penerapan kontribusi yang ditentukan secara nasional dan, yang paling penting, Dana Iklim Hijau yang merugikan Amerika Serikat dalam jumlah besar,” ungkap Donald Trump sebagaimana dikutip laman Gedung Putih, 1 Juni 2017.