Memori Pilpres AS 2020: Debat Trump-Biden Bak Parade Bongkar Aib
Joe Biden dan Donald Trump menjelang debat pertama calon presiden Amerika Serikat pada Pemilu 2020 di Cleveland, Ohio, 29 September 2020. (Adam Schultz/Biden for President)

Bagikan:

JAKARTA - Pilpres Amerika Serikat (AS) 2020 menghebohkan seisi dunia. Pertarungan Donald Trump (Partai Republik) dan Joe Biden (Partai Demokrat) yang berlangsung panas ada di baliknya. Suasana panas itu muncul dari ajang debat Capres AS.

Alih-alih debat dihiasi dengan jual-beli program yang meningkatkan hajat hidup rakyat, perdebatan justru menyerempet urusan pribadi. Kadang pula keluar konteks. Keduanya saling lempar kata-kata tak pantas. Kondisi itu membuat debat Capres AS 2020 jadi debat terburuk dalam sejarah Negeri Paman Sam.

Kepemimpinan Donald John Trump sebagai orang nomor satu AS kerap membawa pro-kontra. Pendukungnya menyanjung Trump yang berkuasa dari 2016-2020 sebagai pemimpin yang pantas memimpin AS.

Trump dianggap jadi juru selamat yang membawa AS kembali ke fitrahnya: bangsa besar. Semua itu sesuai dengan narasi kampanye Trump, Make America Great Again (MAGA). Mereka yang kontra justru tak kehilangan argumentasi.

Aksi Donald Trump dan Joe Biden dalam debat Capres AS terakhir, 22 Oktober 2020. (Antara)

Kuasa Trump empat tahun ke belakang dianggap sebagai kepemimpinan yang amburadul. Trump dianggap tak peduli dalam isu HAM. Pun demikian dengan agenda pelestarian lingkungan. Narasi itu sesuai dengan semangat Trump yang mendukung penuh nilai-nilai konservatif.

Komunitas LGBTQ+ paling ditentangnya. Lebih lagi, kaum kulit berwarna dan umat Muslim akan dipersulit untuk masuk AS. Agenda penyelamatan lingkungan hidup tak lagi dipedulikan Trump. Ia menarik AS dari Perjanjian Paris dan tak ingin mengeluarkan dana untuk membendung perubahan iklim.

Segala macam kekurangan Trump justru jadi modal ampuh Joe Biden dalam melawan Trump pada Pilpres AS 2020. Capres dari Partai Demokrat itu percaya diri bahwa ia dapat mengalahkan Trump. Mantan Wapres AS era 2009-2017 menganggap Trump hanya membawa nasionalisme sempit.

Trump tak peduli dengan nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi. Biden pun siap berhadapan dengan Trump dalam debat Capres. Tantangan diterima. Trump dan Biden jadi pesaing utama dalam Pilpres AS 2020.

Aksi pendukung Joe Biden membawa poster mengejek Donald Trump. (Wikimedia Commons)

Debat pertama berlangsung pada 29 September 2020. Jauh panggang dari api. Perdebatan justru bukan lagi urusan program. Namun, ke arah personal. Bahasa kasarnya bak bongkar aib. Trump secara mengejutkan membawa nama anak Biden, Hunter.

Trump melemparkan fakta bahwa Hunter telah dikeluarkan dari militer secara tak terhormat karena konsumsi narkoba berjenis kokain. Trump juga menyinggung terkait Biden yang kurang cerdas karena semasa kuliah di Universitas Delaware.

Sesuai fakta, Biden berada di urutan rendah. Alias berada di peringkat ke-506 dari 688 mahasiswa. Narasi itu membuat Biden mulai menggunakan bahasa kotor menyangkal Trump: badut, bodoh, hingga rasis.

“Hunter dikeluarkan dari militer. Dia diusir, dipecat secara tidak hormat karena penggunaan kokain. Dan dia tidak punya pekerjaan sampai Anda menjadi wakil presiden. Begitu Anda menjadi wakil presiden, dia menghasilkan banyak uang di Ukraina, di China, di Moskow, dan berbagai tempat lainnya,” terang Trump dalam debat pertama Capres yang berlangsung di di Case Western University dan Cleveland Clinic, di Cleveland, Ohio pada 29 September 2020.

Debat Terburuk

Debat pertama Capres mendapatkan cap buruk. Kondisi itu diramalkan akan terjadi dalam debat kedua. Namun, debat kedua yang mulanya dijadwalkan berlangsung pada 15 Oktober 2020 mendatang batal. Pembatalan oleh Komisi Debat Presiden (CPD) karena Trump tertular COVID-19.

Berita penularan Trump membuat Biden semangat. Trump yang mulanya kerap meremehkan virus dari Wuhan justru tertular. Alhasil, janji kampanye Biden untuk memutus mata rantai penularan COVID-19 didengungkan di mana-mana. Biden berharap tak ada lagi debat Capres.

Biden tak mau tertular COVID-19 dari Trump. Namun, semua berubah kala Trump sembuh. CPD mengelar debat Capres kedua atau yang terakhir di Nashville, Tennessee, AS, pada 22 Oktober 2020. Tema yang diusung beragam, dari penanganan pandemi COVID-19 hingga perubahan Iklim.

Perdebatan yang dipandu oleh pembawa acara NBC News, Kristen Welker berlangsung panas. Kedua kandidat Capres bertarung argumentasi terkait penanganan COVID-19. Biden menganggap Trump adalah biang keladi dari tingginya angka penularan virus corona di AS.

Pendukung Donald Trump dalam kampanye di Manchester, New Hampshire, 15 Agustus 2019 menjelang Pilpres AS 2020. (Mark Nozell/Wikimedia Commons)

Trump menyangkal. China justru biang keladi, katanya. Trump ikut mengomentari usulan penutupan wilayah (lockdown) ala Biden. Ide itu dianggap hanya membawa banyak mudarat, ketimbang manfaat. Beberapa wilayah AS yang menutup wilayah seperti New York telah merasakan krisis.

Trump pun menyebut janji Biden ingin menaikkan pajak jika terpilih sebagai orang nomor satu AS bak kebodohan. Usaha kecil akan banyak gulung tikar, dan pengawainya jadi pengangguran. Trump justru berpendapat kebijakannya memotong pajak supaya rendah adalah solusi jitu.

Debat semakin panas kala Biden menyinggung hubungan Donald Trump dengan pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-Un. Biden menyebut Kim Jong-Un yang dianggap Trump sebagai teman baik adalah ancaman dunia. Biden mencontohkan dahulu AS memiliki hubungan baik dengan Hitler. Hubungan itu terjalin sebelum sosok itu memiliki cita-cita menginvasi dunia.

Biden menuduh hal yang sama berpotensi terjadi pada Trump dan Kim Jong-Un. Perdebatan itu berlangsung panas. Bahkan, keduanya sempat saling emosi. Banyak warga AS pun setuju bahwa sajian debat adalah yang terburuk dalam sejarah AS. Debat jadi contoh buruk bagi generasi muda AS.

“Sementara itu, saya memiliki hubungan yang sangat baik dengannya (Kim Jong-Un). Tipe pria yang berbeda, tapi mungkin dia berpikiran sama dengan saya. Kami memiliki jenis hubungan yang berbeda. Kami memiliki hubungan yang sangat baik dan tidak menginginkan adanya perang.”

“Dan sekitar dua bulan lalu, dia mendatangi suatu area tertentu. Mereka berkata, Oh, akan ada masalah. Saya berkata, Tidak, mereka tidak melakukannya, karena dia tidak akan melakukan itu. Dan saya benar. Lihat, alih-alih Korut berada dalam perang yang melibatkan jutaan orang, buktinya Korea Selatan aman-aman saja.,” ucap Trump dalam debat Capres terakhir, 22 Oktober 2020.