JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyinggung kotornya udara China, Rusia, dan China, saat membahas persoalan perubahan iklim pada Debat Capres AS terakhir. Itu menjadi salah satu alasan mengapa ia membawa AS keluar dari Kesepakatan Iklim Paris yang katanya bakal membuat negaranya menjadi kurang kompetitif.
"Lihatlah China, betapa kotornya. Lihatlah Rusia. Lihatlah India. Udaranya kotor. Saya keluar dari Kesepakatan Paris karena kami harus mengeluarkan triliunan dolar dan kami diperlakukan sangat tidak adil," kata Trump.
"Saya tidak akan mengorbankan jutaan pekerjaan ribuan perusahaan karena Kesepakatan Paris. Ini sangat tidak adil," ujarnya.
Pernyataan Presiden AS tersebut mengundang reaksi marah di India. Beberapa pengguna Twitter mendesak Perdana Menteri India Narendra Modi untuk memberikan tanggapan yang kuat atas pernyataan Trump. Momentum ini juga dimanfaatkan Pemimpin oposisi India Kapil Sibal untuk mengecam PM Modi, yang sering menyebut Trump sebagai temannya.
Trump : Fruits of Friendship
1) Questions India’s COVID death toll
2) Says India sends dirt up into the air
India “ air is filthy “
3) Called India “ tariff king “
The result of “Howdy Modi “ !
— Kapil Sibal (@KapilSibal) October 23, 2020
Mengutip NDTV, Jumat 23 Oktober, pada 2017, Trump menarik AS keluar dari Perjanjian Iklim Paris 2015, perjanjian global yang digawangi Presiden AS sebelum Trump, Barack Obama. Kesepakatan Iklim Paris bertujuan untuk membatasi pemanasan global jauh di bawah dua derajat Celsius.
Pernyataan Trump datang beberapa hari sebelum Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Menteri Pertahanan Mark Esper mengunjungi New Delhi, India. Dalam kunjungan itu rencananya mereka akan membicarakan perkembangan hubungan kemitraan AS-India.
Faktanya, India adalah negara penghasil emisi karbondioksida tertinggi keempat di dunia. Negera itu menyumbang tujuh persen dari emisi global pada 2017, menurut Proyek Karbon Global yang diterbitkan pada Desember 2018. Sementara empat penghasil emisi teratas pada tahun 2017, yang mencakup 58 persen emisi global, adalah China (27 persen), AS (15 persen), Uni Eropa (10 persen) dan India (7 persen).
Biden beda cara
Sementara rival Trump, Joe Biden, berbicara lebih jelas tentang masalah iklim dan polusi. Pasalnya, Biden telah akrab dengan tema ini yang telah mejadi debat utama di Partai Demokrat.
Biden menggambarkan tumbuh di dekat Claymont, Delaware, di daerah dekat Sungai Delaware dengan berlimpahnya kilang minyak. Ia menjelaskan bagaimana permasalahan terkait pencemaran lingkungan yang dapat berakibat pada perubahan iklim secara empiris.
“Tanggapan saya adalah orang-orang itu hidup di tempat yang mereka sebut fence-lines. (Trump) tidak memahami ini,” kata Biden. “Mereka tinggal di dekat pabrik kimia, yang ternyata mencemari, pabrik kimia dan pabrik minyak serta kilang yang mencemari.”
Selain itu, Biden juga mengusulkan standar listrik bersih 100 persen pada 2035 mengikuti proposal yang awalnya ditawarkan oleh Gubernur Washington Jay Inslee dan kemudian diterima oleh Senator Massachusetts Elizabeth Warren. Tujuan dari proposal tersebut adalah menandai pergeseran yang jelas oleh Biden untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil untuk memerangi perubahan iklim.