Bagikan:

JAKARTA - Narasi perang membawa kesengsaraan terlihat jelas dalam Perang Dunia II. Perang itu membuat seisi dunia merana. Inggris, misalnya. Peperangan membuat pasokan makanan terbatas. Rakyat Inggris harus bertarung keras dengan kelaparan. Siasat pun dimainkan.

Pemerintah tak ingin warga negaranya kekurangan gizi, terutama ibu dan anak-anak. Program susu gratis digulirkan. Program itu dipuji banyak pihak. Namun, Margaret Thatcher justru mengentikan program susu gratis. Ia dikecam seisi Inggris.

Perang kerap membawa banyak mudarat, ketimbang manfaat. Setidaknya itulah yang terekam dari hadirnya Perang Dunia II (1939-1945). Negara maju maupun negara berkembang sama-sama terkena imbasnya. Potret itu hadir pula di Inggris. Perang begitu menyengsarakan seisi Inggris.

Satu sisi, perang membawa kepanikan dan ketakutan. Sisi lainnya perang membawa kelaparan. Kondisi itu berlangsung karena Inggris banyak mengandalkan impor bahan makanan dari luar. Perang pun membuat jalur pasokan makanan ke Inggris terganggu.

Lord Woolton yang pernah menjabat sebagai Menteri Pangan Inggris era 1940-1943. (Wikimedia Commons)

Kapal boleh saja mampu membawa pasokan bahan makanan ke Inggris, tapi dermaga untuk mendaratkan muatan nyaris tak ada karena rusak. Kondisi itu membuat rakyat Inggris kian merana. Mereka berada dalam fase tak dapat memikirkan banyak hal selain berpikir untuk bertahan hidup.

Bisa makan sehari-hari saja sudah lebih dari cukup. Menteri Pangan Inggris, Frederick James Marquis atau yang lebih dikenal Lord Woolton teriris hatinya melihat melihat kelaparan hadir di tengah rakyatnya. Ia tak tega melihat anak-anak dan ibu hamil tak mendapatkan asupan gizi yang baik.

Woolton putar otak supaya rakyat Inggris dapat sumber gizi. Ia bergerak memberikan subsidi supaya makanan dapat dijangkau banyak keluarga Inggris. Ia pun menggelorakan program susu gratis pada Juni 1940. Susu gratis itu diberikan anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui.

Program susu gratis Woolton dipuji banyak pihak. Susu gratis dianggap sebagai solusi yang mampu memberikan anak-anak dan kaum wanita tambahan nutrisi selama persediaan makanan terbatas dan dijatah.

Margaret Thatcher yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Negara untuk Pendidikan era 1970-1974). (Wikimedia Commons)

Kebijakan susu gratis terus berlanjut. Namun, mereka yang mendapatkannya terbatas pada anak-anak sekolah, dari TK hingga SMA. Bukan lagi ibu hamil dan menyusui.

“Lord Woolton adalah wujud pemimpin yang peduli tentang status gizi. Oleh karena itu, program susu gratis di sekolah adalah bagian penting dari kebijakan Woolton sebagai Menteri Pangan. Pada saat itu, misalnya, Kementerian Pangan menentukan bahwa setiap anak menerima satu susu per hari.”

“Kementerian Pangan mengenalkan kebijakan itu pada tahun 1940-an, karena terbatasnya pasokan makanan. Susu gratis untuk anak-anak diyakini dapat mengurangi masalah kekurangan gizi pada anak-anak sekolah,” tulis John Macnicol dalam buku War and Social Change: British Society in the Second World War (1986).

Margaret Thatcher Si Penjambret Susu

Program susu gratis membawa manfaat yang besar. Utamanya bagi anak-anak yang hidup dari kalangan kelas pekerja. Mereka jadi bisa mendapatkan tambahan nutrisi dari pembagian susu gratis. Masalah muncul. Inggris mulai dilanda kritis ekonomi pada 1970-an.

Sekretaris Negara untuk Pendidikan, Margaret Thatcher (kemudian jadi Perdana Menteri Wanita Inggris) tak ingin negaranya jatuh diterpa badai resesi ekonomi. Thatcher beranggapan bahwa program susu gratis terlalu mahal.

Thatcher pun memilih mengambil kebijakan tak populer. Program susu gratis di sekolah warisan Woolton dihentikannya pada Juni 1971. Thatcher yakin dengan menghentikan program susu gratis, Inggris mampu menghemat hingga 9 juta pound sterling.

Suatu jumlah dana yang lebih banyak daripada yang dana yang dihabiskan untuk membeli buku anak sekolah. Thatcher hanya menyisahkan program susu gratis untuk anak TK. Penghentian dengan dalil penghematan itu mengundang kemarahan rakyat Inggris.

Program pembagian susu gratis akhirnya membebani peremonomian Inggris, sehingga alokasinya dibatasi. (Wikimedia Commons)

Mereka – utamanya kelas pekerja-- mengecam tindakan Thatcher.  Kecaman itu tak hanya hadir dalam bentuk penyataan belaka. Kecaman itu dimunculkan lewat ejekan: Thatcher, Thatcher, Penjambret Susu. Mulanya Thatcher menganggap angin saja ejekan itu. Namun, belakangan hatinya terluka.

Thatcher pun yang telah menjabat sebagai PM Inggris (1979-1990) bak dejavu karena Menteri Kesehatan, Ken Clarke ingin menghentikan program susu gratis kepada anak TK pada 1990. Thatcher tak mau mengamini ide itu. Sekalipun Inggris benar-benar butuh berhemat. 

Ia tak ingin kejadian yang menimpanya dialami oleh Ken Clarke. Ia tak mau Ken jadi musuh kaum kelas pekerja. sebab, itu yang dirasakan oleh Thatcher. Ia dianggap kerap merepotkan kelas pekerja. Kebencian itu tetap tertanam hingga Thatcher telah tiada.

“Tidak. ini –program susu gratis--  akan menyebabkan keributan yang parah. Padahal, nilai yang dihemat hanya 4 juta poundsterling. Saya tahu – saya mengalaminya 19 tahun yang lalu. Menteri Kesehatan cukup melakukan upaya lain dari usulan masyarakat.”

“Saya berjanji akan mendukung skema apa pun untuk menghemat 400 juta poundsterling atau lebih. Ia akan pertimbangkan. Tapi bukan 4 juta poundsterling,” terang Thatcher sebagaimana dikutip Gavin Gordon dalam tulisannya di laman Independent.co.uk berjudul Thatcher Regretted Snatching Milk from School Children for Two Decades (2016).